Jurnalis Jawa Timur Mantapkan Ilmu di Pelatihan Pra-UKW

oleh -159 Dilihat
oleh
Pelatihan jurnalis Jawa Timur pra-UKW via Zoom oleh LUKW PWI Pusat

SURABAYA, PETISI.CO – Menjelang Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) yang akan diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat pada tanggal 28-29 Mei 2024, sebanyak 36 jurnalis dari Jawa Timur mengikuti pelatihan Pra-UKW via zoom, Sabtu (25/5/2024).

Dalam pelatihan ini, hadir 3 narasumber utama dari Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (LUKW) PWI Pusat, yakni Firdaus Komar, Suprapto dan Djunaedi Tjunti Agus.

Sepanjang sesi 1 hingga sesi 3, ketiga narasumber ini menjabarkan apa-apa saja yang dipegang oleh seorang jurnalis dalam meningkatkan kompetensi dalam menjalankan profesi. Salah satunya yang disampaikan Suprapto, selaku Komisi Pendidikan LUKW PWI Pusat yang menjelaskan tentang perbedaan antara media pers konvensional dan media sosial.

“Jadi teman-teman, sederhananya adalah media pers itu memiliki struktur yang jelas, dan beritanya dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan media sosial pertanggung jawabannya adalah personal orang yang memposting,” ungkap Suprapto.

Selain itu, media pers dilindungi oleh Undang-Undang Pers, dan bekerja dengan memegang teguh Kode Etik Jurnalistik. Selain itu, verifikasi media juga harus melalui Dewan Pers. Hal tersebut, lanjut Suprapto, tentunya tidak ada di media sosial.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh Direktur LUKW, Firdaus Komar yang menyebut bahwa seorang reporter media harus memiliki perencanaan matang sebelum berangkat meliput. Pasalnya, hal ini merupakan salah satu acuan dari para jurnalis agar lebih terarah dalam mencari hingga mempublikasi berita.

“Tekankan selalu 5W+1H. Untuk straight news, bisa dengan segitiga terbalik, jadi data penting dulu baru yang data tambahan. Sedangkan features itu lebih bebas, tidak terkekang auran baku dalam penulisan,” ujarnya.

Sementara itu, Djunaedi Tjunti Agus sebagai Sekretaris Komisi Kompetensi Wartawan LUKW, turut menjabarkan terkait berita features.

“Ada yang mengatakan, features itu sama dengan cerpen karena kita sebagai jurnalis itu bercerita. Bedanya, kalau features kita bercerita berdasarkan fakta, cerpen lebih cenderung mengarang penuh,” kata Djunaedi.

Penekanan berita pada tulisan features, lanjutnya, harus bisa menyentuh hati para pembaca. Karena itulah, seorang jurnalis jika menulis features harus memperkaya kosakata dengan susunan alur yang rapi.

“Salah satu jenis features yang paling banyak diminati adalah Human Interest. Jadi kita menceritakan seseorang dengan pengalaman baik mengharukan, menginsipirasi hingga itu menggugah hati para pembaca,” pungkas Djunedi. (dvd)