Masyarakat Desa Adat Bali Dirikan Baliho Baru Serentak

oleh -511 Dilihat
oleh
Masyarakat Desa Pakraman Intaran berbondong-bondong mengangkat baliho.

Lawan Penurunan Paksa Baliho Tolak Reklamasi

DENPASAR, PETISI.CO – Penurunan paksa baliho tolak reklamasi Teluk Benoa di beberapa daerah, seperti baliho milik STT. Dharma Bakti di Melaya karena dikualifikasikan sebagai ormas, baliho di wilayah Desa Adat Denpasar milik Gabungan Anak Imam Bonjol (GAIB) diturunkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, serta baliho milik Desa Adat Legian yang raib, menuai perlawanan dari masyarakat adat Bali.

Baliho-baliho tolak reklamasi tersebut diturunkan paksa dan raib pasca keluarnya instruksi dari Polda Bali untuk membersihkan baliho-baliho ormas. Adanya penurunan paksa baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa oleh aparat Kepolisian dan perusakan baliho pasca instruksi dari Polda Bali semakin menegaskan, jika praktek pembungkaman terhadap aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa rakyat Bali tidak pernah berhenti.

Menyikapi pemberangusan baliho aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa sekaligus bentuk respon dan perlawanan terhadap pemberangusan tersebut, desa-desa adat/pakraman di Bali kembali melakukan pemasangan baliho secara serentak dalam satu hari pada Minggu (5/2/2017) pagi, di Desa Pakraman Kesiman dan puncaknya berakhir sore hari di Desa Pakraman Intaran, Sanur.

8 Desa Pakraman yang tersebar di 3 kabupaten/kota di Bali yakni Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupten Karangasem secara serentak mendirikan baliho Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Baliho penolakan reklamasi Teluk Benoa tersebar di 39 satu titik di delapan Desa Adat, diantaranya adalah Desa Pakraman Kesiman, Pasedahan, Kepaon, Kuta, Denpasar, Sumerta, Renon dan Intaran.

Di Kesiman, pemasangan baliho dilakukan di setidaknya di 3 lokasi oleh pemuda dari Desa Pakraman Kesiman, salah satunya di perempatan Tohpati, Kesiman. Beberapa hari sebelumnya, ditempat yang sama, dengan alasan sudah rusak, baliho tolak reklamasi Teluk Benoa milik Desa Pakraman Kesiman diturunkan oleh Kepolisian.

“Padahal kita tahu kalau baliho di perempatan Tohpati tidak rusak, polisi tidak hanya menurukan baliho, tapi secara paksa juga bendera tolak reklamasi,” ujar Genuk Rudita.

Karena baliho telah dianggap rusak, oleh polisi lalu diturunkan, akhirnya atas sepengetahuan Desa Pakraman, para pemuda Kesiman kembali mendirikan baliho sekaligus menambah jumlah titik pemasangan baliho.

Forum Pemuda Karangasem yang baru mendirikan baliho.

“Penurunan baliho kami terjadi setelah adanya instruksi dari Polda untuk membersihkan baliho ormas, tapi anggaplah benar baliho kami rusak walaupun kami tahu tidak rusak. Untuk menyikapi itu, kami memasang kembali baliho yang baru untuk terus meminta reklamasi Teluk Benoa dibatalkan,” ujarnya.

Solidaritas perlawanan terhadap penurunan paksa baliho juga datang dari Desa Adat Pasedahan. Di bawah guyuran hujan, warga Desa Adat Pasedahan mendirikan baliho tolak reklamasi Teluk Benoa dan dipimpin langsung oleh Bendesa Adat Pasedahan.

“Di Desa Adat Kami memang tidak ada penurunan paksa, pendirian baliho di Pasedahan sebagai solidaritas perlawanan terhadap penurunan paksa baliho tolak reklamasi Teluk Benoa di desa adat yang lain,” ujar Komang Subagiarta, warga Desa Adat Pasedahan.

Di Karangasem, Forum Pemuda Karangasem juga bersolidaritas melawan penurunan paksa baliho, mereka mendirikan baliho penolakan reklamasi Teluk Benoa di wilayah Jalur 11, Jalan Veteran Karangasem.

