Mahfud MD: Kandidat Capres-Cawapres Angkat Isu Lama

oleh -105 Dilihat
oleh
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD

SURABAYA, PETISI.CO – Isu yang diangkat dalam debat pertama Capres-cawapres tidak ada hal yang baru. Kedua pasangan capres-cawapres mengangkat isu lama yang membuat masyarakat kurang tertarik melihatnya.

“Itu isu lama yang selalu menjadi tema dalam debat-debat capres-cawapres pada periode-periode sebelumnya,” kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD kepada wartawan di sela sarasehan kebangsaan di Surabaya, Rabu (16/1/2019).

Isu yang diangkat kedua kandidat capres-cawapres, antara lain Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme.

“Isu HAM, penegakan hukum, korupsi itu sudah sejak jaman Pak Harto mau jatuh, terus diganti Habibie, di ganti Gusdur tema itu lagi, diganti bu Mega itu lagi, pak SBY itu juga sampai sekarang,” ujarnya.

Mahfud berharap kali ini, isu tersebut bukan hanya sekadar isu namun harus bisa diyakini bahwa itu bisa dilaksanakan. “Kita harus bergerak maju dan jangan menjadikan isu kampanye saja, tapi harus ada road map (rema) untuk melaksanakan itu semua,” tuturnya.

Tema tersebut, lanjutnya, juga bisa membuka pikiran masyarakat untuk mengetahui kandidat mana yang sebenarnya mempunyai roadmap (peta jalan) dan instrumen untuk menjalankannya.

“Peta jalan itu bisa dipercaya ketika kita melihat infrastruktur politik yang mendukung, dan di belakang kandidat itu orang-orang yang mendukung itu siapa lalu bagaimana track recordnya,” paparnya.

Sementara di sarasehan yang digelar Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud menyinggung politik identitas yang saat ini menjadi ancaman. Politik identitas bisa memicu perpecahan dan permusuhan yang didasari perbedaan pilihan.

“Politik identitas ini kan politik yang digerakkan atas primordial-primordial yang dimiliki oleh satu kelompok, misalnya saja agama ada Kristen ada Islam dan islam pun itu ada islam garis keras ada islam kebangsaan dan yang lain,” lanjut Mahfud.

Saat ini, menurutnya, politik identitas sudah muncul di permukaan untuk membenturkan agama, ras, kedaerahan, dan suku. Padahal, masalah tersebut sudah pernah dibahas dan selesai pada jaman kemerdekaan dulu.

“Kita berbangsa dan bernegara ini harganya mahal, kita peroleh bukan warisan dan hadiah dari siapapun tapi karena mengusir penjajah dan itu bisa karena kita bersatu tidak ada mayoritas dan minoritas, bermacam agam dan suku tapi hanya satu Indonesia, tidak ada yang berpikir saya islam dan kristen,” tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini. (bm)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.