Jaksa Hadirkan Tiga Saksi Fakta

oleh -37 Dilihat
oleh

Sidang Lanjutan Perkara Penipuan Tanah di Malang

SURABAYA, PETISI.CO  – Tiga saksi fakta dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso dari Kejari Surabaya pada sidang lanjutan perkara penipuan sertifikat tanah seluas 1934 M2 di Claket Malang, yang melibatkan Henry Jocosity Gunawan sebagai terdakwa, Kamis (5/10/2017).

Sidang di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ini, digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi fakta.

Tiga saksi itu adalah, notaris Caroline C Kalampung (pelapor), Sumartiningsih dan Rahmawati, keduanya staf yang bekerja di kantor Caroline.

Dalam keterangannya, Caroline merasa terjepit dengan adanya somasi yang dikirimkan Sudiman Sidabuke, kuasa hukum Hermanto selaku pemilik SHGB bernomor 66 Claket Malang, yang isinya meminta dirinya mengembalikan SHGB tersebut kepada Hermanto.

“Pak Sudiman Sidabuke meminta saya mengembalikan SHGB dalam waktu tujuh hari setelah somasi diterima. Saya bingung, karena SHGB itu dipinjam oleh Yuli Ekawati, karyawannya pak Henry J Gunawan dan sampai sekarang belum dikembalikan. Akhirnya saya melapor ke polisi,” ujar Caroline.

Saksi juga mengisahkan secara detail proses perpindahan tangan SHGB tersebut dari Hermanto kepada dirinya yang akhirnya berada di pihak Henry.

Awalnya, SHGB tersebut atas nama almarhum Sutanto lalu pada 2006 ada transaksi jual beli dengan PT Gala Bumi Perkasa (GBP) yang saat itu direkturnya dijabat oleh Raja Sirait.

Pada April 2010, Yuli Ekawati mengaku atas suruhan Henry menelepon Caroline yang menginformasikan bahwa tanah di Claket Malang tersebut mau dijual. Namun oleh Caroline dijawab tidak bisa, karena masih ada pengikatan jual beli dan kuasa jual.

“Saya menjawab SHGB harus dibalik nama atas nama ahli waris terlebih dahulu. Lalu beberapa hari, pak Henry sendiri yang menelepon saya dan mempertanyakan mengapa tanah tersebut tidak bisa dijual dan meminta saya untuk mencarikan cara agar tanah tersebut bisa dijual. Saat itu pak Henry mengaku membutuhkan uang,” terang Caroline.

Lalu, menindak lanjuti ‘perintah’ Henry tersebut, akhirnya Caroline menawarkan cara untuk mengalihkan kuasa jual atas SHGB tersebut. Hal itu disetujui, akhirnya SHGB tersebut oleh PT GBP dialihkan kuasa jualnya kepada Hermanto. Ada tiga akte atas proses tersebut yang ditandatangani antara Raja Sirait dengan Hermanto, pada 13 April 2010.

“Tiga akte itu bernomor 5,6 dan 7 soal pengalihan kuasa jual. Yang isinya PT GBP mengangkat kuasa yang dimiliki kepada Hermanto dengan nilai sebesar Rp 4,5 miliar,” ujar Caroline.

Selang beberapa lama proses itu berlangsung, Yuli Ekawati kembali menelepon saksi untuk meminjam SHGB yang saat itu dipegang oleh Hermanto. Lagi-lagi, Yuli mengaku diperintah oleh terdakwa.

“Alasan Yuli meminjam SHGB untuk pengurusan perpanjangan ijin yang setahun kedepan sudah hampir habis masanya, tepatnya 12 April 2011 ijin SHGB itu habis. Lalu saya membantu Yuli menghubungi Hermanto dan menyampaikan maksud tersebut. Singkat cerita, akhir Mei 2010 Hermanto lalu menitipkan SHGB tersebut kepada saya,” beber Caroline.

Setelah SHGB ditangan Caroline, lalu Caroline kembali menghubungi Yuli. Dijawab Yuli, SHGB tersebut bakal diambil pihaknya dengan memerintah Asrori. Lah, setelah SHGB tersebut diambil Asrori dari kantor Caroline, hingga sekarang SHGB tersebut tidak pernah kembali ke Hermanto hingga akhirnya Hermanto mengirim somasi kepada Caroline untuk meminta kembali SHGB nya.

“Saat saya tanya keberadaan SHGB tersebut ke Yuli, selalu dijawab masih proses pengurusan. Padahal sesuai pengalaman saya, waktu yang dibutuhkan untuk proses perpanjangan ijin hanya 5-6 bulan sudah selesai. Saya selalu mendesak mempertanyakan keberadaan SHGB tersebut, namun sia-sia, jawabannya selalu sama,” terang Caroline.

Saat ditanya jaksa, apakah saksi Caroline sempat menayakan hal itu kepada terdakwa. Saksi mengaku tidak pernah.

“Maaf, saya takut dimarahi oleh pak Henry kalau sering telepon dan menanyakan hal-hal kecil. Karena saya pernah dimarahi soal itu dan mengalihkan urusan kepada Yuli,” ujar saksi.

Karena takut dilaporkan dan desakan somasi Sudiman Sidabuke yang diterimanya itu, akhirnya pada 2016 saksi nekat untuk mendatangi Henry di kantornya yang terletak di kawasan Putat Surabaya.

“Saat saya datangi, pak Henry mengaku tanah tersebut telah dijual dan bakal diganti aset lain dan sejumlah uang. Namun hal itu tidak direalisasikan. Akhirnya saya melapor, karena nyawa saya saja tidak cukup untuk menganti aset Hermanto,” tambah saksi.

Sedangkan dua saksi lain, memberikan keterangan bahwa dirinya mengetahui proses peminjaman SHGB tersebut oleh Asrori. Sedangkan sebelumnya, penasehat hukum terdakwa mengatakan tidak ada uang yang diterima dari Hermanto atas status pengalihan kuasa jual tersebut.

Atas perbuatannya, oleh jaksa, terdakwa dijerat pasal 378 tentang penipuan. Terdakwa sempat ditahan pada saat proses pelimpahan tahap II di kantor Kejari Surabaya.

Dan dialihkan status penahanannya oleh majelis hakim PN Surabaya, dari tahanan rutan menjadi tahanan kota. Sidang dilanjutkan pekan depan masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. (kur)