Pada waktu yang sama, perlawanan atas penurunan paksa baliho juga dilakukan oleh Desa Adat Kepaon. Di Desa Adat Kepaon, mereka sudah lebih dari 15 kali menjadi korban perusakan dan penurunan paksa baliho tolak reklamasi.

Sebagai Desa Adat yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa, Desa Adat Kepaon beserta desa-desa sekitarnya adalah wilayah yang terdampak langsung jika reklamasi dipaksakan. “Pemberangusan kebebasan berekspresi tidak boleh dibiarkan, jika dibiarkan  pemberangusan aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa akan terus berlanjut dan lagi-lagi rakyat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa menjadi korban,” ujar I Wayan Widarma.

Di Denpasar, penurunan paksa baliho tolak reklamasi Teluk Benoa milik Gabungan Anak Imam Bonjol mendapatkan perlawanan dari Desa Pakraman Denpasar. Kompiang Astika, Koodinator pemasangan baliho di Desa Pakraman Denpasar menjelaskan, pendirian baliho Desa Pakraman Denpasar Tolak Reklamasi Teluk Benoa di perempatan Jalan Imam Bonjol-Teuku Umar juga untuk menggantikan baliho milik GAIB (Gabungan Anak Imam Bonjol) Tolak Reklamasi yang diturunkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Baliho GAIB diturunkan dan digeletakkan begitu saja di bawah tanpa berkoordinasi dengan kawan kami di Imam Bonjol. Jadi sebagai bentuk perlawanan kami terhadap penurunan paksa baliho tersebut, kami pasang baru baliho Desa Pekraman Denpasar Tolak Reklamasi Teluk Benoa,” ujarnya.

Desa Pakraman Denpasar mendirikan 4 baliho di 4 titik di wilayah Desa Pakraman Denpasar, diantaranya 3 baliho berukuran 3×4 meter di depan puri pemecutan (perempatan Jalan Imam Bonjol-Thamrin, di Banjar Alangkajeng (Jalan Hassanudin) dan di Banjar Titih (perempatan Jalan Gajah Mada-Sumatra), serta 1 baliho berukuran 3,5×4 meter di Jalan Imam Bonjol-Teuku Umar.

Desa Pakraman Intaran yang terletak di wilayah Sanur menjadi puncak pemasangan baliho dari seluruh wilayah yang ada  di Bali. Di bawah cuaca mendung warga Desa Pakraman Intaran turun ke jalan memasang baliho penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa.

Sebelum melakukan pemasangan baliho tersebut dilakukan di perempatan McD, Sanur, mereka melakukan longmarch dari wantilan Desa Pakraman Intaran dengan diiringi oleh gamelan baleganjur dan tarian celuluk. Pemasangan baliho tersebut juga sebagai puncak pemasangan dari total 9 baliho yang mereka pasang.

Bendesa Pakraman Intaran, Anak Agung Kompyang Raka yang memimpin langsung pemasangan baliho tersebut menyatakan pemasangan baliho sebagai bentuk konsistensi terhadap perjuangan menjaga alam Bali. “Ini adalah salah satu bentuk kegiatan masyarakat dalam penolakan reklamasi Teluk Benoa,” tuturnya.

Bagaimana bila diturunkan oleh pihak kepolisian? “Kami sudah mendengar itu. Tetapi harus diingat, ini bukan ranahnya. Kami di desa adat mempunyai otonom, yang mana dalam palemahannya kami berhak mengatur, menjaga terhadap bentuk penolakan kami dan ini kami wujudkan dengan pemasangan baliho,” jawabnya.

Kompyang Raka juga menegaskan, siapa pun yang ingin merusak atau menurunkan baliho, maka pihaknya bersama warga setempat akan mempertahankannya.

Pada waktu yang bersamaan, secara serentak di beberapa titik di Denpasar dan Badung juga sedang dilakukan pemasangan baliho penolakan reklamasi Teluk Benoa, diantarnya di Desa Adat Kuta mendirikan tiga belas baliho, Pakraman Renon mendirikan 3 buah baliho, Desa Pakraman Sumerta mendirikan 2 baliho. Selain dari desa adat, solidaritas perlawanan terhadap upaya pemberangusan baliho tolak reklamasi teluk benoa juga dilakukan oleh Forum Pemuda Payangan Gianyar dan Forum Pemuda Karangasem. (kev)

No More Posts Available.

No more pages to load.