LAMONGAN, PETISI.CO – Selain berziarah ke beberapa tempat situs maupun makam bersejarah, Jumat (6/11/20), Romo RD. Skolatikus Agus Wibowo, Pastor Kepala Paroki St. Aloysius Gonzaga Surabaya juga menitipkan pesan pada masyarakat Lamongan dan juga jamaahnya di Kab. Lamongan dalam memilih pemimpin Lamongan.
“Pemimpin itu harus tumbuh dari rakyat dan merakyat apalagi Pilkada, sedikit saja digoreng saja dengan isu grasroot, nah pilihan ini yang harus hati hati, maka pilihlah yang berkompeten dalam pilkada Lamongan mendatang,” ungkapnya.
Artinya berkompeten yang memiliki kemampuan memimpin, tidak hanya sekedar dicalonkan dari partai atau dari unsur relawan partai, tapi bagaimana dia tahu situasi Lamongan yang sesungguhnya.
“Dan saya harapkan pemimpin Lamongan itu tidak hanya mengayomi, karena dia bukan pahlawan yang mengayomi tapi dia pemimpin yang mensejahterakan rakyat, itulah tujuan besarnya,” bebernya lagi.
Selain itu PR nya banyak sekali untuk pemimpin yang baru nanti yakni Lamongan harus bersih, selama perjalanan ke Lamongan tadi masih kotor begitu pula aspal masih jelek.
Mungkin dulu Mbah Lamong membangun Kab. Lamongan untuk orang nyaman tinggal di Lamongan, bisa menemukan kesejukkan untuk ditinggali. “Maka beliau membangun Lamongan untuk kesejahteraan rakyat, itu mungkin tafsiran saya,” tambahnya.
Maka kini adalah saatnya bagi warga Lamongan untuk memimpin Kab. Lamongan seperti cita-cita Mbah Lamong agar rakyatnya nyaman untuk tinggal, rakyatnya sejahtera adil makmur.
Nah sekarang siapa dari ketiga Paslon Pilkada Lamongan yang mengusung visi kesejahteraan warga Lamongan, mungkin semua sudah tahu dan itu yang layak dipilih.
Terkait hubungan saya dengan kalangan Nahdliyin NU, ya cukup dekat. Kalau saya ditanya kenapa harus Nahdliyin ya karena itu teman dan saudara saya dalam kemanusiaan seperti yang lainnya.
Dan memang NU dikenal yang selalu melindungi minoritas, dan itu juga kami lakukan. Alasannya apa, karena sejauh ini semua orang dituntut menaungi minoritas.
“Maka itu juga kami tanamkan dalam jamaah kami karena kita itu sama, sama sama warga negara yang mempunyai konstitusi,” ujarnya lagi.
Kalau jumlah itu dijadikan ukuran, lalu kita akan terjebak dalam pengerahan massa, kalau massanya sedikit kita libas, kan itu tidak baik dalam berbangsa Indonesia.
Tapi kalau kita duduk sebagai warga negara yang baik, maka kita akan mempunyai pandangan yang luas dalam membangun masyarakat.
“Jadi pembangunan masyarakat itu bukan berdasarkan sekte agama, ideologis itu tidak, tapi karena kebutuhan dasar masyarakat itu dari grassroot itu apa, jawabannya adalah sejahtera,” pungkasnya. (ak)