Apartemen Sipoa Group Siap Kembalikan Kerugian Konsumen

oleh -67 Dilihat
oleh

SURABAYA, PETISI.CO – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan apartemen Sipoa Group, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (1/11/2018). Kali ini, agenda sidang mendengarkan keterangan dua terdakwa Klemens Sukarno dan Budi Santoso.

Terdakwa Budi Santoso mengatakan, dirinya memiliki dana Rp 12,5 miliar untuk pengembalian (refund) pada 73 orang konsumen yang melapor ke Polda Jatim. Hal ini dimaksudkan agar dirinya bersama Klemens Sukarno Candra memperoleh Surat Penghentian Penyidikan (SP3) dari penyidik.

Sebelumnya, perseroan sudah melakukan refund terhadap konsumen yang melapor ke polisi. Nilai refund sebesar Rp 340 juta. Atas pengembalian itu, polisi menghentikan kasus tersebut dengan mengeluarkan SP3.

“Saat kami hendak melakukan refund terhadap 73 konsumen, ditolak Polda Jatim. Justru kami diminta menyiapkan dana Rp 162 miliar untuk refund 1.104 konsumen,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi perusahaan (PT Bumi Samudra Jedine/Sipoa Group) sudah mengalami krisis likuiditas (kemampuan perusahaan dalam memenuhi membayar utang) saat dirinya ditetapkan sebagai Dirut PT Bumi Samudra Jedine. Krisis likuiditas ini menjadi penyebab keterlambatan serah terima unit kepada konsumen apartemen Royal Afatar World (RAW).

“Kas PT Bumi Samudra Jedine kosong ketika saya mulai menjabat Dirut. Ini akibat  kebijakan Dirut Yudi Hartanto (tahun 2014-2015) yang melakukan pengeluaran uang besar-besaran hingga mencapai Rp180 miliar. Uang itu mengalir ke Teguh Kinarto dan kawan-kawan,” ungkapnya.

Uang tersebut, lanjutnya, di dalamnya mayoritas merupakan uang konsumen. Uang modal perseroan sebesar Rp20 miliar pula ikut terbawa keluar. Antara lain mengalir kepada, Tee Teguh Kinarto dan Widjijono (PT Solid Gold Prima) sebesar Rp 60 miliar, Widjijono Nurhadi Rp 20,2 miliar, Nurhadi Sunyoto Rp 10,38 miliar, Harikono Soebagyo Rp 41,140 miliar, Miftahur Royan (LDII) Rp 31,1 miliar.

“Hal ini memaksa kami harus berjuang mencari investor baru,” ucapnya.

Menurut kuasa hukum kedua terdakwa, Sabron D. Pasaribu, bukti-bukti yang dipakai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menggambarkan adanya tindak pidana. Hubungan hukum yang terjadi antara PT Bumi Samudra Jedine dengan pelapor adalah hubungan keperdataan, didasari dengan Surat Pesanan yang dilakukan dengan itikad baik, sebagai developer penyedia apartemen RAW.

“Bahwa benar telah terjadinya keterlambatan dalam penyerahan unit antara PT. Bumi Samudra Jedine kepada pihak konsumen (pelapor), namun bukan tindak pidana, melainkan suatu tindakan  wanpretasi (perdata),” ujarnya. (bm)