Badal Haji: Jalan Menuju Haji Mabrur bagi yang Tak Lagi Mampu

oleh -78 Dilihat
oleh
*penulis adalah: Ulul Albab, Ketua Litbang DPP AMPHURI, Ketua ICMI Jawa Timur
Seri Kajian Inspiratif: Menuju Haji Mabrur (6)

Setiap Muslim memimpikan satu hal besar dalam hidupnya, yaitu: menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Namun realitas kehidupan seringkali membuat impian itu tertunda, bahkan hilang dari kemungkinan. Ada yang telah menabung seumur hidup, tetapi diuji sakit menahun. Ada pula yang wafat sebelum sempat berangkat.

Dalam kondisi seperti itu, Islam memberikan solusi syar’i berupa badal haji. Badal Haji Ini adalah bentuk kasih sayang Islam bagi mereka yang sudah memenuhi syarat wajib haji namun tak mampu melaksanakannya.

Pengertian dan Hukum Badal Haji

Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji oleh seseorang atas nama orang lain yang tidak mampu menunaikannya sendiri karena uzur syar’i seperti sakit permanen atau meninggal dunia. Dalam bahasa Arab disebut juga al-Hajj ‘an ghairihi.

Hukum badal haji adalah boleh (mubah), bahkan bisa menjadi wajib jika orang yang tidak mampu tersebut telah mewasiatkannya dan memiliki harta yang cukup. Dalil kebolehannya sangat kuat dalam hadis sahih.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Seorang wanita dari Khats’am datang kepada Rasulullah SAW, seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kewajiban haji dari Allah telah datang atas hamba-Nya, dan ayahku sudah sangat tua, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Apakah aku boleh menghajikannya?’ Nabi menjawab: ‘Ya, hajikanlah dia.’” (HR. Bukhari no. 1513 dan Muslim no. 1334)

Syarat-Syarat Badal Haji

Bagi Orang yang Dibadalkan Hajinya (al-Mubdal ‘Anhu), berlaku syarat-syarat sebagai berikut: Pertama; Sudah memenuhi syarat wajib haji, yaitu: Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu secara finansial. Kedua; Tidak mampu secara fisik secara permanen (sakit menahun, usia renta) atau telah wafat. Ketiga; Ada permintaan atau wasiat dari orang yang dibadalkan.

Sedangkan Bagi Orang yang Membadalkan (al-Baadil) harus memenuhi syarat sebagai berikut: Pertama; Sudah berhaji untuk dirinya sendiri. Kedua; Muslim, baligh, berakal. Ketiga; Amanah, mampu secara fisik dan memahami rukun-rukun haji.

Pendapat Ulama dan Kitab Fikih

Pendapat Mazhab Syafi’i: Dalam kitab Al-Umm, Imam Asy-Syafi’i menyebutkan bahwa seseorang boleh menghajikan orang lain yang tidak mampu secara permanen, dan kebolehan ini berlaku baik untuk yang masih hidup maupun yang telah wafat.

Sementara pendapat Mazhab Hanbali: Dalam Al-Mughni karya Ibnu Qudamah disebutkan bahwa badal haji diperbolehkan selama syarat-syaratnya terpenuhi dan dilakukan oleh orang yang telah berhaji.

Pendapat lainya adalah dari Mazhab Hanafi dan Maliki: Sama-sama memperbolehkan dengan catatan bahwa uzur tersebut bersifat tetap, bukan hanya karena ketidakmampuan sementara.

Fatwa MUI dan Regulasi Kemenag RI

Fatwa MUI No. 24 Tahun 2010 menyatakan bahwa: “Orang yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena sakit yang tidak ada harapan sembuh atau karena telah meninggal dunia boleh dihajikan oleh orang lain.”

Kemenag RI melalui Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga telah mengatur bahwa badal haji hanya bisa dilakukan oleh PIHK yang memiliki izin dan memenuhi syarat tertentu, agar memastikan keabsahan dan akuntabilitasnya. Layanan ini bahkan tercantum dalam Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler.

Makna Spiritualitas Badal Haji

Badal haji bukan transaksi atau “penggugur kewajiban”, tetapi perjalanan spiritual yang harus dijalani dengan niat yang tulus dan adab yang tinggi. Pelaksananya adalah perwakilan ruhani orang lain yang tak mampu hadir secara fisik. Karenanya, setiap langkah, niat, doa, dan ibadahnya harus dilakukan sebagaimana jika itu adalah haji untuk dirinya sendiri.

Di sinilah pentingnya memastikan bahwa badal haji dilakukan oleh pihak yang amanah, berpengalaman, dan profesional. Tidak cukup hanya bersertifikat; yang dibutuhkan adalah kesadaran spiritual dan tanggung jawab keagamaan.

Peran AMPHURI dan ICMI

Sebagai asosiasi resmi penyelenggara haji dan umrah, AMPHURI berkomitmen untuk mendidik masyarakat tentang praktik badal haji yang sah serta mendorong agar pelaksanaannya dilakukan melalui PIHK yang memiliki izin resmi dari Kementerian Agama. Ini penting untuk menghindari praktik-praktik penipuan seperti badal fiktif atau jual beli sertifikat.

Dalam konteks penguatan literasi haji dan umrah, ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) terus mengambil peran strategis untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Melalui berbagai forum kajian, diskusi publik, dan literatur keislaman yang inspiratif, ICMI mengajak umat agar menjalankan ibadah secara benar, sah, dan sesuai tuntunan syariat.

Termasuk dalam hal badal haji, ICMI mendorong agar umat memahami hakikat, hukum, dan tata caranya secara benar. Karena hanya dengan ilmu, ibadah akan bernilai tinggi di hadapan Allah. Dan hanya dengan inspirasi, umat akan bergerak lebih mulia menuju haji mabrur.

Semoga seri kajian inspiratif ini bermanfaat bagi kita semua. (*)

*penulis adalah: Ulul Albab, Ketua Litbang DPP AMPHURI, Ketua ICMI Jawa Timur

No More Posts Available.

No more pages to load.