SURABAYA, PETISI.CO – Hukuman oknum pendeta cabul, Hanny Layantara, diperberat oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya yang memeriksa perkara bandingnya.
Hanny Layantara yang divonis Pengadilan Negeri (PN) Surabaya 10 tahun penjara, oleh PT Surabaya divonis 11 tahun penjara. Denda Rp 100 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hukuman lebih tinggi itu memperkuat fakta persidangan di PN Surabaya. Bahwa Hanny Layantara bersalah melakukan pencabulan secara berkelanjutan terhadap IW, jemaatnya.
Mengutip laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, putusan banding perkara dengan nomor 863/Pid.Sus/2020/PN.Sby tersebut dikeluarkan, Rabu (25/11/2020).
Majelis hakim banding yang menjatuhkan vonis, diketuai Siswandriyono. Dua hakim anggota Permadi dan Prim Fahrur Rozi. Serta panitera pengganti banding Budi Sudiyanto.
Dalam putusannya, hakim menolak permintaan banding pendeta Hanny, dan merubah putusan PN Surabaya tanggal 21 September 2020 Nomor 863/Pid.Sus/2020/PN.Sby.
Menyatakan terdakwa Hanny terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, membujuk anak (korban IW) untuk dicabuli. Sebagaimana dalam dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun, denda Rp 100 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama enam bulan.
Majelis hakim juga menyatakan barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara. Yaitu, satu bendel Warta Gereja Happy Family Center tanggal 26 Pebruari 2006 yang berisi perayaan Ultah Korban.
Satu bendel Warta Gereja Happy Family Center tanggal 31 Juli 2011 yang berisi terlapor mengantar korban IW Kuliah ke Amerika. Dua lembar surat pernyataan dari IW kepada orangtuanya, tanggal 11 Nopember 2019.
Satu bendel Notulen Hasil Pertemuan di Gereja Happy Family Center Jalan Embong Sawo Kav 2 Surabaya tanggal 23 Desember 2019, satu buah iPad Pro Model MLQ82ZP/A Serial Number DLXRF1QSGXQ9, warna gold yang berisi rekaman video pertemuan tanggal 17 Desember 2019 dengan saudara Hanny.
Juru bicara keluarga IW, Eden Betania Thenu saat dimintai konfirmasi membenarkan adanya putusan banding tersebut. Menurut dia, kasus ini bisa jadi pembelajaran buat semua predator anak.
Dikatakan, apapun alasannya, undang-undang di negara kita melindungi anak-anak. Tidak ada alasan suka sama suka.
“Apalagi HL adalah panutan untuk moralitas. Pemberatan hukuman tersebut sebagai bukti jika HL sebagai tokoh agama dianggap sudah merusak masa depan anak (IW). Itu adalah kejahatan yang luar biasa,” ucap Eden melalui sambungan WhatsApp, Sabtu (20/11/2020).
Kasus ini mencuat setelah korban IW melalui juru bicara keluarga, yakni Eden Bethania Thenu melakukan pelaporan ke SPKT Polda Jatim dengan nomor LPB/ 155/ II/ 2020/ UM/ SPKT, pada Rabu (20/2/2020).
Berdasarkan keterangan, korban mengaku telah dicabuli selama 17 tahun. terhitung sejak usianya 9 tahun hingga saat ini 26 tahun. Namun, dari hasil pengembangan terakhir pencabulan terjadi dalam rentang waktu enam tahun, ketika usia korban masih 12 tahun hingga 18 tahun.
Setelah pelaporan itu, kepolisian langsung melakukan penyelidikan dan menetapkan Hanny Layantara sebagai tersangka, karena hasil gelar perkara ada kesesuaian antara keterangan saksi, korban, tersangka dan barang bukti yang ditemukan. Pendeta cabul itu ditangkap oleh penyidik pada 7 Maret 2020. (pri)