Mendaki Puncak Bukit Bedugul, Telusuri Makam Raden Hasan

oleh -900 Dilihat
oleh
Bukit Bedugul dilihat dari kejauhan

Perjalanan Religi Bersama Cak Woto

 TABANAN, PETISI.CO – SEWAKTU mendengar, bahwa di atas puncak Bukit Bedugul, Kabupaten Tabanan Provinsi Bali dikabarkan ada  makam seorang Waliyulloh, spontan  tergerak untuk datang ke sana dengan niat menelusuri keberadaan makam tersebut.

Bersama dua  orang kawan, akhirnya meluncur ke Bedugul guna memastikan kabar yang membuat penasaran.

Karena yang dituju bukit Bedugul di Kabupaten Tabanan, selepas Pelabuhan Gilimanuk, mengambil  rute lewat Singaraja. Setelah melalui jalan berkelok-kelok dan naik turun yang cukup curam, akhirnya sampai juga di kawasan Bedugul yang dikenal masyarakat luas sebagai  obyek wisata danau itu.

Tapi tujuannya bukan melihat danau, melainkan menuju bukit atau gunung yang berada di wilayah Bedugul.

Mengingat tiba di Bedugul sekitar pukul 17.00 (5 sore) waktu Bali, langkah pertama diputuskan mencari penginapan. Ternyata di kawasan wisata ini tidak sulit untuk mendapatkan penginapan yang bertarif standar.

Setelah beristirahat sejenak serta sholat magrib, langkah kedua mencari informasi tentang bukit Bedugul. Seorang warga setempat menunjuk sebuah gunung sambil berucap, “Itu Bukit Bedugul.” Ternyata tidak jauh dari lokasi penginapan.

Selanjutnya, mencari  rumah juru kunci makam. Tidak begitu sulit mencari rumah sang  kuncen makam, saat itu bisa ketemu bernama Pak Faridin. Lantas disampaikanlah rencana pendakian ke atas Bukit Bedugul untuk bisa mencapai cungkup makam keramat yang menurut versi Pak Faridin bernama Syech Maulana Reden Hasan.

Pak Kuncen menyarankan agar mendaki pagi hari esoknya, lantaran untuk pendaki pemula sampai di puncak bukit minimal membutuhkan waktu 3 jam.

“Sebaiknya naik besok saja pagi-pagi,” saran Pak Faridin. Tapi sayangnya, waktu itu Pak Faridin dengan berat hati tidak bisa mendampingi pendakian karena bersamaan ada hajatan famimilinya di Denpasar. Pengganti sebagai petunjuk jalan keponakannya.

Seperti yang direncanakan, sekitar pukul 07.00 pagi waktu setempat, pendakian dimulai. Kami bertiga  dengan pemandu jalan memulai pendakian.

Untuk bisa mendaki puncak bukit Bedugul harus melewati areal Kebun Raya Bedugul. Awalnya terasa biasa, namun sekitar 15 menit perjalanan sudah terlihat tantangan yang cukup berat. Pasalnya suasananya benar-benar masih hutan belantara. Waktu itu pikiran pas saja dan pasrah kepada Allah SWT dan selalu wirid doa keselamatan kepada-Nya.

Semakin naik, medan semakin ekstrim lantaran kemiringan pendakian ada yang hampir 85 derajat. Untungnya pada kemiringan ekstrim itu sudah tersedia tali untuk pegangan. Dalam hati, jamaah peziarah sangat sulit bisa mencapai puncak sebab jalurnya cukup berat, apalagi jamaah wanita sangat sulit sekali bisa melampau jalur tersebut.

Ketika  istirahat kecapekan dalam pendakian, mendapat petunjuk gaib yang intimya agar  sabar dan yakin mampu melampaui pendakian hingga sampai ke puncak. Pesan gaib lainnya yang tidak kalah penting, selama perjalanan pendakian tidak boleh guyon dan bicara yang tidak pada tempatnya.

Pesan gaib ini benar-benar harus  diamalkan. Syukur alhamdulillan pukul 10.05 berhasil sampai di cungkup makam Syech Maulana Raden Hasan.

Setiba di cungkup makam, kami wudhu dengan air hujan yang ditampung di tong. Air bersih yang tersedia satu satunya dari air hujan dan embun. Usai berwudhu,  istirahat sejenak lantas masuk ke cungkup makam dan bertawasul. Sekitar 30 menit kemudian, ada aura positif datang menghampiri kami.

