Kasus KDRT Dilakukan Dokter, APEL Lamongan: Apapun Profesinya Harus Ditahan

oleh -136 Dilihat
oleh
Persidangan kasus KDRT, terdakwa (atas kanan putih).

LAMONGAN, PETISI.CO – Agenda Sidang ketiga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menimpa Nanik (40) warga Kecamatan Paciran Lamongan memasuki agenda meminta keterangan saksi, yakni saksi pertama korban sendiri dan saksi kedua Sukaryawati.

Dalam sidang yang berlangsung tertutup di ruang Tirta Pengadilan Negeri Lamongan, saksi menjelaskan bahwa tanggal 22 ada perkara penganiayaan yang dilakukan oleh si dr. Manaf di garasinya, dan pemukulan itu berakibat ada luka di bibir. “Dan setelah pemukulan itu, korban memeriksakan diri ke RS Suyudi dan diopname selama dua hari,” ungkap Suprayitno, Jaksa Penuntut Umum.

Visum juga ada sesuai surat visum tertanggal 23 April 2019 dari RS. dr. Suyudi Paciran. Terkait kenapa terdakwa tidak ditahan, itu adalah kewenangan pimpinan. “Kalau ingin tahu kenapa tidak di tahan, silahkan tanya ke Kasi Pidum,” ujar Suprayitno lagi usai persidangan.

Sementara itu Irwan Syafari, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Lamongan menyampaikan, bahwa tanggal 22 Juni 2020  terdakwa mengajukan permohonan penahanan kota. Dan si dokter itu juga mencantumkan surat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan, pasalnya dokter itu kerja di sana di RSML.

“Pertimbangan kami meng Acc permohonan tersebut, karena memang tersangka ini, saat ini sebagai Wakil Ketua  Gugus Comand Centre Lamongan Covid-19. Tentunya sekarang kan massa pandemi, gak mungkin dong kalau kami main nahan-nahan saja, karena dia punya jabatan Wakil Ketua sesuai SK penunjukkan Direktur situ,” kata Irwan.

Sedangkan penjaminnya adalah H. Muhamad Umar SE kakak kandungnya. Nah sebelumnya dari pihak kepolisian tidak dilakukan penahanan juga mungkin karena alasan kooperatif. Tapi kami tetap suruh mengajukan kembali karena beda institusi kelembagaan.

Terkait pasal yang dijeratkan pada tersangka Kasi Pidum Kejaksaan Lamongan menguraikan, bahwa sesuai surat dakwaan dr. Abdul Manaf dakwaannya disusun secara subsideritas.

Yang dakwaan primer yaitu, perbuatan terdakwa sebagaimana di atur dan diancam pidana dalam pasal 44 ayat 1 Undang Undang RI no 23 tahun 2004  tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda sebanyak 15 juta rupiah.

“Sedangkan untuk yang Subsidernya diancam dengan pasal 44 ayat 4, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda sebanyak 5 juta rupiah,” urai Irwan S. lagi.

Sementara itu Anis Su’adah, Kordinator Advokasi dan Pendampingan Aliansi Perempuan Lamongan (APEL) usai mendampingi korban dalam persidangan mengungkapkan, kalau terkait dengan kasus KDRT, sudah keluar hasil visum dan pelaku sudah dijadikan tersangka, secara otomatis dia harus ditahan.

Dia itu tidak boleh berkeliaran, kalau dari pihak kami mintanya seperti itu, meskipun itu tahanan kota. Sedangkan beberapa kasus yang lain, mereka ditahan kenapa ini tidak.

“Ini yang jadi pertanyaan besar bagi kami, ketika ini lho sudah jadi tersangka, tapi kenapa kok masih berkeliaran di kota. Seharusnya dia harus ditahan,” kata Anis menekankan.

Terkait profesi terdakwa yang menjadi dokter dan  jadi alasan kenapa sampai saat ini belum ditahan, Anis sapaan akrabnya menguraikan, kalau sesuai aturan Undang Undang KDRT, kemudian ini sudah jadi tersangka karena kekerasannya, kekerasan fisik dan terbukti secara visum, apapun profesinya, yang namanya tersangka harus tetap ditahan, tutupnya. (ak)

No More Posts Available.

No more pages to load.