Jember, petisi.co – Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember kembali menunjukkan kiprah akademiknya melalui kegiatan “Ngaji Hukum: KUHAP Series” yang digelar di Aula FH UM Jember. Mengusung tema “Keadilan Restoratif, Perlindungan Advokat dan Bantuan Hukum”, kegiatan ini mengajak berbagai unsur Aparat Penegak Hukum (APH), akademisi, serta organisasi masyarakat sipil untuk bersama membedah draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), khususnya dalam aspek restorative justice (RJ).
Dalam wawancaranya di hadapan awak media, Ahmad Suryono, S.H., M.H., Dekan FH UM Jember, menegaskan bahwa kegiatan “ngaji” merupakan tradisi intelektual khas Fakultas Hukum dalam mendalami dan mengkritisi undang-undang. “Kegiatan ini bertujuan menggali berbagai perspektif terhadap draf RUU KUHAP, agar kampus juga bisa memberi kontribusi nyata dalam pembentukan legislasi nasional,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ahmad Suryono menyampaikan, paradigma penerapan RJ di lapangan kerap menimbulkan tafsir yang beragam. Antar aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, seringkali memiliki pemahaman dan pendekatan yang berbeda. Akibatnya, masyarakat menjadi bingung dan bahkan curiga terhadap tujuan RJ yang sesungguhnya.
“Tidak bisa dipungkiri, ada kekhawatiran dari publik bahwa RJ hanya dijadikan celah kompromi hukum oleh oknum tertentu, dengan istilah populer ‘pemahaman 86’. Inilah yang harus kita kritisi bersama, sebab prinsip keadilan tidak boleh dibarter dengan kepentingan tertentu,” tegasnya.
Draf RUU KUHAP sebenarnya sudah mulai mengakomodir konsep keadilan restoratif dengan ruang-ruang penyelesaian di luar pengadilan. Menurut Ahmad Suryono, hal ini merupakan perkembangan positif karena mengedepankan pemulihan korban dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat. Namun demikian, ia menegaskan bahwa kerangka pengaturannya harus jelas dan tegas agar tidak disalahgunakan.
“Kalau tidak diatur secara hati-hati, RJ bisa jadi alat pembenaran praktik impunitas. Pelaku kejahatan bisa lolos, korban merasa diabaikan, dan publik kehilangan kepercayaan pada hukum,” tegasnya.
Dalam penutupnya, Ahmad Suryono, menyampaikan, hasil dari diskusi ini akan dirangkum dalam bentuk kajian akademik dan dikirimkan kepada Komisi III DPR RI sebagai masukan resmi. “Kita ingin draf RUU KUHAP ke depan benar-benar berangkat dari kebutuhan masyarakat, tidak sekadar kompromi politik atau teknis penegakan hukum,” pungkasnya. (joe)