Perpadi Konsolidasi Pengembangan Komoditas Beras

oleh -56 Dilihat
oleh
- Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (PERPADI) melakukan konsolidasi kepengurusan serta diskusi Ketahanan Pangan Nasional

BANYUWANGI, PETISI.CO – Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (PERPADI) melakukan konsolidasi kepengurusan serta diskusi Ketahanan Pangan Nasional terkait komoditas beras yang cukup menjadi perhatian masyarakat akhir – akhir ini.

Konsolidasi yang dilaksanakan di eL Royale Hotel dan resort, Rabu (26/7) tersebut bertemakan srategi pengembangan komuditas beras di Jawa timur dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia.

Konsolidasi dihadiri langsung oleh Irjen. Pol. Drs Setyo Wasisto, SH., Deputi II Kemenko Perekonomian, Staff Kantor Kepresidenan, Direktur Pengadaan Perum Bulog Pusat, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kementan.

Dalam sambutanya, Ketua Umum PERPADI Ir Sutarto Alimoeso, MM mengatakan,  anggota PERPADI tidak perlu risau dan resah akan berbagai persoalan yang berkembang akhir – akhir ini, kita akan melakukan sosialisasi dan pendampingan secara bersama-sama kepada seluruh anggota melalui peran serta DPP (Dewan pengurus pusat), DPD (Dewan Pengurus daerah) dan DPC (Dewan Pengurus Cabang) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Beras merupakan komoditas strategis yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. oleh karena itu Perpadi turut mendukung program pemerintah terkait stabilitas harga pangan kususnya beras.

Sebagai organisasi pengusaha penggilingan padi, Perpadi harus menjadi barometer terciptanya stabilisasi harga beras di pasaran, selain untuk terciptanya ketahanan pangan nasional. Peran penting pengilingan padi terutama para pelaku usaha Perberasan selama ini sangat menentukan  dalam menstabilkan harga beras nasional.

Keberhasilan tersebut  dikarenakan adanya kerjasama Antara Satgas Pangan RI, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Perpadi. Sinergi antara penentu kebijakan tersebut dan pelaku dilapangan terbukti berhasil menstabilkan komoditas beras selama beberapa periode.

Namun akhir-akhir ini ada hal yang mengusik sinergi tersebut, hal itu disebabkan adanya multi tafsir atas peraturan  mentri perdagangan Nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 tentang penetapan harga eceran tertinggi. Penetapan harga ecera tertinggi (HET) beras tidak sesuai dengan keadaan di lapangan yang menyebabkan pengusaha atau penggilingan padi tidak berani membeli gabah atau beras di atas HET yang telah ditetapkan, karena tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Hal ini diperparah dengan adanya penindakan langsung oleh aparat, yang  dapat menimbulkan kondisi yang tidak kondusif bagi tata niaga beras di Indonesia sehingga dapat merugikan para pelaku perberasan  mulai dari petani , penggilingan padi , pedagang beras, dan konsumen.

Perpadi berharap hal ini dapat diatasi dengan segera, dan Aparat agar lebih bijaksana dalam mengambil tindakan kepada para stake holder perberasan.

Pada intinya, para stake holder perberasan yang dinaungi oleh Perpadi mendukung pemerintah dalam menstabilkan harga beras dan bersedia untuk berkomunikasi, ditegur, dibina, dibimbing jika ada hal yang dianggap kurang berkenan, tetapi juga berharap agar Aparat dapat memberikan pendampingan terlebih dahulu, tidak menimbulkan keresahan bagi para pelaku perberasan.

Multi tafsir mengenai peraturan HET maupun peraturan- peraturan lainnya diharapkan bias segera di atasi sehingga pelaku perberasan dapat bekerja dengan tenang untuk menjaga stabilan harga beras.

Perpadi berharap pemerintah dapat melakukan sosialisasi terhdap pelaku usaha perberasan bersama – sama  menawarkan untuk melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada para pelaku usaha di bidang beras bersama-sama dengan instansi terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Aparat Kepolisian agar tidak menimbulkan gejolak yang merugikan semua pihak yang pada akhirnya akan berdampak buruk pada ketahanan pangan nasional.

Sementara itu, Ketua Satgas Pangan Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto menuturkan, mengenai kestabilan bahan pokok sesuai Perpres No 71 tahun 2015 tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang Penting tersebut ada beberapa bahan yang diklasifikasikan sebagai bahan pokok yang bisa mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Oleh sebab itu negara harus hadir untuk melakukan penetrasi dan intervensi, karena bahan pokok harus diawasi sehingga tidak ada kenaikan yang luar biasa.

“Kami sebagai Satgas Pangan Polri tugasnya rantau distribusi melakukan pemantauan dan pendampingan. Setelah diberikan pemahaman tapi masih ditemukan pelanggaran,  kami juga berhak melakukan tindakan hukum,” tegasnya.

Ia menambahkan, mengenai adanya isu mafia pasar di pennggilingan padi itu pemerintah sudah melakukan penetapan harga gabah kering panen dan gabah kering giling.

Diharapkan, penentuan harga itu tidak menimbulkan gejolak. Artinya, petani bisa untung, pihak penggilingan atau pedagang  untung dan pembeli-pun juga dapat untung dengan kemampuan yang cukup dan pada akhirnya semuanya saling diuntungkan dan dapat tersenyum. Itulah yang disebut ekonomi berkeadilan, ujarnya.

Komentar yang sama juga diutarakan, Dewan Pakar Perpadi Jatim, Neli Soekidi, ia mengatakan, ada hal yang berkaitan dengan bahan pokok beras dan dalam hal ini  Permendag  perlu merevisi ketentuan yang berkaitan dengan perberasan.

Pelaku usaha perlu mendapat HET, karena ada harga premium  dan medium untuk pedagang beras di pasar. permendag perlu di revisi. Harga beras di pasar sudah dihitung oleh ahlinya yakni kisaran harga medium sebesar Rp.9 ribu sementara harga premium dengan harga Rp. 11-12 ribu disesuaikan dengan zona daerah masing-masing.

Harapannya, dengan ketentuan harga yang menyangkut tiga komponen yakni konsumen, petani dan pedagang harus dirangkul bersama agar semuanya berjalan stabil. Harga stabil dan kondisi kondusif agar semuanya bisa tersenyum,”  pungkasnya. (ft/roh)