Dikunjungi Wartawan, Penghuni Rumah Tahan Gempa Lombok Barat Sumringah

oleh -27 Dilihat
oleh
Nasrun menunjuk rumahnya yang sudah dibangun oleh pemerintah.

LOMBOK, PETISI.CO – Ada pemandangan yang tak biasa terjadi di Dusun Kapek Atas, Desa Gunung Sari, Lombok Barat. Suasana di kampung halaman dusun itu yang biasanya sepi mendadak ramai. Bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan anak kecil keluar rumah untuk melihat kehadiran orang tak dikenal.

Tatapan mata warga tertuju pada aksi beberapa tamu asingnya. Belakangan diketahui jika tamu-tamu asing itu adalah rombongan wartawan dan Humas Protokol Setdaprov Jawa Timur (Jatim).

Dari kejauhan, warga dusun Kapek Tas melihat aksi para tamu itu memotret rumah-rumah yang sedang dibangun dan ada yang wawancara dengan warga setempat. “Ada apa ya mas. Kok ramai sekali,” tanya Nasrun kepada petisi.co, Rabu (16/10/2019).

“Oh rombongan wartawan dari Jawa Timur. Banyak sekali ya,” ucapnya setelah diberitahu jika puluhan tamu itu adalah wartawan dari Jatim.

Nasrun pun jadi buruan para wartawan. Awalnya, Nasrun sempat menolak diwawancarai. “Jangan saya, yang itu saja,” ucapnya sambil menunjuk rekannya yang tak jauh dari posisinya ketika diwawancarai.

Dia baru bersedia diajak ngobrol setelah sedikit dipaksa wartawan. Nasrun pun tampak sumringah. “Ya, itu rumah saya yang belum selesai dibangun. Dulu rumah saya roboh, rata dengan tanah akibat gempa tahun 2018 lalu,” kenangnya.

Nasrun bersama puluhan warga dusun Kapek Atas, adalah salah satu dari puluhan ribu orang yang menjadi korban dari gempa bumi tahun 2018 silam. Rumah mereka rusak berat akibat gempa susulan sebesar 6,4 SR mengguncang Lombok Barat dan sekitarnya.

Di lokasi rumah yang dibangun, Setiawati diwawancarai wartawan.

Pada gempa pertama yang lebih besar 7,2 SR, rumah Nasrun masih berdiri kokoh. Hanya ada beberapa keretakan tembok di depan dan samping rumah. Namun, gempa susulan beberapa jam setelah gempa pertama terjadi, rumah Nasrun hancur dan rata dengan tanah.

Kini, rumah milik Nasrun bersama warga sekitarnya telah dibangun. Pasca gempa, Nasrun bersama keluarganya tinggal sementara di tempat pengungsian yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB.

“Dua bulan lebih saya tinggal di tempat pengungsian. Sekarang bisa tinggal di rumah ini. Rumah baru saya sekarang tahan gempa. Semoga tak ada gempa lagi,” tuturnya.

Tak jauh dari posisi Nasrun, seorang ibu rumah tangga tersenyum melihat anaknya disorot kamera salah seorang reporter TV swasta. Tanpa disuruh ibunya, perempuan balita itu bergaya lucu, seakan dia tahu yang menyorotnya adalah wartawan.

“Iya betul itu rumah yang baru dibangun. Dulu rumah itu rata dengan tanah,” ucapnya sambil melihat anaknya yang terus bergaya lucu di depan kamera reporter TV cantik itu.

Berdasar data Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat (NTB), rumah terdampak gempa mencapai 72.222 unit. Terdiri dari 13.942 rumah rusak berat, 12.668 rusak sedang dan 45.612 rusak ringan.

Pasca Gempa di Lombok Barat tahun 2018 lalu, pemerintah pusat telah berupaya melakukan recovery untuk tempat tinggal atau rumah warga terdampak. Pemerintah membangun Rumah Tahan Gempa (RTG) sejak April 2019 lalu.

Di Lombok Barat, telah dibangun 72.222 unit RTG. Proses pembangunan mencapai 80 persen. Setiap satu unit RTG, dipatok dengan anggaran sebesar Rp 50 juta dengan kategori rusak berat, Rp 25 juta untuk rusak sedang dan Rp 10 juta untuk rusak ringan.

Rumah warga yang dulu rata dengan tanah, kini berdiri kembali pasca gempa berskala 6,2 SR tahun 2018.

Warga terdampak memiliki dua pilihan pembangunan. Pilihan pertama, membangun sendiri atau swadaya. Kedua, diserahkan melalui suplayer atau developer.

“Target kita pembangunan 72.222 RTG sudah selesai Desember 2019. Khusus di Gunungsari, ada sekitar 100 rumah yang mengalami rusak berat. Sejak April 2019 lalu, rumah-rumah itu sudah direcovery dengan model RTG,” kata Setiawati, salah satu fasilitator Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

RTG yang ditawarkan pemerintah cukup beragam. Mulai dari Rumah Konvesional (Riko), Rumah Sehat Instan (Risa), Rumah Baja (Risba), dan Rumah Kayu (Rika). Namun, rata rata yang diminta warga adalah Riko (Rumah Konvesional).

“RTG yang kita bangun, beda jauh kondisinya dengan rumah yang lama. Insya Allah tahan gempa. Struktur rumah yang sekarang lebih kuat. Besinya pakai yang paling bagus. Diatas standart yang biasa dipakai masyarakat,” jelasnya.

Capaian recovery 80 persen itu telah menyentuh seluruh unit rumah terdampak yang semuanya tersebar di 112 desa di 10 kecamatan. Khusus rumah rusak berat, sudah 40 ribu unit yang selesai pembangunannya dan telah dilakukan penyerahan kunci kepada warga.

“Semuanya merupakan bangunan berjenis RTG. Jika terjadi gempa, bangunan rumah ini tak akan roboh seperti bangunan rumah sebelumnya,” tambah Mahayadi, Asisten Korwil Fasilitator BNPB Kabupaten Lombok Barat. (bm)