Surabaya, petisi.co – Beberapa catatan kritis terkait Rancangan APBD (R-APBD) 2026 diberikan oleh Fraksi Nasdem DPRD Jatim, yang disampaikan juru bicaranya, Mochammad Nasih Aschal pada rapat paripurna DPRD Jatim terkait pandangam umim Fraksi di ruang Paripurna DPRD Jatim, Senin (29/09/25).
Menurut Ra Nasih sapaan akrab Mochammad Nasih Aschal, pada R-APBD 2026, Belanja Daerah diproyeksikan Rp29,25 triliun dengan defisit Rp994 miliar. Fraksi Nasdem menyoroti terkait kebijakan mandatory spending.
“Alokasi 20 persen pendidikan, 40 persen infrastruktur, dan kesehatan yang memadai harus tercermin dalam output nyata, bukan sekadar pemenuhan formalitas. Misalnya, masih banyak sekolah negeri kekurangan sarana, dan pelayanan RSUD kelas A belum merata,” ujar Ra Nasih.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti sisi Belanja Pegawai. Meski turun 7 persen dari P-APBD 2025, nilainya masih 10 persen lebih tinggi dibanding realisasi 2024.
“Kami khawatir terdapat idle money yang tidak efektif. Reformasi birokrasi dan evaluasi kinerja ASN harus diperketat,” ucap anggota Komisi C DPRD Jatim itu.
Lebih lanjut, Fraksi Partai Nasdem kata Ketua Fraksi ini, juga memberikan catatan mengenai pemangkasan Belanja Modal yang mencapai 40 persen dibanding P-APBD- 2025 sangat mengkhawatirkan. Ia menyesalkan minimnya alokasi anggaran untuk infrastruktur jalan, jaringan, dan irigasi.
“Alokasi belanja jalan, jaringan, dan irigasi hanya Rp44,7 miliar jelas tidak rasional bagi provinsi sebesar Jawa Timur. Jika dibiarkan, infrastruktur rusak tidak terawat akan menurunkan daya saing ekonomi daerah,” paparnya.
Adapun terhadap belanja hibah dan bansos, pihaknya menilai bahwa peningkatan 15 persen alokasi harus disertai transparansi penerima agar tidak menjadi ajang patronase politik. Fraksi Nasdem meminta adanya database publik penerima hibah yang bisa diakses masyarakat.
Sementara itu, pada aspek Pendapatan Daerah, Fraksi Partai Nasdem menilai target pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya 1,8 persen tidak sebanding dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jatim 4,8 – 5,6 persen.
“Ini menunjukkan lemahnya strategi penggalian potensi PAD. Kami menuntut optimalisasi pajak daerah tanpa menambah beban masyarakat, khususnya kelompok rentan; pemutakhiran database pajak secara digital, bukan hanya jargon; transparansi target dan realisasi setiap jenis retribusi,” urai politisi asli Madura ini.
Lebih lanjut, Fraksi Partai Nasdem juga menyoroti kontribusi BUMD dan keberadaan aset milik Pemprov yang mangkrak. Pihaknya menyebut kontribusi BUMD masih jauh dari optimal.
Karena itu, pihaknya mendesak audit menyeluruh atas BUMD yang tidak sehat. Bila terbukti merugi dan tidak memberi manfaat, DPRD berhak membentuk Pansus BUMD.
Demikian juga terkait aset mangkrak, menjadi perhatian serius bagi Fraksi Partai Nasdem.
“Hingga kini, banyak aset daerah terbengkalai. Pemprov harus menetapkan target pemanfaatan aset idle yang jelas di renstra/renja OPD terkait,” pungkasnya. (ari)