Terjadilah dialog batin antara kami dengan aura positif  selama hampir 15 menit.

”Yang rawuh tadi mengaku bernama Raden Hasan, masih keturunan seorang pembesar kerajaan Islam di Jawa Tengah, ini makam beliau,” tutur Sumarja seorang dari kami. Selain pesan itu,  Murdiyanto kawan satunya menerima petunjuk yang isinya agar dengan ikhlas mau mengganti nisan makam Raden Hasan dengan nisan yang baru, dimana bentuknya mirip  dengan nisan seorang sultan di Jawa Tengah.

Sebenarnya banyak pesan atau nasehat dalam kontak gaib tersebut, namun tidak bisa dijlentrehkan semua di tulisan ini. Sebagian besar dawuh mengenai soal tauhid yakni ketakwa’an dan keimanan kepada Allah SWT. Ada juga ‘info’ mengenai makhluk tidak kasad mata, diantaranya dua ekor harimau putih. Binatang gaib ini konon penjaga bukit Bedugul.

Ikhtiar dan perjuangan mendaki bukit Bedugul bersama kedua kawan spiritual membawa hasil. Mendapat petunjuk perihal jati diri makam keramat bukit Bedugul. Bagi kami petunjuk tersebut sangat diyakini, meski demikian tidak memaksakan kepada orang lain untuk meyakininya.

Hasil kontak gaib tersebut atau kontak batin bukanlah sesuatu fakta yang harus diyakini atau diakui kebenarannya oleh orang lain. Mengingat kemampuan dan keyakinan sertiap orang tidak sama, sehingga tiap individu mempunyai hak pribadi untuk menilai atau berpendapat sesuai kemampuannya masing-masing.

Cak Woto bersama kawan sudah sampai di cungkup makam Raden Hasan

Yang terpenting, perjalanan spiritual menelusuri  makam keramat puncak bukit Bedugul  di Pulau Dewata yang saat ini sedang dipopulerkan salah satu makam   “Wali Pitu Bali“  ini sudah mendapatkan jawabannya. Tentunya jawaban dimaksud hanya untuk kami, pelaku spiritual di Padepokan Lintang Songo.

Bagi kami, istilah Wali Pitu Bali  yang telah dipopulerkan dan telah diziarahi oleh banyak orang, khususnya dari Jawa biarlah mengelinding.

Perjalanan spiritual di makam waliyullah tersebut juga telah mendapatkan hasil yang tentunya untuk kepentingan pribadi. Sebagai catatan, saat  bertawasul di makam  keramat tersebut, berhasil kontak gaib sehingga dapat petunjuk perihal jati diri sosok yang bersemayam di makam itu.

Pak Faridin sang juru kunci mengaku mendapat petunjuk namanya Syech Maulana Raden Hasan. Sedangkan kami dari hasil dialog gaib mendapat nama Raden Hasan.

Sementara secara dhohir, pandangan mata  ketika mengamati cungkup makam keramat Bukit Bedugul terlihat sangat sederhana. Sempat kagum terhadap orang muslim yang sudih membangun cungkup makam tersebut.

Menurut Pak Faridin sang juru kunci, menuturkan terwujudnya cungkup makam di puncak Bukit Bedugul berkat ridho Allah SWT.

Tentunya perjuangan manusia dibutuhkan agar pembangunan cungkup itu terwujud. Sehingga dibutukan keikhlaskan siapa saja yang hendak bertawasul di makam Raden Hasan, mau menyangking pasir dikantong plastik dari bawah bukit hingga puncak.

“Hal itu tergantung keikhlasan peziarah, yang merasa mampu Insya Allah mau membawa pasir itu meski hanya satu kantong plastik  yang beratnya sekitar 3 Kg,” kata Pak Faridin.

Selain pasir juga ada batu bata yang sudah diikat dengan tali rafia berjumlah 4 batang setiap satu ikatan. Demikian juga dengan semennya dipak sedikit-sedikit.

“Khusus untuk semen yang membawa kami, karena sampai di atas harus cepat dipakai supaya tidak mengeras,” tutur Pak Faridin yang mengaku dalam seminggu bisa 3 hingg 4  kali naik ke puncak sambil membawa materialan untuk membangun cungkup makam.(suwoto)