Ruang Milik Jalan Jadi ‘Kambing Hitam’ Kerusakan Jalan nasional

oleh -61 Dilihat
oleh
Suasana diskusi di kantor BBPJN VIII

SURABAYA, PETISI.COKerusakan jalan nasional yang terjadi pada sejumlah ruas di Jawa Timur pada akhir tahun 2016 hingga awal 2017, mendapat perhatian serius dari Masyarakat Transportasi Indonesia. Hasil kajian MTI menyebutkan, sebagian besar penyebab utama mudah rusaknya jalan nasional adalah akibat tidak tersedianya Ruang Milik Jalan (Rumija).

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Presidium MTI, Agus Taufik Mulyono dalam diskusi panel tentang “Akar Masalah Penyebab Kerusakan Jalan Nasional di Wilayah Jawa Yimur” yang diselenggarakan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII, Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), di Sidoarjo, Rabu (25/1/2017).

Dikatakannya, selama ini jalan utama harus menanggung beban bertambahnya moda tranportasi yang kian hari terus bertambah. Sementara disisi lain ketersediaan Rumija sangat minim atau bahkan sebagian besar tidak dimiliki di ruas-ruas jalan nasional.

“Saya pernah survey di semua ruas jalan nasional di Indonesia yang saat itu panjangnya sekitar 28.000 km. Hampir semua ruas tidak memiliki Rumija yang ideal. Apalagi Jatim yang pertumbuhan ekonomi cukup besar, harusnya Rumija menjadi perhatian serius untuk mengimbangi pertumbuhan kendaraan yang makin padat,” katanya.

Idealnya, jalan nasional memiliki lebar 25 meter lengkap dengan Rumijanya. Namun hampir mayoritas Rumija saat ini banyak yang beralih fungsi mulai menjadi tempat tinggal, PKL, restoran atau kegiatan ekonomi lainnya. Hal itu diperparah mudahnya penerbitan ijin mendirikan bangunan (IMB) pada kawasan Rumija oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.

Menurutnya, peranan Bupati/Walikota sangat penting mengendalikan secara langsung penggunaan Rumija jalan nasional. Penerbitan IMB konstruksi permukiman, industri atau perdagangan yang berada di tepi jalan harus mempertimbangkan keberfungsian jalan. Ia mengatakan, penyelamatan aset jalan nasional tidak hanya menjadi tanggung jawab Ditjen Bina Marga karena kompleksnya faktor eksternal yang menyebabkan kerusakan jalan nasional. Agus mengusulkan, koordinasi intensif serius antar lembaga mutlak di bawah kendali Wakil Presiden.

Salah satu contoh akibat tidak adanya Rumija, yakni tidak tersedianya sistem drainase jalan dan tidak interkoneksi dengan sistem drainase spasial, sehingga air hujan meluap di atas permukaan dan terjadilah genangan yang cukup lama. Akibatnya, air hujan menerobos retak perkerasan, menurunkan hingga 50% daya dukung pondasi dan subgrade yang berdampak rendahnya reabilitas perkerasan.

Kepala BBPJN VIII, I Ketut Darmawahana mengatakan, akibat kerusakan pada sejumlah jalan nasional khususnya yang  berlubang, saat ini pihaknya tengah melakukan penambalan secara serentak pada semua ruas.

“Awal Februari nanti proyek perbaikan jalan yang bersifat peningkatan ataupun pembangunan mulai dikerjakan. Dan saat ini proses tendernya banyak  selesai,” katanya.

Dikatakannya, dari panjang jalan nasional di Jawa Timur 2.361,23 km kualitas jalan nasional yang mantap mencapai 94,23%.

“Masalah kami yakni, pagu dana yang selalu lebih kecil daripada dana penanganan jalan yang diperlukan untuk mencapai jalan nasional yang mantap,” keluhnya.

Di sisi lain, fenomena ekstrim perubahan iklim, cuaca di Jawa Timur makin tidak menentu. Risiko banjir rob yang mengenangi jalan-jalan di sepanjang pesisir pantai memerlukan biaya perawatan dan perbaikan geometrik jalan yang makin tinggi. Semua itu terjadi di luar pagu dana yang disediakan dan sulit diprediksi karena pelaporan penggunaan dana harus transparan dan akuntabel. (hari)