Auditor Minim, Inspektorat Provinsi Jatim Tetap Jaga Kualitas Pemeriksaan

oleh -158 Dilihat
oleh
Helmy Perdana Putera (dua dari kiri) saat memberikan keterangan pers.

SURABAYA, PETISI.CO – Inspektorat Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengalami persoalan di auditor yang sampai sekarang belum teratasi. Jumlah auditor yang dimiliki Inspektorat Jatim tidak sebanding dengan entitas atau obyek yang diperiksa.

“Bayangkan banyak obyek pemeriksaan yang harus ditangani, kami cuma 40 orang auditor saja. Idealnya kami harus memiliki sebanyak 150 orang auditor,” kata Inspektur Provinsi Jatim, Helmy Perdana Putera kepada wartawan di Surabaya.

Menurutnya, untuk optimalisasi kinerja di Inspektorat, memang membutuhkan banyak auditor. Ini karena banyak entitas yang harus ditangani di Jatim. Ada sekitar 500 obyek yang harus diperiksa oleh 40 tenaga auditor Inspektorat.

“Kalau dihitung 1:7. Artinya, satu orang auditor memeriksa tujuh obyek. Ini berat. Akhirnya, kami kejar tayang. Saya sudah dikomplain dengan suami dan istri yang bekerja di Inspektorat pulang larut malam. Bisa-bisa nanti banyak perceraian di Inspektorat,” ungkapnya.

Pihaknya sudah keliling ke berbagai instansi pemerintahan, bahkan minta ke Lembaga Komunitas Pengawas Korupsi (LKPK) se-Indonesia, untuk menyiapkan tenaga auditor. Namun, hasilnya tetap nihil.

“Itu yang menjadi permasalahan abadi kami. Tapi, kami tetap berusaha dengan kondisi keterbatasan SDM dan anggaran yang ada sekarang, untuk bisa memenuhi kualitas pemeriksaan dan memenuhi capaian program kerja tahunan,” paparnya.

Sejak tahun 2019, Helmy mengaku Inspektorat Provinsi Jatim telah mendapatkan ISO 37001-2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan, di mana seluruh pegawai Inspektorat dilarang keras menerima suap.

Seperti petugas KPK, petugas auditor saat melakukan pemeriksaan di OPD, hanya meminjam tempat pemeriksaan. Bahkan, untuk makan dan minum, auditor bawa sendiri. Tidak ada auditor yang dibelikan makan minum oleh OPD.

“Kami persis seperti petugas KPK saat bekerja di lapangan. Kalau KPK saat memeriksa, beli makanan dari luar. Kalau kami bawa sendiri alias mbontot,” ujarnya.

Ke depan, lanjut Helmy, auditor tidak perlu datang lagi ke OPD saat melakukan pemeriksaan, melainkan memeriksanya melalui aplikasi atau sistem. Jadi, tidak akan bertemu secara tatap muka lagi antara auditor dan entitas pengawasan. “Ini untuk menghindari terjadinya tindakan gratifikasi atau suap,” tegasnya.

Berbicara soal pencegahan korupsi, Helmy menjelaskan berdasarkan Pergub Jatim nomor 7 tahun 2021, ada penambahan fungsi Inspektorat yaitu kegiatan terkait pencegahan korupsi. Untuk itu, ada tambahan satu bidang Inspektur Pembantu (Irban) Khusus.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Irbansus akan dikirim ke Gubernur Jatim dan Mendagri RI. Gubernur sebagai Sistem Pengendalian Internal (SPI). Inspektur Pembantu (Irban) terdiri dari Irban I, Irban II, Irban III, Irban IV dan Irban Khusus atau Irbansus.

“Sebelumnya, berdasarkan Pergub 11/2016, Inspektorat hanya memiliki empat Inspektur Pembantu Bidang, yakni Irban Bidang Pemerintahan, Irban Ekonomi Pembangunan, Irban Keuangan dan Pengelolaan Aset serta Irban Kesra. Dengan pergub baru, ada tambahan satu bidang Irbansus,” jelasnya.

Helmy menantang kepada ASN di OPD lingkungan Pemprov Jatim untuk menjadi whistleblower. Whistleblower merupakan pelapor, adalah istilah bagi orang atau pihak yang merupakan karyawan, mantan karyawan, pekerja, atau anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang.

Untuk whistleblower sudah ada pergubnya nomor 65 tahun 2017 tentang Whistleblowing System. Siapa ASN dari OPD Pemprov Jatim yang bisa melaporkan praktik korupsi di lingkungannya akan dikasih reward.

“Tapi harus benar laporannya, bukan fitnah. Kalau tidak benar, malah bisa kena sendiri karena pemberian keterangan palsu. Kami juga tegaskan agar tidak coba-coba menyuap auditor kami saat melakukan pemeriksaan,” tutunya.

Inspektur Pembantu Bidang Pemerintahan Inspektorat Provinsi Jatim, Syamsul Huda menambahkan, hingga saat ini belum ada ASN di OPD yang memberikan laporan soal penyelewengan keuangan. Selain itu, dalam bekerja di lapangan, para auditor dipastikan bertindak profesional dan memiliki integritas yang kuat.

“Saat auditor memeriksa di sebuah kantor OPD dan selesai pelaksanaan pemeriksaan, kami diam-diam memberikan kuisioner atau melakukan survei. Survei itu dibagikan kepada entitas pengawasan dengan permintaan keterangan terkait, kemampuan personel saat bertugas, kecakapan dalam bertugas, penguasaan materi, ketepatan solusi dan potensi gratifikasi atau suap oleh Tim Pemeriksa,” imbuhnya.

Bagaimana jika ada OPD yang memaksa memberikan sejumlah barang atau uang gratifikasi. “Kalau bisa gratifikasi itu ditolak langsung di tempat. Kalau mereka tetap memaksa, kasihkan ke panti asuhan. Nanti barang atau uang gratifikasi yang sudah diserahkan ke panti asuhan, dilaporkan ke UPG atau Unit Pengendalian Gratifikasi milik Inspektorat Jatim,” jelasnya. (bm)