Keluarga Berperan Penting Cegah Kekerasan Pada Anak

oleh -48 Dilihat
oleh
Istri Gubernur Jawa Timur Hj Nina Soekarwo foto bersama pemenang Festival Tangkis Community di Pakuwon Trade Center Surabaya

 SURABAYA, PETISI.COMaraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak menjadi keprihatinan bersama. Dalam hal ini, keluarga dinilai memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya kasus.

“Keluarga adalah pendidikan pertama dan utama khususnya para ibu, karena pendekatan yang sangat baik justru utamanya dilakukan di rumah,” terang istri Gubernur Jawa Timur, Dra. Hj. Nina Soekarwo, M.Si saat membuka acara Grand Final Tangkis Community Competition 2017 di Atrium Pakuwon Mall Surabaya, Minggu (10/12/2017).

Bude Karwo, sapaan lekat istri Gubernur Jatim ini menjelaskan, dari fenomena kekerasan pada anak-anak yang terjadi selama ini, pelakunya rata-rata pernah mengalami kekerasan. Selain itu, sebagian pelaku berasal dari keluarga tidak harmonis. “Dari hal seperti ini jelas peran keluarga sangat penting,” terang Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jatim ini.

Selain peran keluarga, lanjut Bude Karwo, pendidikan agama dan masalah etika kepada anak menjadi sangat penting. Tak hanya itu, orang tua harus melakukan kontrol dan pengawasan terhadap perilaku anak-anak, termasuk mengetahui dimana mereka bermain dan apa yang mereka baca dari internet dan buku. “Satu lagi yang harus dicermati adalah adanya good will dari pemerintah terhadap hukuman tegas bagi pelaku  kekerasan pada anak,” jelasnya.

Menurut Bude Karwo, fakta nasional menyebutkan Indonesia menempati urutan teratas dalam dunia maya terkait kasus kejahatan seksual anak/child abuse material dari negara-negara di dunia. Sementara data dari Yayasan Parinama Astha menyebutkan sebanyak 70 persen video kekerasan dan pornografi terhadap anak diunggah dari Indonesia.

Menurutnya, banyak faktor penyebab munculnya kekerasan pada anak. Faktor pertama, keluarga tidak harmonis menimbulkan rasa kurang kasih sayang sehingga melampiaskan kepada orang lain. Kedua, kontrol dan pengawaasan terhadap anak kurang baik di dalam maupun luar rumah termasuk sekolah.

Faktor ketiga adalah penggunaan media televisi, internet dan buku yang tidak terkontrol khususnya yang menampilkan tayangan, gambar yang tidak boleh dilihat anak-anak. Selanjutnya,  adanya pengaruh lingkungan yakni di tengah kehidupan serba bebas baik dalam berperilaku, bergaul dan berpakaian dan yang terakhir kurangnya pendidikan moral dan agama.

Selain kelima faktor tersebut, lanjutnya, permasalahan lain adalah law enforcement atau lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak.  Selain itu, perlindungan anak belum menjadi isu penting dalam pembangunan dan masih kalah dengan isu politik.

Masalah lainnya adalah selama ini mindset pembangunan lebih dominan pada pembangunan ekonomi/fisik daripada pembangunan non fisik/sosial. “Untuk itu masalah perlindungan anak harus jadi isu penting dan ada prioritas pembangunan baik fisik maupun non fisik,” tegasnya.

Untuk itu, Bude Karwo memberikan apresiasi tinggi terhadap penyelenggaraan acara ini sebagai langkah nyata dan bentuk keprihatinan atas kasusnya kekerasan pada anak. Langkah ini sekaligus sebagai implementasi Inpres Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (GNAKSA).

Di akhir sambutannya, Bude Karwo berharap dukungan dan peran semua pihak untuk mencegah kasus kekerasan seksual pada anak. “Pemerintah tidak mampu bekerja sendiri, di tangan bapak ibu lah kami berharap dapat mengedukasi masyarakat di sekitar untuk lebih peduli,” terangnya.

Sementara itu, Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Valentina Gintings mengatakan, ada sekitar 2.451 anak yang mengalami kekerasan baik fisik maupun verbal, dan anak usia 6-12 tahun yang mengalami kekerasan berjumlah sekitar 4 ribu anak.

Menurutnya, hasil survei Tahun 2017 menyebutkan prevalensi kekerasan anak sangat tinggi, dimana 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik maupun seksual.

Untuk itu, ia berharap kerjasama dan peran semua pihak untuk mengatasi masalah kekerasan pada anak-anak. Ia juga berharap keberadaan komunitas-komunitas yang peduli kekerasan anak ini bisa menginspirasi orang-orang di sekitarnya untuk lebih peduli. “Kalau kita bisa melindungi anak-anak, kita bisa menjamin masa depan bangsa ini karena mereka adalah generasi penerus bangsa,” pungkasnya. (cah/hms)