Lagi-lagi Pemerintah Tidak Serius Menangani Pasar

oleh -72 Dilihat
oleh

Oleh : Hafid Hamsah*

 Problema terkait dengan pasar modern masih saja menjadi momok yang menakutkan bagi pedagang kelontong.

o0o

Padahal, menurut Peraturan Presiden (PP) no. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern dan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 23 tahun 2008 tentang  Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, dari salah satu aturan yang tertuang tersebut mengatur tentang zonasi jarak antara pasar tradisional dan toko modern.

Di Jawa Timur, Peraturan Gubernur (Pergub) juga telah mengatur tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern. Peraturan tersebut tertuang pada Pergub no.3 tahun 2008.

Akan tetapi, masih banyak aturan-aturan yang terbengkalai dan bisa dikatakan diabaikan oleh pemerintah daerah, karena terbukti dalam Perpres, Permen, maupun Pergub tentang penataan, perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan modern diabaikan.

Beberapa contohnya yang sering dilanggar oleh toko modern adalah zonasi, berdirinya toko modern banyak yang tidak mengacu pada RTRW ataupun RDTR pada daerah tersebut.

Disisi lain, berdirinya toko modern banyak juga yang tidak menyediakan parkir memadai, sehingga di kawasan padat menjadi kemacetan, karena keluar masuknya pembeli dari toko modern.

Yang paling sering diabaikan, juga terkait waktu oprasional toko modern. Menurut aturan yang sudah ada jam oprasional maksimal pukul 22.00 untuk hari Senin-Jum’at, Sabtu-Minggu pukul 23.00. Akan tetapi realita di lapangan masih banyak sekali yang masih buka 24 jam.

Dan masih banyak daerah-daerah di Jawa Timur belum membuat aturan sebagai turunan dari Perpres, Permen, dan Pergub yang sudah ada, sehingga menjamurnya toko modern di daerah-daerah.

Banyaknya aturan yang dilangar oleh pengusaha toko modern yang berimplikasi terhadap toko klontong di area tersebut, serta pasar tradisional, pemerintah sampai saat ini belum mempunyai keseriusan untuk menangani problema ini. Sehingga seakan adanya bola salju yang suatu saat akan meletus.

Pemerintah terlihat hanya garang pada PKL, akan tetapi pada pengusaha toko modern, pemerintah seakan “cengeng” sekali.

Ditambah lagi persolan yang belum selesai sampai saat ini adalah kekosongan Direktur Utama PD Pasar Surya, yang menjadikan keresahan pedagang karena kekosongan pimpinan.

Sudah beberapa bulan ini Pemerintah Kota Surabaya melakukan upaya untuk perekrutan Dirut dan beberpa jajaranya. Akan tetapi selalu gagal, hal tersebut sudah dilakukan sampai dua kali, akan tetapi tidak membuahkan hasil yang baik.

Padahal sudah hampir Rp 500 juta biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surabaya yang notabane nya itu adalah uang rakyat.

Memang, tidak tabu lagi, ketika badan usaha daerah menjadi rebutan bagi pengambil kebijakan untuk menempatkan orangnya guna memimpin Perusda yang ada.

Kami dari Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) meminta Pemerintah Kota Surabaya harus arif dan bijaksana dalam mencari figur yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan PD Pasar Surya.

Karena, menurut pengamatan kami, ada beberapa yang harus dibenahi dari sebuah sistem organisasi dari PD Pasar Surya. Diataranya yang sering menjadi keluhan masyarakat adalah tentang kebersihan, penataan pedagang yang kurang begitu baik, serta fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang keamanan dan kenyamanan para konsumen.

Kami berharap sekali kepada Pemerintah Kota Surabaya agar mempunyai solusi yang terbaik, dan kami juga akan mendesak para dewan agar turut mengawasi proses ini.

Karena kami mengagap dewan sukanya hanya gertak-gertak sambal dari problema yang terjadi selama ini, tanpa ikut andil dalam mengawal sampai tuntas sebuah persoalan.

Kami akan mengawal problema ini, sehingga solusi yang solutif didapatkan dan kekosongan kepemimpinan ini bisa terisi. Sehingga keresahan-keresahan yang dialami oleh pedagang tidak muncul lagi, sehingga roda perekonomian mampu berputar dengan optimal.(#)

*)penulis adalah Sekertaris Jendral Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) dan aktivis HMI Surabaya