Sidoarjo, petisi.co – Sejumlah permasalahan terkait penanganan kasus narkoba hingga dampak dan pecandunya sebagai korban menjadi topik pembicaraan hangat dalam hearing Komisi D DPRD Sidoarjo, Jumat (14/3/2025).
Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo H. Moch Dhamroni Chudlori M.Si, Ketua Yayasan Rehabilitasi Korban Narkoba (YR KOBRA) Jatim Tjatur Agus Prabowo, Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Sidoarjo Kombes Pol Gatot Soegeng Soesanto, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Sidoarjo Heni Kristiani, Kepala Dinas Kepemudaaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Sidoarjo Yudi Iriyanto serta Kepala Bidang Perlindungan Sosial Dinsos Sidoarjo Bashori Alwi.

Membuka perbincangan, Tjatur Agus Prabowo menyampaikan beberapa kendala yang dialami YR KOBRA dalam melayani klien. Dana untuk operasional menjadi kendala lembaga tersebut untuk bekerja maksimal.
“Seperti misalnya, honor untuk relawan dan sewa tempat pelayanan. Saat ini, biaya itu dipenuhi dengan urunan atau katakanlah secara mandiri. Relawan baru bisa dapat honor jika klien membayar penuh. Oleh karena, untuk bisa memaksimalkan rehab sosial, YR KOBRA butuh dukungan dari Pemkab dan DPRD Sidoarjo,” kata Tjatur saat hearing di ruang rapat DPRD Sidoarjo.
Menyambung statment tersebut, Kombes Pol Gatot Soegeng Soesanto menjelaskan, dulu biaya-biaya untuk itu bisa diklaim ke BNNK. Namun sekarang sudah tidak bisa lagi, lantaran efisiensi anggaran.
“Hibah BNNK Sidoarjo tinggal Rp 900 juta. Kena efisiensi Rp 1,1 miliar dari sebelumnya dianggarkan Rp 2 miliar,” tegas Gatot.
Menurutnya, dalam situasi tertentu ada relawan yang membantu secara mandiri. Namun, tetap kurang banyak. Karena klien tidak datang sekali, tetapi berkali-kali untuk sembuh. Biaya di salah satu tempat rehab narkoba bisa mencapai Rp 48 juta.
“Saya harap keinginan teman-teman (YR KOBRA) ini bisa tersampaikan ke eksekutif dan legislatif,” tutur perwira polisi dengan pangkat tiga melati di pundak ini.
Lebih jauh Gatot, menekankan pentingnya Kabupaten Sidoarjo memiliki tempat rehabilitasi narkoba sendiri. Menurutnya, saat ini masyarakat Sidoarjo yang membutuhkan rehabilitasi harus dikirim ke luar daerah, seperti ke Lawang, Malang, yang memerlukan biaya tinggi.
“Kasihan jika masyarakat harus direhab ke luar daerah, karena biayanya sangat mahal. Seharusnya pemerintah Kabupaten Sidoarjo bisa memfasilitasi tempat rehabilitasi sendiri agar bisa menampung warga yang terkena dampak kecanduan,” ujarnya.
Bahkan beberapa bulan lalu, Gatot mengaku telah mengusulkan kepada Bupati Sidoarjo untuk menyediakan fasilitas rehabilitasi narkoba yang nantinya bisa dikelola oleh BNN.
“Namun, sekali lagi pengelolaan tersebut juga membutuhkan anggaran dari pemerintah daerah,” akunya.
Terkait peredaran narkoba, kata Gatot wilayah Kabupaten Sidoarjo bukan menjadi target utama bandar narkoba, melainkan hanya menjadi tempat transit.
“Namun demikian, upaya pencegahan tetap harus dilakukan dengan meningkatkan sosialisasi kepada pelajar SMP dan SMA mengenai bahaya narkoba,” terangnya.
Mendengar keluhan dan masukan tersebut, Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Dhamroni, memberikan arahan agar yayasan rehabilitasi harus selalu berkoordinasi dengan instansi maupun OPD terkait seperti Dinsos, Dispora, dan DP3AKB agar program rehabilitasi bisa berjalan optimal.
“Dengan adanya audiensi ini, diharapkan wacana pembangunan tempat rehabilitasi narkoba di Sidoarjo dapat segera direalisasikan demi membantu masyarakat yang membutuhkan serta memperkuat upaya pemberantasan di wilayah Sidoarjo. Monggo dari dinas ada masukan, barangkali,” papar Ketua Komisi yang membidangi kesejahteraan rakyat ini.
Kepala Disporapar Sidoarjo Yudi Iriyanto menyampaikan program pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui sekolah-sekolah.
“Untuk sosialisasi pencegahan peredaran narkoba, kami sudah ada Duta Anti Narkoba. Tugasnya memberikan edukasi ke sekolah-sekolah. SD maupun SMP,” ungkap Yudi.
Menambahkan pernyataan itu, Heni Kristiani menyebut DP3AKB juga memiliki program pencegahan penyalahgunaan narkoba dengan menggandeng BNNK Sidoarjo.
“Misalnya, Duta Genre yang memberikan pengetahuan tentang berbagai hal yang perlu diketahui remaja. Termasuk pengetahuan bahaya narkoba. Program ini tentunya kami bersinergi dengan BNNK,” ungkapnya.
Sementara itu, Bashori Alwi menyampaikan pengalaman menarik terkait laporan ke Dinsos bahwa ada temuan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ternyata setelah ditelusuri diketahui sebagai pengedar narkoba.
“Ada laporan dari seorang kades masuk ke Dinsos terkait temuan ODGJ, setelah didatangi ternyata dia bukan ODGJ, melainkan pemakai. Begitu ditelusuri lebih jauh diketahui malah dia pengedar. Polsek setempat tidak menindaklanjuti karena desa menyatakan dia sebagai ODGJ. RSJ Menur minta diambil untuk diteruskan ke lembaga seperti YR KOBRA ini,” ucap Bashori Alwi.
Merangkum semua masukan dan keluhan itu, Dhamroni Chudlori menyampaikan penegasan DPRD Sidoarjo dan Pemkab akan mendukung upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan dan penanganan korban narkoba. Namun demikian, kebijakan itu sebenarnya masih merupakan ranah pemerintah pusat.
“Kami akan membantu karena ini daerah lebih bersifat supporting. Masalah pencegahan dan penanganan terkait narkoba ini merupakan atensi pusat,” jelasnya.
Terkait kebijakan efisiensi, seperti pemotongan anggaran untuk lembaga-lembaga di daerah terkait penanganan narkoba. Pemerintah daerah hanya bisa mensupport karena punya program-program sendiri yang mendesak untuk masyarakat.
“Jadi, kita sifatnya mensupport pemerintah pusat,” tegas Dhamroni Chudlori. (luk)