Gagal Panen Padi, Ribuan Petani di Kecamatan Rantau Bayur Menjerit

oleh -90 Dilihat
oleh
BUTUH PERHATIAN. Salah satu petani yang mengalami gagal panen.

Pemerintah tak Peduli Rakyat Kecil

BANYUASIN, PETISI.CO – Tercatat lebih dari 10.660 KK (Kepala Keluarga) tersebar di 21 desa di Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Sum-Sel, mengeluh karena menanggung rugi.  Semua ini disebabkan, pengelolaan sawah yang ditanami padi hasil panennya sangat buruk. Bahkan tidak sedikit petani yang mengalami gagal panen hingga mengalami kerugian jutaan rupiah perhektarnya.

Harun Shoar, warga Dusun Dua  Desa Tebing Abang Kecamatan Rantau Bayur ini mengaku, dari awal mengelola lahan sawahnya sangat susah.  Pertama modal buat makan pada saat garap sawah sangat minim, ditambah lagi harus beli benih padi yang mahal.

“Pupuk dan racun hama saat ini harganya melonjak tinggi. Modal untuk garap sawah sampai cocok tanam sekitar Rp 4.500.000 dalam satu hektarnya,” ujarnya Kamis (26/10/2017).

Apa lagi, kata  Harun, di tahun ini  mengalami kemarau yang sangat panjang, membuat padi di ladang banyak yang layu dan mati, karena air di sawah yang tadah hujan, sangat tergantung pada curah hujan.

Memang ada sebagian petani yang menyewa mesin pompa air untuk mengairi sawah mereka dari dampak kemarau tersebut.  Tapi, padi yang ditanam malah hasilnya  tidak memuaskan, saat kami mau panen, datang hama yang membuat padi seperti terbakar.

“Kalau sudah seperti ini, dimana  kehadiran pemerintah terhadap  nasip kami sebagai petani,” keluhnya.

Baca juga  http://petisi.co/ribuan-hektar-pertanian-padi-di-kecamatan-rantau-bayur-terancam-gagal-panen/

Ditambahkanya, saat panen,  petani mau tidak mau harus menyewa mesin panen padi Indo Combine Harvester, karena harus cepat. Kalau tidak demikian,  takutnya air di Sungai Musi meluap bisa mengakibatkan padi tenggelam.

Mesin panen padi Indo Combine Harvester yang didatangkan dari Provinsi Lampung bersama operatornya mematok tarif Rp 600 perak perkilogramnya. Dari biaya keseluruhannya, rata rata setiap hektarnya Rp 5 juta sampai Rp 6 juta. Sementara, Padahal hasil panen padi setiap hektarnya hanya mencapai 1,5 kuital sampai 2 kuintal.

Dari tingginya biaya pengelolahan sawah seperti disampaikan para petani kepada  petisi.co, pembelian bibit padi pupuk dan racun hama, bulum lagi biaya panennya ditotal, petani yang ada di Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin yang luas lahan persawahannya sekitar 25.000 hektar tersebut mengalami kerugian Rp 1 juta sampai Rp 2 juta perhektarnya.

“Jadi kami petani belum bisa bayar hutang pada toke (tengkulak) yang membeli padi hasil panen kami. Untuk harga jual gabah keringnya sekarang ini Rp 4000 sampai Rp 4300 per kilogramnya,” tegasnya.

Walaupun surplus usaha tani cukup prospekstif, sebagai contoh surplus usaha tani padi tanpa memperhitungkan lahan sebesar 61 %, namun pendapatan per kapita petani per tahun berkisar Rp 2.304.909 – Rp 2.684.865 (Rp 6.403 – Rp 7.458 per hari per kapita) atau dibawah $ 1 per hari, masih jauh dibawah garis kemiskinan, berdasarkan kreteria World Bank $ 2 per hari per kapita.‎

Dari dampak gagalnya panen seperti yang dialami petani pada tahun ini, tidak sedikit para petani alih profesi, tidak lagi bertani, mereka memutuskan tahun depan mencari pekerjaan lain. Karena selama menjadi petani  mereka selalu mengalami kerugian setiap tahunnya.

“Harapan kami para petani, supaya pemerintah memperhatikan nasip kami yang hampir 10.660 kepala keluarga tersebar di 21 desa di Kecamatan Rantau Bayur ini,” harap para petani.

Karena,  sejahuh ini belum ada perhatian serius dari pemerintah, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. “Kami selalu mengalami problem dalam pertanian, baik itu cara pengelolahan maupun penanggulangan hama pennyakit padi, UPTD pertanian maupun Penyuluhan Belum pernah datang ke tempat kami,” keluh petani.(roni)