SURABAYA, PETISI.CO – Animo masyarakat Jawa Timur (Jatim) untuk menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah peserta BPJS dari tahun ke tahun di provinsi yang berpenduduk sekitar 40 juta jiwa ini.
“Kepesertaan BPJS dari tahun ke tahun memang naik. Dari jumlah 25 juta pada awal 2018, naik menjadi 26,9 juta jiwa,” kata Deputi Direksi BPJS Wilayah Jatim, Handaryo kepada wartawan di Surabaya, Senin (17/12/2018).
Hingga akhir Nopember 2018, menurutnya, kepesertaan BPJS di Jatim mencapai 26,5 juta. Jumlah tersebut, naik menjadi 26,9 juta pada minggu awal Desember. Atau, 64 persen dari total jumlah penduduk 40,09 juta jiwa.
Diharapkan, jumlah tersebut naik di tahun 2019. Namun dengan catatan mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah. “Katanya dari pusat, Jatim dapat Universal Health Coverage (UHC) satu provinsi, yakni 95 persen dari 40 juta jumlah penduduk di Jatim, yakni sebanyak 38 juta, yang berarti mendapat tambahan 11 juta,” ujarnya.
Dia optimis target dari pusat akan terpenuhi. Hal ini mengacu pada target di awal 2018 sebanyak 25,5 juta, namun dapat terlampaui menjadi 25,9 juta orang.
“Kami akui cakupan dari UHC masih cukup jauh. Tapi, kalau kita bisa bersinergi ke seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan provinsi Jatim, saya kira bukan hal yang sulit untuk memenuhi target,” tandasnya.
Meski demikian, Handaryo mengakui jumlah kepesertaan BPJS di Jatim masih kalah dibanding dengan daerah lain. “Kita lebih rendah dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. Karena jumlah penduduk di Jatim lebih banyak, maka capaiannya lebih rendah,” ucapnya.
Hal itu terjadi, lanjutnya, bukan karena sosialisasi yang kurang. Faktornya, lebih banyak pada kesadaran masyarakat yang belum memanfaatkan manfaatnya BPJS. Pihaknya membutuhkan dorongan daripada lintas sektor agar yang belum sakit dan masih sehat bersedia menjadi peserta BPJS.
“Saat ini, kami sedang mengupayakan di beberapa tempat atau desa-desa, seperti Lamongan untuk mengejar UHC desa. Termasuk, mencoba pendekatan ke ponpes. Bagi desa yang sudah mencapai 95 persen, kita kasih sertifikat,” paparnya. (bm)