Gugatan Polemik Bayi Tabung, Ahli Sebut Perjanjian Dokter dan Pasien Bersifat Isnpaning

oleh -134 Dilihat
oleh
Dr Budi Wiweko, Ketua Asosiasi bayi Tabung se Asia-Pasifik saat dihadirkan sebagai ahli

SURABAYA, PETISI.CO – Sidang pemeriksaan polemik bayi tabung klinik Ferina, milik dr Aucky Hinting masih berlanjut pemeriksaannya oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Sidang di ruang Candra PN Surabaya, Rabu (25/10/2017) kali ini digelar dengan agenda mendengarkan keterangan dua ahli. Mereka adalah Dr Budi Wiweko, Spog, Ketua Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri) dan DR. Ghansham Anand , SH, Mkn dari Ahli Perdata dari Unair Airlangga Surabaya.

Dalam keterangannya, ahli Budi mengatakan bahwa pasangan suami istri (pasutri) yang memiliki anak lahir normal boleh mengikuti program bayi tabung dengan catatan sudah dilakukan observasi-observasi yang menurut ketentuan, salah satunya observasi infertiitas.

“Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun,” terang pria yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi bayi Tabung se Asia-Pasifik ini.

Ditambahkan Ening Suwandari SH, MH, salah satu anggota tim kuasa hukum tergugat mengatakan sejak konsultasi yang dilakukan antara penggugat dengan dr Aucky sudah berjalan satu tahun lamanya.

“Sejak proses konsultasi hingga penandatanganan inform concern program bayi tabung sudah berjalan setahun lamanya, yaitu pada 12 November 2015, sedangkan pasien datang konsultasi sejak Desember 2014. Berarti kan sudah setahun jarak waktunya,” ujar Ening.

Masih Ening, kelayakan untuk lakukannya program bayi tabung tersebut didukung adanya revisi putusan MK. Yang awalnya putusan menyebutkan bahwa program bayi tabung hanya bisa dilakukan terhadap kelahiran anak kedua, namun kini sudah  dirubah bahwa program bayi tabung bisa dilakukan sejak pasien menginginkan anak pertamanya.

Sedangkan ahli Dr Ghamsham Anand menegaskan terkait perjanjian yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, yang disebut perjanjian Teraupetik bersifat perjanjian perikatan upaya (inspaning) bukan perikatan hasil.

Ia juga berpendapat dalam gugatan wanprestasi, pihak-pihak yang tidak terlibat tidak boleh ikut digugat. “Sangat tidak tepat apabila pihak yang tidak terlibat ikut digugat, terkecuali gugatan perbuatan melawan hukum,” ujarnya.

Bahkan ia berpendapat perjanjian terupeutik merupakan leg spesialis sehingga acuan yang digunakan adalah Undang-Undang Kedokteran serta ketentuan-ketentuan lainnya, seperti Permenkes, Peraturan-Peraturan lainnya.

“Hubungan antara dokter dan pasien bukan hubungan antara pengusaha dengan konsumen, sehingga yang dipakai bukan UU Perlindungan Konsumen. Apabila dicampur adukan antara gugatan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum jawabannya Obscur Libels,” tambahnya.

Terpisah, Ir Eduard Rudy Suharto, ketua tim kuasa hukum penggugat mengatakan bahwa keterangan ahli yang dihadirkan tergugat malah menguatkan dalil gugatan yang pihaknya ajukan.

“Makanya kami tidak bertanya lebih jauh, apalagi saksi perdata tadi menjelaskan kalau dalam hal ini, yang harus digugat adalah yang bersangkutan dalam perjanjian, jadi sudah jelas gugatan kami tepat arah, karena kami tidak menggugat orang lain selain daripada yang berkepentingan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai ketua DPC KAI Surabaya ini.

Untuk diketahui, gugatan terpaksa dilayangkan ke PN Surabaya karena tidak ada iktikad baik dari dr Aucky Hinting. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Surabaya ikut digugat karena diduga menyidangkan kode etik dr Aucky secara nonprosedural. “Klien kami hanya menuntut dr Aucky mengakui kesalahannya atas janji-janji palsunya secara tulus,” tambah Rudi. (kur)