Surabaya, petisi.co – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Evaluasi untuk meninjau kinerja Dinas Sosial (Dinsos) pada Triwulan I Tahun Anggaran 2025. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, membahas realisasi anggaran Dinsos, program bansos, perubahan mekanisme permakanan lansia, dan program Sekolah Rakyat, pada Rabu (30/4/2025).
Realisasi anggaran Dinsos pada triwulan pertama 2025 mencapai 14 persen dari total anggaran sebesar Rp 105 miliar. Meskipun sebagian besar program bansos berjalan di triwulan kedua dan ketiga, capaian tersebut dinilai cukup baik.
Dr Akmarawita Kadir menekankan pentingnya sinkronisasi dan integrasi data penerima bansos agar tidak terjadi tumpang tindih dan bantuan dapat lebih merata.
“Kita ingin satu data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dapat direalisasi, sehingga semua dinas—pendidikan, sosial, kesehatan—bisa saling terkoneksi. Ketika buka data satu keluarga, langsung bisa diketahui intervensi apa saja yang sudah diterima, agar tidak ada satu KK dapat enam bantuan, sementara yang lain tidak kebagian,” ujarnya.
Sorotan utama dalam rapat adalah perihal bantuan sosial (bansos) dan perubahan mekanisme program permakanan untuk lansia. Anggota Komisi D, dr. Zuhrotul Mar’ah, menyampaikan keluhan masyarakat, terutama para lansia di tingkat RW, yang merasa tidak lagi mendapatkan bantuan permakanan seperti sebelumnya.
“Dulu itu, hampir semua lansia di RW-RW ada permakanan. Tapi sekarang kok enggak ada ya, Bu dokter, begitu mereka bilang. Mereka juga butuh difasilitasi kegiatan healing-healing atau rekreasi, walau setahun sekali pun tak masalah,” ujar Zuhrotul.
Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Anna Fajriatin, menjelaskan bahwa hilangnya program permakanan untuk lansia bukan berarti mereka tidak lagi menerima bantuan.
“Ini bukan berarti lansia tidak mendapatkan perhatian, tapi mereka sudah mendapatkan bantuan langsung tunai sebesar Rp.200 ribu per bulan dari pusat, yang dicairkan setiap tiga bulan sekali melalui kantor pos,” ujar Anna.
Ia menambahkan bahwa jumlah penerima bantuan sosial di Kota Surabaya sebelumnya mencapai 11.773 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), namun saat ini tinggal 488 yang masih dibiayai oleh APBD, selebihnya telah ditanggung APBN.
Selain isu bansos dan lansia, rapat juga membahas program unggulan pemerintah pusat, yaitu Sekolah Rakyat. Sebagai alternatif, Pemerintah Kota Surabaya memanfaatkan fasilitas yang sudah ada, yakni Kampung Anak Negeri di Wonorejo, yang kini diarahkan untuk menjadi tempat pendidikan SMP bagi anak-anak dari keluarga miskin.
“Ini solusi konkret. Kita manfaatkan UPTD yang sudah ada, dan kita sesuaikan dengan kondisi di lapangan,” tutur dr. Akma.
Rapat evaluasi Komisi D DPRD Surabaya menunjukkan bahwa penanganan kesejahteraan sosial di kota ini terus menyesuaikan dengan kebijakan pusat serta kondisi riil di masyarakat.
Meskipun beberapa program seperti permakanan lansia mengalami perubahan pola bantuan, substansi intervensi tetap berjalan melalui sumber anggaran yang berbeda.
Ke depan, penguatan data terintegrasi dan sinergi antar instansi menjadi kunci agar setiap program tepat sasaran dan adil bagi seluruh warga. Program Sekolah Rakyat pun menjadi harapan baru bagi anak-anak miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak meski dengan keterbatasan kota.
Rapat ini menegaskan pentingnya evaluasi berkala dan kebijakan yang adaptif demi tercapainya kesejahteraan sosial yang merata di Surabaya. (joe)