Strategi Anti Korupsi dalam Memajukan Peradaban Global

oleh -79 Dilihat
oleh

Oleh : Willy Innocenti*

Dahsyatnya dampak yang ditimbulkan dari korupsi, menyebabkan banyak negara di dunia tergerak untuk melawanya. Kerugian materil maupun immaterial akan melekat sejalan dari tindak korupsi terjadi. Hal ini hanya akan membawa kemunduran dan kemerosotan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Bagaimana tidak, korupi akan membuat Negara kehilangan harta kekayaan yang seharusnya dikelola untuk kepentingan bersama. Lebih dahsyat lagi, akan timbul stigma buruk terhadap pemerintah, elit dan birokrat negara yang nantinya akan berujung pada krisis kepercayaan kepada mereka dalam menjalankaan amanahnya sebagai pemimpin bangsa.

 

Seiring berjalannya waktu penanganan terhadap tindak pidana korupsi merupakan langkah yang mutlak diperlukan. Jika tidak, hal ini akan memberikan konsekuensi psikis bagi aparat dan masyarakat untuk meniru pemimpin yang melakukan korupsi.

 

Dalam jangka panjang hal ini akan membentuk pola budaya korupsi yang tak dikehendaki (unintended culture) yang mampu menggerogoti bangsa dari dalam.

 

Kejahatan yang sistemik dan kontinyu sebagaimana dipaparkan diatas merupakan sifat dasar dari tindakan korupsi. Dalam hal ini, korupsi bukan lagi dinilai sebagai kejahatan biasa, melainkan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tak dapat ditoleransi keberadaannya.

 

Indikator keberhasilan suatu negara dalam menjalankan roda pemerintahan yang bersih, salah satunya dinilai dari intensitas korupsi yang terjadi. Tercatat Denmark merupakan Negara terbersih dari korupsi menurut Corruption Perception Index tahun 2015. Sepak terjang Denmark dalam mengawal bangsanya menuju pemerintahan yang bersih bukan merupakan hasil yang instan. Sistem pelaporan dugaan korupsi yang cepat dan praktis tanpa birokrasi dan yang rumit dan berbelit merupakan salah satu langkah yang diterapkan oleh Denmark. Dengan begini, setiap orang mempunyai peluang kapan saja untuk turut serta menekan angka korupsi di Denmark. Lembaga anti korupsi seperti KPK (di Indonesia) dibagi dan ditempatkan di setiap lembaga negara Negara Denmark. Hal ini akan jauh mempermudah sistem pengawasan dan evaluasi sehingga potensi praktek korupsi dapat dengan mudah diminimalisir.

 

Dalam laporan Corruption Perception Index tahun 2015 oleh Transparency International, Indonesia menduduki peringkat ke-88 dari 168 negara. Jika dibandingkan dengan laporan serupa tahun sebelumnya, Indonesia jauh di posisi 107. Hal ini merupakan prestasi bagi Indonesia karena mampu merangkak naik melalui pembuktian pemerintahan yang lebih bersih dari sebelumnya. Penanganan yang sigap dan cepat oleh KPK dan lembaga penegak hukum lainnya seolah-olah mampu mengantarkan posisi Indonesia sedemikian rupa. Namun posisi ini masih jauh dari pemerintahan yang bersih dan transparan sebagaimana kita harapkan. Sebuah kepatutan bagi kita untuk mengembangkan strategi dalam mendesak pemerintahan yang bebas dari korupsi.

 

Banyak strategi yang dapat diterapkan dalam mengantarkan dunia pada peradaban anti korupsi. Kita dapat mengacu pada penerapan asas transparansi dan akuntabilitas di setiap penyelenggaraan kegiatan Negara. Transparansi dan akuntabilitas merupakan beberapa asas yang diberikan oleh United Nations Development Programme dalam menggapai pemerintahan yang baik (Good Goverrnance). Asas ini harus dijelmakan melalui program kongkrit pemerintah dan masyarakat (seperti Denmark lakukan diatas), untuk mengawal bangsa dan dunia bersih dari korupsi. Lembaga yang bertugas melayani masyarakat dapat disandingkan dengan fasilitas pelaporan praktek korupsi dan keluhan yang terjadi sehingga masyarakat dapat turut serta membangun iklim yang bebas dari korupsi.

 

Banyak negara di dunia turut serta dalam membangun suatu gerakan penyadaran darurat korupsi dewasa ini. Sekitar lebih dari 136 negara telah menandatangani United Nations Convention against Corruption di Mexico 2013 silam. Ini adalah bukti semangat bangsa-bangsa di dunia untuk turut serta memeberantas korupsi. Perwujudan bukti nyata visi dunia dalam membawa perubahan peradaban yang bersih dari korupsi dikuatkan melalui banyaknya Negara yang meratifikasi konvensi ini, seperti Thailand dan Islandia. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

 

Indonesia telah melahirkan Undang-undang nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003). Dengan begini apa yang tertuang dalam pasal 5 ayat (1) UNCAC yang berbunyi Each State Party shall, in accordance with the fundamental principles of its legal system, develop and implement or maintain effective, coordinated anti-corruption policies that promote the participation of society and reflect the principles of the rule of law, proper management of public affairs and public property, integrity, transparency and accountability harus dilaksanakan berdasarkan kebijakan, prinsip dan ketentuan hukum di Indonesia. Kita juga patut bekerjasama dengan dunia internasional dan organisasi global untuk turut serta membasmi praktek korupsi yang mematikan ini.

