SURABAYA, PETISI.CO – Anggota VI BPK RI, Harry Azhar Azis menyampaikan bahwa tujuan pembangunan itu sebagaimana amanah undang-undang adalah untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Jawa Timur dengan wilayah yang sangat luas yang terdiri dari 38 Kabupaten/Kota, tentu mempunyai banyak potensi yang dapat digali.
Hal itu dikatakan Harry Azhar Aziz dalam Dialog Publik Pengukuhan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jember (KAUJE) periode 2020 -2024 di Gedung Graha Wicaksana Praja Kantor Gubernur Jawa Timur, Sabtu (1/2/2020). Dialog publik ini, juga dihadiri peneliti senior LIPI, Siti Zuhro dan peneliti UNEJ, Luh Putu Suciati.
Saat ini, menurutnya, pemerintah daerah punya otonomi dan kewenangan yang luas bagaimana memproyeksikan renstra pembangunannya untuk tujuan kemakmuran rakyat. Kalau dulu tujuan pembangunan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang malah menghasilkan yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin, maka pembangunan hari ini harus punya dampak langsung bagi kemakmuran rakyat.
“Suatu daerah dapat diukur bagaimana tingkat kesejahteraannya dengan melihat beberapa indikator yaitu bagaimana IPM, bagaimana PDRB, tingkat pengangguran, indikator kemiskinan dan gini ratio, juga pentingnya bagaimana indeks Publik Survices,” ujar Guru Besar dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Dijelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim pada tahun 2020 memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi antara 5,4 persen hingga 5,8 persen. Saat ini, tingkat pertumbuhan ekonomi Jatim sudah mencapai 5,7 persen. “IPM Jatim saat ini masih dibawah IPM nasional, bahkan provinsi tetangga yaitu Jawa tengah dan Jawa barat,” ungkapnya.
Di samping indikator-indikator yang selama ini digunakan, lanjutnya, juga perlu menambah satu indikator, yaitu publik service indeks. Yakni, bagaimana pelayanan publik itu dilakukan, berapa waktu pelayanan pubik, kemudahan dan kecepatan seperti apa masyarakat mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), KTP, SIM dan perizinan yang lain.
“Dan ini belum dilakukan dinegara kita dan pemerintah daerah. Public survice sebagai Walfare indeks atau indeks kesejahteraan dapat menjadi ukuran, apakah pemerintah dan pemerintah daerah benar-benar mengalokasikan anggaran buat pelayanan publik yang punya dampak secara langsung bagi peningkatan kemakmuran rakyat,” paparnya.
Mustinya, tambah Harry, saat ini dibandingkan dengan awal reformasi dengan peningkatan anggaran naik 900 persen juga liner atau berbanding dengan penurunan tingkat kemiskinan. Tapi saat ini peningkatan dan alokasi anggaran yang meningkat belum berbanding lurus dengan penurunan tingkat kemiskinan dan peningkatan IPM kita.
“Ini harus serius menjadi kajian dan perhatian kita, bahwa alokasi angaran negara harus berdampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan rakyat,” ujar mantan Ketua Badan Anggaran DPR RI ini. (bm)