SCG: Ada Manuver Politik di Balik Polemik Emil dan Ipin

oleh -60 Dilihat
oleh
Direktur Komunikasi Politik SCG Aprizaldi

SURABAYA, PETISI.CO – Kisruh “menghilangnya” Wakil Bupati Trenggalek Muhammad Nur Arifin (Ipin) dalam dua hari terakhir, mengundang reaksi berbagai kalangan. Salah satunya, Lembaga Riset Politik Surabaya Consulting Group (SCG).

Direktur Komunikasi Politik SCG Aprizaldi menilai publik berhak tahu ada apa di balik polemik di media massa yang melibatkan Bupati Trenggalek Emil Dardak dan wakilnya Muhammad Nur Arifin (Ipin). Dengan demikian, masyarakat tidak dibuat bingung.

“Dramaturgi politik selalu menghadirkan panggung depan dan panggung belakang. Narasi di panggung depan soal polemik Mas Emil dan Mas Ipin hanyalah soal menyudutkan Mas Ipin yang tidak muncul ke publik beberapa hari ini. Sepertinya itu plot yang ingin dibangun Mas Emil karena beliau sendiri yang memulai narasinya dengan berbicara di media,” katanya di Surabaya, Selasa (22/1/2019).

Adapun cerita di panggung belakang sampai saat ini masih samar-samar. ”Padahal, justru yang di panggung belakang, backstage, itulah yang menarik diungkap, terutama untuk melacak ada manuver dan problem politik apa di antara dua pemimpin itu,” ujarnya.

Dia memaparkan, menarik kemudian untuk mencermati mengapa Arifin cenderung diam menyikapi polemik tersebut. Diamnya Arifin bisa dimaknai dalam dua tafsir politik. Pertama, sebagai bentuk kesantunan berpolitik karena Arifin memang bawahan Emil.

“Mas Ipin dikenal sebagai santri, aktif di Ansor Jatim. Tradisi santri selalu taat kepada seniornya. Sikap diamnya bisa dimaknai bahwa dia menghormati Mas Emil sebagai senior dan atasan, sehingga tak mau berpolemik terbuka,” ungkapnya.

Tafsir kedua, lanjut Aprizaldi, adalah ada unsur politik di balik sikap diam dan menepinya Arifin dari hiruk-pikuk polemik tersebut. Kalau melihat rekam jejak Mas Ipin, dia bukan orang yang lari dari tugas. Hampir tiap hari dia bikin program Lapor Rakyat untuk mengabarkan kerjanya.

“Publik juga mengenal dia sebagai sosok muda tangguh yang memulai perjuangan politiknya dari bawah, dari nol, tanpa membawa orang tua atau patron tertentu. Jadi menarik untuk tahu ada apa di balik sikap Mas Ipin,” jelasnya.

Besar kemungkinan, tambahnya, ada tekanan-tekanan politik terkait penunjukan wabup baru setelah Arifin naik jabatan menjadi bupati seiring dilantiknya Emil Dardak sebagai wagub Jatim. Ada rumor politik bahwa Ipin ditekan pihak tertentu untuk menerima sosok wabup baru.

Kabarnya sosok itu adalah kepala dinas. Padahal, sebagai bupati nanti, Mas Ipin perlu orang sehati untuk membangun Trenggalek. Sehingga perlu berbicara dari hati ke hati.

“Bukan hasil tekanan dan titipan. Nah, ketika ada tekanan, Ipin rupanya memilih menepi karena dia tak mau berpolemik terbuka, apalagi dengan pihak yang dianggap senior,” paparnya. (bm)