Mentalitas Korupsi di Tengah Modernisasi

oleh -194 Dilihat
oleh
Oleh: Najmah Rindu*

Korupsi di era modernisasi ini semakin masif mengingat sistem birokrasi yang kacau dan tidak terkelola dengan baik. Rekatnya budaya korupsi membuat kian elusifnya gerak gerik para koruptor dalam melancarkan aksinya. Mentalitas anti korupsi lah yang wajib ditumbuhkan pada setiap individu, mengingat makin tingginya kasus korupsi di Indonesia.

Dewasa ini, korupsi sudah menjadi hal yang wajar terjadi dan sudah menjadi budaya yang mendarah daging di Indonesia. Senyatanya korupsi bukanlah semata-mata untuk kebaikan bersama (common good), tetapi untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Terdapat bukti yang bisa kita saksikan sendiri pada televisi, buku atau media sosial sekalipun, korupsi masih tetap tumbuh berkembang di masyarakat. Tiap mendapati seorang koruptor yang tertangkap basah telah bertindak korup, tindakan tersebut dianggap menjadi suatu performa atau prestasi tersendiri bagi penegak hukum, tetapi dari sisi kebudayaan, mentalitas korupsi merupakan sesuatu kondisi yang tidak dapat terbendung hingga saat ini.

Menelisik kasus yang baru-baru ini banyak diperbincangkan oleh khalayak dan disorot berbagai media. Kasus korupsi yang dilancarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo perihal kasus suap izin ekspor benur atau benih lobster menuai banyak kekecewaan.

Edhy Prabowo ditangkap KPK saat berada di Bandara Soekarno Hatta. Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini diduga menerima sejumlah miliaran uang yang tentunya tidak sedikit dari PT Aero Citra Kargo.

Perusahaan ini diduga menerima sejumlah uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster, karena mekanisme ekspor hanya dapat dilakukan melalui PT Aero Citra Kargo tersebut.

Orang yang digadang-gadang mampu mempertanggungjawabkan jabatannya sebagai menteri penerus Susi Pudjiastuti, ternyata nahas saat ini juga. Julukannya telah berubah menjadi menteri penyandang korupsi pertama di pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo. Orang yang sudah lama menjadi tangan kanan Prabowo Subianto ini harus menerima risiko dari apa yang sudah diperbuat.

Seperti yang kita ketahui, tak sedikit koruptor yang tertangkap basah serta tampil tersorot di media massa tetap sumringah atau bahasa lainnya seperti tidak terjadi apa-apa dan tampak tersenyum di depan kamera wartawan.

Seolah-olah tidak tergambar pada raut wajahnya, bahwa telah bersalah atas apa yang telah diperbuat. Sedikit mengutip dari apa yang dijelaskan oleh Dosen Etika Sosial dan Politik Drs. Priyatmoko MA pada mata kuliah saya Senin lalu, pada hakikatnya para korup bergelagat seperti itu bukan karena semesta-mesta tidak merasa bersalah, tetapi jauh-jauh hari mereka telah menimbang kausalitas serta konsekuensi yang didapat setelah melakukan tindak korupsi itu sendiri.

Berkaca pada insiden diatas, alasan penyalahgunaan kekuasaan acap kali bukan hanya karena mekanisme pengawasan tidak berfungsi, tetapi karena mentalitas budaya dalam struktur birokrasi di pemerintahan yang semakin merosot.

Padahal birokrasi dikelola dengan baik di era modernisasi seperti ini. Menimbang kemungkinan besar hal tersebut terjadi karena adanya budaya mentalitas yang dijalankannya masih bertumpu pada peninggalan masa lalu dan cenderung tidak ada pembaruan dan kemajuan.

Untuk upaya meminimalisir tindak pidana korupsi, bisa dilakukan dengan mekanisme penekanan kebijakan dari pemerintah. Lengahnya pemerintah dalam mengatasi korupsi yang kian meningkat membuat para korup semakin jitu melancarkan aksinya. Lemah dan ringannya sanksi serta hukuman menimbulkan ketidakjeraan para pelaku korup.

Peran pemerintah tentunya tidak dapat berjalan mulus tanpa adanya interfensi dari  segenap masyarakat sendiri. Peran masyarakat disini dapat direalisasikan dengan mengimbangi serta meningkatkan kesadaran moralitas dan mentalitas melalui berbagai pendekatan.

Pendidikan politik cukup berimbas positif untuk membentuk individu yang bertanggung jawab serta bermoral. Pendidikan politik juga memberikan pemahaman kondisi situasi politik. Seperti kampanye, sosialisasi, dan menanamkan mentalitas anti korupsi sejak dini juga mampu mengantisipasi  akar korupsi yang semakin membudaya di negeri tercinta ini.(#)

*)penulis adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga

No More Posts Available.

No more pages to load.