 

Pelarian asset negara dalam kasus korupsi juga tak perlu dikahawatirkan. Tiap Negara yang meratifikasi akan terikat dalam meberlakukan ketentuan To promote, facilitate and support international cooperation and technical assistance in the prevention of and fight against corruption, including in asset recovery jika seandanya ada pelarian aset di Negara lain sebagaimana kasus M. Nazarudin yang diduga ada di kolombia. Dengan begini ketentuan Internasional (UNCAC) telah banyak membawa keuntungan bagi negara di dunia khusunya Indonesia dalam memerangi tindak pidana korupsi.

 

Lahirnya UNCAC juga secara otomatis melahirkan peringatan hari anti korupsi Internasional oleh PBB yang ditetapkan dalam resolusinya 58/4. Peringatan ini dimaksudkan agar seluruh Negara dunia dan masyarakat internasional saling bahu membahu memberantas kejahatan yang sistemik ini. Minimnya pemahaman kepada seluruh masyarakat dunia tentang bahaya korupsi juga menjadi faktor pendorong lahirnya UNCAC dan peringatan 9 Desember di seluruh dunia. Penekanan pada kampanye anti korupsi merupakan propaganda strategis dalam menciptakan pemahaman universal tentang bahaya laten dan manifest korupsi.

 

Tiap Negara di dunia mempunyai berbagai kasus korupsi yang pada asasnya dapat mengacau-balaukan sistem politik, ekonomi hingga moral bangsanya. Kita dapat lihat kasus korupsi Suresh Kalmadi di India, Ratu Atut di Indonesia, hingga John Belcher di Inggris yang seakan-akan mengkonstruksi pemikiran tak ada negara yang dapat lepas dari kasus korupsi.

 

Berkaca pada Negara lain, telah banyak daftar nama para pejabat hingga hingga birokrat Negara yang tersandung kasus korupsi di negeri ini. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah korupsi di Perguruan Tinggi. Kurang lebih 37 kasus korupsi yang terkait dengan perguruan tinggi tercatat oleh ICW (Indonesian Corrruption Watch). Hal ini membuat kita prihatin mengelus dada. Bagaimana tidak, perguruan tinggi yang sejatinya sebagai pabrik pencetak generasi idealis yang bersih dan visioner, malah tersandung kasus korupsi yang mencoreng asas tridarma perguruan tinggi.

 

Melihat kasus diatas, tindakan para birokrat kampus tak sepatutnya dilakukan. Apakah mungkin kasus ini dikarenakan kurangnya transparansi dalam pengelolaannya? Ataukah kurang ditanamkannya nilai anti korupsi dalam sanubari civitas akademikanya?

 

Banyak otokritik yang penulis rasa perlu sampaikan kepada pengambil kebijakan ditataran dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Kiranya perlu ada rancangan kurikulum anti korupsi yang wajib di aplikasikan di setiap perguruan tinggi dengan alokasi minimal 2 sks saja. Langkah ini akan memberikan suatu upaya preventif bagi masa depan bangsa, mengingat para actor politik dan pemerintahan akan diteruskan oleh mahasiswa. Disisi lain langkah ini juga akan berimplikasi pada terciptanya pola kritik-evaluatif yang membangun akibat adanya kesadaran peran mahasiswa dalam kebijakan kampus. Peran serta mahasiswa ini akan menjadi bukti kongkrit dalam pengelolaan kampus yang transparan demi mecegah terjadinya penyelahgunaan wewenang, korupsi dan kesalahan kebijakan.

 

Pada hakekatnya korupsi dapat menyerang siapa saja. Korupsi memang dipengaruhi oleh sifat dasar manusia sebagai Homo Economicus yang menekankan sejatinya manusia tak akan pernah puas terhadap apa yang dimilikinya. Manusia akan cenderung ingin dan ingin memenuhi rasa batinya. Maka dari itu dibutuhkan suatu penawar agar dapat mengontrol keinginan manusia yang tak terbendung itu. Disinilah peran nilai moral dan agama dalam menjadikan manusia sesuai fitrahnya. Nilai-nilai tersebut harus diaplikasikan dalam langkah nyata secara berkala agar kita semua terhindar dari praktek korupsi.

 

Menaikan gaji aparat dan pejabat hingga menggalakan kampanye anti korupsi tak akan meredam kasus korupsi yang menjadi. Hal itu tak lain adalah upaya semu yang menjadi strategi. Kesadaran kolektif adalah kunci utama dalam membangun dunia yang bersih dari korupsi. Kesadaran dari masyarakat, pemerintah, hingga bangsa di dunia menjadi landasan atmosfer anti korupsi. Mengingat 9 desember lalu adalah hari dunia tanpa korupsi, mari kita menjadi insan yang turut serta menjadi bersih dan serasi.

*penulis adalah  aktivis di Departemen Advokasi, Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Surabaya.