Dewan Minta Gubernur Bali Surati Presiden, Kembalikan Aset di Hotel Bali Hyatt Sanur

oleh -56 Dilihat
oleh
Anggota Komisi I DPRD Bali Nyoman Tirtawan

DENPASAR, PETISI.CO -Anggota Komisi I DPRD Bali Nyoman Tirtawan meminta Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk menyurati Presiden RI  Cq Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN agar mencabut sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) hotel Bali Hyatt Sanur di atas tanah milik Pemprov Bali seluas kurang lebih 2,5 hektar.

Selanjutnya, tanah tersebut dikembalikan kepada status awalnya sebagai aset milik Pemprov Bali.

“Gubernur perlu menyurati Presiden Cq Menteri Agraria untuk membatalkan sertifikat HGB pembangunan hotel Bali Hyatt Sanur di atas tanah milik Pemprov Bali. Itu bisa cepat menyelesaikan masalah aset tersebut,” kata Tirtawan di Denpasar, Senin (3/7/2017).

Langkah tersebut kata dia, sebagai solusi untuk mengembalikan aset tanah Pemprov Bali di hotel Bali Hyatt Sanur tersebut. Politisi NasDem asal Buleleng ini mengakui, usulan tersebut sudah disampaikannya kepada Kepala Biro Hukum Pemprov Bali.

Menurut dia, jika sertifikat HGB itu dicabut maka masalah aset di Bali Hyatt Sanur itu akan selesai. Ia menegaskan, penerbitan Sertifikat HGB atas tanah Pemprov tersebut bertentangan dengan SK Mendagri Nomor 139 Tahun 1972 dan PP Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan pembatalan Hak Atas Tanah.

Ia menegaskan, ada SK Mendagri nomor 139 Tahun 1972 mengatur peralihan aset wajib atas izin Mendagri. Namun dalam kasus ini tidak ada.

“Ini jelas tidak ada. Surat pelepasan aset sebelumnya bertentangan dengan Permendagri tersebut. Surat pelepasan aset itu gugur demi hukum lantaran bertentangan dengan aturan di atasnya yaitu Permendagri, yang mewajibkan ada persetujuan Mendagri untuk melepas aset,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Pemprov Bali memiliki aset  di hotel Bali Hyatt Sanur berupa tanah DN 71 dan DN 72 seluas kurang lebih 2,5 hektar. Tahun 1972, Gubernur Sukarmen melakukan pelepasan hak atas tanah tersebut untuk dijadikan saham pada PT Sanur Bali Resort Development. Pemprov Bali mendapatkan saham sebesar 10,9 persen di PT Sanur Bali Resort Development.

Adapun  PT Sanur Bali Resort mempunyai saham 5 persen di Hotel Bali Hyatt Sanur. Pemprov Bali juga tidak pernah mendapatkan pendapatan dari deviden saham tersebut. Ternyata saham di Hotel Bali Hyatt Sanur itu sudah dijual secara sepihak oleh PT Sanur Bali Resort kepada PT Wincorn pada tahun 1988 tanpa sepengetahuan Pemprov Bali maupun DPRD Bali.

Untuk menyelesaikan masalah aset tersebut, DPRD Bali telah membentuk Pansus Aset beberapa bulan lalu.

Tirtawan juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut masalah pelepasan aset Pemprov Bali di Hotel Bali Hyatt Sanur. Menurut Tirtawan, ada kejanggalan dan sebuah konspirasi dalam memainkan aset Pemprov Bali dengan nilai ratusan miliar ini, sebab dengan mudah bisa dijadikan saham, yang melibatkan PT Sanur Bali Resort kemudian Yayasan Bina Budaya. Saham 2,5 persen ini, dengan jumlah 200 lembar saham hilang tanpa bekas hingga kini.

“Jadi yang pertama aset hilang, jadi saham, saham hilang tidak jelas. Kemudian devinden tidak pernah dapat. Ini jelas ada perbuatan melawan hukum, merugikan keuangan negara dan bisa diusut secara tipikor (Tindak Pidana Korupsi),” kata Tirtawan.

Lebih lanjut Tirtawan mengatakan, masalah pelepasan aset itu diduga penuh konspirasi.

“Konspirasi memakan uang ratusan miliar, sangat berpeluang juga ada permainan uang. Bagaimana tidak ada permainan aset ini nilainya ratusan miliar, dengan asumsi Rp 2 miliar satu are di lokasi hotel tersebut. Sedangkan luasnya 2,5 hektar awalnya, kemudian jadi 1,7 hektar, kemudian jadi saham, jadi tidak jelas. Wajib KPK mengusut kasus ini, bagi kami ini masuk unsure korupsinya. Karena ada kerugian negara, ada perbuatan melawan hukum,” tegasnya.(kev)