SURABAYA, PETISI.CO – Animo masyarakat Surabaya, Jawa Timur (Jatim) menonton film Jack cukup tinggi. Selama tiga minggu film tersebut diputar di Jatim, lebih dari 16 ribu orang menonton film yang diputar di bioskop Juni 2019 lalu.
“Cukup tinggi animonya. Di Surabaya, ada 90-95 persen dari total 16.200 orang yang menyaksikan film Jack selama tiga minggu. Daerah lainnya tidak banyak,” kata Sutradara film Jack, Ainun Ridho di sela menyaksikan film Jack di salah satu bioskop di Surabaya, Jumat (8/11/2019) malam.
Menurutnya, sangat wajar jika banyak masyarakat Surabaya yang nonton film ini, karena film berdurasi sekitar 1 jam 25 menit ini kental dengan nuansa khas Surabaya. Dia terinspirasi menggarap film Jack untuk mengangkat kearifan lokal kota Pahlawan ini. “Banyak pelajaran yang bisa dipetik dalam film garapan arek-arek Surabaya ini,” tandasnya.
Secara garis besar film ini berkisah tentang anak kuliahan etnis arab bernama Jack yang diperankan oleh Arief Wibhisono, yang bersahabat dengan gadis keturunan Tionghoa bernama Meyling yang diperankan oleh Grace Tie. Namun, persahabatan keduanya mendapatkan pertentangan dari kedua keluarga.
“Karena saya warga Surabaya, maka saya mencoba mengajak SMK dr Soetomo untuk kerjasama membuat film Jack. Kebetulan SMK dr Soetomo memiliki jurusan sinematografi. Keterlibatan SMK ini pada alat dan siswa magang untuk menjadi kru secara bergilir,” ujarnya.
Ainun Ridho mengaku sudah melakukan evaluasi film Jack sebelum menggarap film berikutnya, agar bisa ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia. Evaluasi pertama, wilayah distribusi. Sebagai Production House (PH) film pertama kali yang membuat dan mendistribusikan film, terasa berat.
“Kami kalah bersaing dengan distributor yang sudah memiliki nama besar, seperti Starvision, Multivisiondan Rapid Film. Ada tujuh distributor yang bisa meraup 70-80 persen penonton. Mereka juga punya jaringan kuat di bioskop,” ungkapnya.
Evaluasi kedua, yakni skup distribusinya hanya ditaruh di Surabaya dan sekitarnya, tidak dibawa ke nasional. Ketiga, masa penanyangan terbatas. “Kita tidak dapat slot. Jadi rebutan, keras dan kasar. Apalagi, kita yang baru pertama membuat dan mendistribusikan film,” paparnya.
Selain itu, pihaknya juga memikirkan untuk membuat film yang tidak full lokal Surabaya. Sehingga, mungkin masyarakat di kota lain, kurang terpikat dengan film Jack. “Ke depan, mungkin kita bisa menampilkan tokoh-tokoh lokal daerah lain, seperti Makassar, untuk menarik penonton di daerah-daerah,” jelasnya.
Kepala SKM dr Soetomo Surabaya, Julianto Hadi mengakui keterlibatan sekolahnya di film Jack. Waktu film Jack dibuat, siswa yang terlibat baru kelas 1 jurusan Film dan Multimedia. Beberapa diantaranya merupakan mahasiswa Institut Kesenian jakarta (IKJ) yang berasal dari Surabaya.
“Nah, untuk film keduanya nanti, kita siapkan sesuai dengan kemampuan SMK dr Soetomo. Tugasnya nanti supporting teknisi. Misalnya, penataan kameramen. Di film kedua, pilihannya enak, ada kelas 2 dan 3,” kata pria yang akrab dipanggil Anton ini. (bm)