Nawiryanto Winarno Bukan Lagi Sebagai Ketua DPC Partai Hanura Bondowoso

oleh -80 Dilihat
oleh
Pj Ketua DPC Partai Hanura Bondowoso, Muhammad Affan Obaedillah saat memberikan keterangan kepada wartawan.

BONDOWOSO, PETISI.CO – Nawiryanto Winarno alias H. Darma, tak lagi menjabat sebagai Ketua DPC partai Hanura Bondowoso. Hal ini diungkapkan oleh Pj Ketua DPC Partai Hanura Bondowoso, Muhammad Affan Obaedillah, Jumat (7/5/2021).

Menurutnya, Pimpinan LSM Teropong yang saat ini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), telah diberhentikan oleh DPW Partai Hanura Jawa Timur pada September 2020 lalu.

“Saya memberikan klarifikasi bahwa Nawiryanto Winarno alias H. Darma sudah tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan DPC Partai Hanura Bondowoso,” katanya.

Selain itu, ia menegaskan, jika nama Nawiryanto Winarno sudah tidak ada di dalam anggota Partai Hanura sejak ditunjuknya saudara, Sunanto sebagai Ketua DPC Hanura Bondowoso pada September 2020 lalu.

“Karena Sunanto mengundurkan diri pada Januari 2021, kemudian saya ditunjuk sebagai Pj Ketua DPC Hanura Bondowoso,” tegas Muhammad Affan yang juga merupakan mantan aktivis HMI itu.

Lebih lanjut, ia mengimbau kepada masyarakat khususnya di Bondowoso agar tidak menyangkutpautkan persoalan yang sedang menjerat Nawiryanto Winarno alias H. Darma dengan partai Hanura.

“Sebab, secara status Nawiryanto tak lagi tercatat sebagai bagian dari DPC Hanura Bondowoso. Saya ingin masyarakat mengetahui tentang hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman. Sudah ada pergantian kepengurusan baru,” tandasnya.

Sekadar diketahui, Polres Bondowoso mengeluarkan surat DPO. Surat DPO itu ditujukan kepada dua orang tersangka yang kini menjadi buronan. DPO pertama seorang pria atas nama Nawiryanto Winarno alias H. Darma dan perempuan yang diduga istrinya bernama Martini alias Hj. Maman. Keduanya warga Desa Mangli, Kecamatan Tapen.

Satreskrim menerbitkan surat DPO itu tertanggal 1 Mei lalu. Dalam isi keterangan surat DPO itu, polres memiliki dasar pencariannya dengan laporan polisi tahun 2017 silam. Mereka berdua diduga melakukan tindak pidana penipuan atau penggelapan uang pembelian tebu. Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 378 Subs 372 KUHP.

Dalam modus operandinya, mereka diduga melakukan penjualan tebu kepada korban dengan nilai transaksi sebesar Rp 910 juta. Setelah korban melakukan pembayaran, ternyata komitmen pelaku tak sesuai janji. Keduanya ingkar, dengan hanya menyerahkan tebu senilai Rp 410 juta.

Hingga kini, kekurangan sebanyak Rp 500 juta juga masih belum jelas. Keduanya belum dapat mempertanggungjawabkan. Selain itu, keduanya juga tak berada di tempat tinggalnya sekarang ini. Kedua tersangka DPO tersebut bekerja sebagai wiraswasta pada keterangan surat DPO. (tif)