Kepastian Hukum Bagi Penguasa Tanah Secara Nyata, Tinggalkan Berbagai Masalah

oleh -121 Dilihat
oleh
Diskusi publik oleh Jamal dan WesTa.

LAMONGAN, PETISI.CO – Persoalan masih banyaknya bidang tanah yang dikuasai masyarakat Lamongan tanpa alat bukti tertulis, tinggalkan berbagai masalah dan menjadi perhatian serius Komunitas WesTa dan Jamal.

Persoalan itu kemudian di angkat melalui acara Diskusi Publik bertema “Kepastian hukum bagi yang menguasai Tanah secara nyata” oleh kedua komunitas ini, Rabu (10/3/21) di Pondok Siti Dumilah Jetis, Lamongan.

Diskusi tersebut tidak saja mengundang dari pihak kantor BPN Lamongan, mulai Pengadilan Negeri Lamongan, Badan Pendapatan Daerah, Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Pemerintahan desa, kalangan akademisi sampai perwakilan masyarakat yang mengalami kendala dalam permohonan sertifikat turut, di undang penyelenggara.

Nara sumber yang diharapkan datang dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Pengadilan Negeri Lamongan sampai acara diskusi selesai tidak nampak hadir.

Acara ini langsung di moderatori sendiri oleh Pimpinan Komunitas WesTa, Hadi Mulyono.

Fokus pembahasannya, tentang alas hak yang dapat digunakan sebagai dasar Pendaftaran tanah yang belum bersertifikat dan pengupasan tentang yang termasuk dan tidak termasuk obyek PPh Final dan BPHTB.

Di sesi tanya jawab moderator dengan narasumber, pertanyaan-pertayaan krusial yang di ajukan moderator menjadikan sesi ini sangat menarik, pasalnya terungkap penerapan pasal 24 ayat 2 PP No 24/97 tentang pendaftaran tanah.

Pasal yang harusnya sebagai jalan keluar bagi masyarakat yang menguasai tanah tanpa alat bukti tertulis untuk dasar permohonan, enggan di terapkan Kantor BPN Lamongan.

Fakta itu disampaikan oleh Darmawang, Kasubag TU BPN yang mendapat giliran menjawab, kenapa pasal yang harusnya bisa menjadi kemudahan bagi masyarakat mendapat kepastian hukum atas pendaftaran tanah.

Dengan dalih banyaknya pegawai Kantor BPN yang diperkarakan ke Pengadilan, bila pasal itu diterapkan, menjadi alasan kenapa pasal tersebut sedikit enggan digunakan, ujarnya.

Sisi lain juga terungkap bahwa dalam Program Sertifikat Masal, penerima sertifikat ternyata ada biaya lain yang muncul di kemudian hari, yaitu pengenaan BPHTB.

Menurut Matali yang mewakili Badan Pendapatan Daerah Lamongan, berpendapat, PTSL masuk obyek pajak BPHTB, walau akunya penerapan itu secara teknis nanti ada kendala, yaitu sampai detik ini Kantor BPN Lamongan belum koordinasi soal siapa saja yang sudah dapat Program PTSL.

Masih kata Matali, tetapi kami tidak serta merta, dikemudian hari tetap akan kita pertimbangkan keberatan-keberatan masyarakat untuk penarikan Pajak BPHTB.

Di luar rangkaian diskusi, Hadi Mulyono, menyayangkan PN Lamongan dan KPP Pratama tidak bisa hadir, sesalnya, kehadiran dua lembaga pemerintah ini sangat penting untuk bisa meluruskan kegamangan para pihak agar ada kejelasan dan komitmen bersama.

Sedangkan masih menurut Hadi, dari hasil investigasi Komunitas WesTa, kedua lembaga pemerintah ini sering dikeluhkan oleh publik dan instansi pemerintah yang lainnya. “Khususnya ada kaitannya dengan tema diskusi kita kali ini,” pungkasnya. (ak)

No More Posts Available.

No more pages to load.