Disidak Menpora, Pengamat: Harusnya Pengelola GBT Welcome

oleh -37 Dilihat
oleh
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo, Madura, Surokim Abdussalam.

SURABAYA, PETISI.CO – Sambutan tidak hangat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mengundang beragam reaksi dari berbagai kalangan. Sikap Pemkot Surabaya yang menutup rapat pintu utama Gelora Bung Tomo (GBT) saat disidak Menpora, Minggu (3/11/2019), dinilai telah membuat kegaduhan.

“Namanya saja inspeksi mendadak (sidak), ya berlaku khusus. Beda sama turba yang harus ada pemberitahuan,” kata pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam kepada petisi.co, Selasa (5/11/2019).

Seharusnya, menurutnya pengelola GBT welcome saja. Semua tahu mereka adalah pejabat terkait. Namun, dirinya tidak tahu kenapa hal begitu bisa terjadi. Hal yang semestinya biasa saja, kok harus gaduh.

“Itu hanya soal fatsun. Kayak gak lazim aja. Kayak ada hal yang belum selesai, kemudian jadi masalah yang diketahui publik menjadi vulgar,” ujar Dosen Komunikasi Politik dan Dekan FISIB UTM ini.

Dalam pandangannya, kita sekarang ini butuh semangat untuk saling menguatkan dan merekatkan, bukan semangat saling meniadakan. Birokrasi butuh kolaboratif agar bisa akseleratif solutif.

“Saya pikir ini penting untuk digarisbawahi para birokrat kita kekinian supaya tidak jalan sendiri-sendiri,” ucapnya.

Menurutnya, ada yang mulai hilang dari semangat birokrat kita untuk saling menguatkan tadi. Dan itu butuh kesadaran bersama untuk bisa saling menguatkan dan mendukung sesuai tupoksi dan aturan yang ada.

“Panggung publik kita kalau gaduh ke hal- hal begitu dan kadang tidak substansial strategis bisa terjerumus ke polemik yang tidak produktif, semestinya harus disadari semua pihak,” tandas peneliti Lembaga Surabaya Survey Center (SSC) ini.

Soal tudingan sikap Walikota yang tidak kooperatif, karena sebagai seorang birokrasi, tentu dia mempunyai azas-azas ketaatan untuk satu tingkat di atasnya maupun apa yang menjadi aturan dari pemerintah pusat. Surokhim menilai hal itu soal fatsun saja dan itu kembali ke masing-masing pihak.

“Semua akan membawa efek untuk komunikasi publik. Intinya khan ada dikomunikasi para pihak jika ada respek dan niat positif, saya pikir gak akan gaduh begitu. Saya pikir itu masalah teknis yang sebenarnya gak harus jadi rumit,” tuturnya.

Penyelenggara negara, lanjutnya, semangatnya harus kolaboratif dan saling menguatkan, biar komunikasi jadi efektif dan tidak perlu gaduh untuk hal hal begitu. Mengapa pilihan saling bisa memahami, menguatkan, sinergi, solutif kolaboratif jadi kian rumit untuk ditempuh, itu hal mendasar yang perlu diketahui semua pihak.

“Mulai banyak hal hilang dari fatsun menjadi penyelenggara negara. Virtue-virtue publik sudah mulai banyak dilupakan. Jadi, komunikasi publik para penyelenggara negara kian jatuh pada hal yang artifisial saja bukan lagi substantif,” jelasnya.

Karena itu, tambahnya, kembali saja ke rel awal semangatnya. Jangan lagi berpolemik, tapi saling bisa menguatkan. “Itu yang dibutuhkan. Hindari berpolemik, kerja, kerja, kerja,” tandasnya sambil tertawa.(bm)