Hasil Keputusan Ijtima Ulama IV, Ini Tanggapan Gus Haris

oleh -52 Dilihat
oleh
Gus Haris ketika menghadiri Ijtima Ulama IV.(ist)

SURABAYA, PETISI.CO – Deklarator PENA 98, Haris Budi Kuncahyo (Gus Haris) menanggapi beberapa opini publik terkait diskursus politik keagamaan yang menyangkut hasil Keputusan Ijtima Ulama IV yang dilaksanakan pada Senin (/8/2019) di Lorin Hotel, Sentul Sirkuit, Bogor.

Dia meminta semua pihak untuk mewaspadai hasil Ijtima Ulama. Sebab, kegiatan Ijtima Ulama IV tersebut berbeda dengan substansi utama dari awal munculnya Gerakan Umat Islam 212.

“Gerakan tersebut mirip separatis religius,” kata Gus Haris dalam siaran persnya kepada petisi.co, Rabu (7/8/2019). Gus Haris sendiri menjadi peserta aksi massa 212 ini dan peserta Ijtima Ulama IB di Lorin Hotel, Sentul Sirkuit, Bogor.

Karena itu, Gus Haris mengingatkan pada Pemerintah, MUI, tokoh NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis dan Hidayatullah agar lebih pro aktif mempertegas sikapnya, bahwasannya kegiatan Ijtima Ulama ke-4 yang baru saja diadakan bisa membahayakan persatuan dan kesatuan warga NKRI.

“Ada beberapa gagasan pemikiran yang diduga kuat akan berpihak kepada langkah langkah “separatisme religius”, yaitu poin 3.6, poin 4 dan poin 6,” ujar pria yang sedang menempuh Program Doktor Sosiologi Politik di Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Dijelaskan, pada poin 3.6 sudah terjawab dengan sila pertama dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan apa yang termaktub dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika dan Bendera Merah Putih tidak ada kalimat yang mengajarkan kesyirikan dalam perspektif Teologi Islam.

Bahkan, NKRI mayoritas didirikan oleh para ulama, para kiai. Sehingga kalimat NKRI Bersyariah itu jelas secara filologis hermeunetis bisa dimaknai sebuah keinginan mewujudkan Negara Agama atau Teokrasi, atau dalam bahasa lain bisa mengarah pada Negara Islam Indonesia (NII).

“Ini dapat membangun embrio perpecahan karena konsepsi Teokrasi dalam sejarah Islam tidak ada, yang ada adalah “teomorpis” yaitu masyarakat berketuhanan”, masyarakat beragama,” tandasnya.

Selanjutnya, pelembagaan ijtima’ ulama sebagaimana tertulis pada poin 4 dalam rapat terbukanya hendak merubah menjadi MPUII (Majelis Permusyawaratan Ulama Islam Indonesia). Keputusan ini hanya akan memperkuat pertikaian dengan MUI dan Umat Islam di tanah air.

Seharusnya, lanjutnya, mereka terus dengan ikhlas saling memberi nasehat dan sikap kesabaran untuk memberikan rekomendasi pada MUI. Hadirnya MPUII lebih berkonotasi melemahkan posisi MUI yang jelas mewakili keormasan Islam di Indonesia. MUI terdiri dari NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Hidayatullah, NW, dan lainnya.

“Sedangkan poin 6, berupa ajakan untuk mengkonversi keuangan umat Islam menjadi logam mulia (baca: logam emas, dinar dan dirham) juga akan menimbulkan rush money yang kurang bagus bagi iklim ketahanan keuangan dan  ekonomi syariah secara nasional,” tambahnya.

Karenanya, Gus Haris meminta untuk menghentikan poin 3.6 yang menyatakan Ayat Kitab Suci di atas Ayat Konstitusi; poin 4 institusionalisasi Ijtima’ Ulama yang akan menjadi MPUII; hingga ajakan untuk konversi keuangan menjadi logam mulia.

Suasana Ijtima Ulama IV yang dihadiri ratusan ulama dan alumni pergerakan 212.. (ist)

Siapakah yang berhak menghentikan?

Gus Haris menegaskan yang berhak menghentikan adalah Pemerintah RI dalam hal ini Presiden RI. Sebab, beberapa poin 3.6, poin 4 dan poin 6 tersebut akan berpotensi pada penguatan disparitas persatuan dan kesatuan umat Islam dan rakyat Indonesia.

“Perlunya pihak BIN, Kapolri dan Panglima TNI untuk memanggil panitia Ijtima Ulama mempertanggung jawabkan siaran persnya dan menjelaskan secara tertulis. Ini tidak bisa kita anggap kabar lewat saja untuk kepentingan keutuhan dan kedaulatan NKRI,” ucap alumni Ponpes Mahasiswa Luhur, Sumbersari, Kota Malang dan Salafiyah Panggung Tulungagung ini.

Dia meminta saatnya massa FPI, GNPF, massa GISS, PA 212, Hawariyun, SAPA, DDI da  eks HTI kembali berbaur bersama Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Hidayatullah dan Nahdlatul Ulama untuk bersama sama dengan lintas Agama dan lintas Kepercayaan yang syah di NKRI ini secara damai dan berpikiran konstruktif membangun dan mewujudkan Indonesia yang berperadaban, Indonesia Damai, Adil dan Indonesia Berkah.

Kegiatan Ijtima ulama IV dibuka oleh Habib Rizieq Sihab melalui Teleconfrence dari Makkah menghasilkan 8 (delapan) kesepakatan yaitu dengan berbagai pertimbangan para ulama dan tokoh nasional yang hadir, Ijtima Ulama IV memutuskan:

  1. Menolak kekuasaan yang zalim, serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut.
  2. Menolak putusan hukum yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.
  3. Mengajak masyarakat berjuang dan memperjuangkan:

3.1. Penegakan hukum terhadap penodaan agama , sesuai amanat undang-undang.

3.2. Mencegah bangkitnya ideologi markisme, komunisme dalam bentuk apapun.

3.3. Menolak semua perwujudan kapitalisme dan liberalisme seperti penjualan aset negara kepada setiap orang aseng.

3.4. Pembentukan tim investigasi tragedi pemilu 2019.

3.5. Menghentikan agenda pembubaran ormas islam dan menghentikan kriminalisasi ulama. Serta memulangkan Habib Rizieq Shihab tanpa syarat apa pun.

3.6. Mewujudkan NKRI yang syariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi.

  1. Perlunya ijtima ulama dilembagakan sebagai wadah musyawarah antara habaib dan ulama serta tokoh untuk terus meningkatkan kemaslahatan agama, bangsa dan negara.

5.Perlunya dibangun kerja sama antara ormas Islam dan politik .

  1. Menyerukan kepada umat Islamuntuk mengonversi simpanan dalam bentuk logam mulia.
  2. Membangun sistem kaderisasi sebagai generasi penerus Islam yang tangguh dan berkualitas.

8.Meminta perhatian khusus terhadap isu dan masalah substansial tentang perempuan, anak dan keluarga melalui berbagai kebijakan dan peraturan yang tidak bertentangan dengan agama dan budaya. (bm)