Nilai Pancasila dan Generasi Muda

oleh -171 Dilihat
oleh
Oleh: Najmah Rindu*

Penanaman karakter yang berdasar pada nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah negara merupakan hal yang krusial bagi insan yang menghadapi segala problematika berbangsa dan bernegara. Sepandai-pandainya seseorang jikalau tidak memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi akan membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri.

Seperti yang dialami oleh salah satu rektor ITK (Insitut Teknologi Kalimantan) yang mendapat cacian serta tuntutan negatif dari masyarakat dikarenakan telah melakukan tindakan yang dirasa tidak sesuai etika dan mengandung unsur SARA serta ujaran kebencian.

Belakangan ini, publik khususnya di ranah dunia akademik sedang dihebohkan kasus sikap seorang rektor ITK  yang dinilai rasis saat beropini melalui unggahan di media sosialnya. Rektor ITK sekaligus seorang interviewer program Beasiswa LPDP Kemendikbudristek yang bernama Profesor Budi Santosa Purwokartiko ini mengunggah status di akun Facebook-nya yang diduga menyinggung SARA dan ujaran kebencian yang membuat masyarakat geram untuk segera dimintai pertanggungjawaban dan harus segera ditindaklanjuti.

Banyak elemen masyarakat yang menuntut perilaku yang dinilai kurang beretika oleh rektor ITK tersebut dan sempat pula ditanggapi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

“Memuji-muji sebagai mahasiswa atau mahasiswi hebat hanya karena mereka tidak memakai kata-kata agamis, ‘Insya Allah, qadarallah, syiar’ sebagaimana ditulis oleh Rektor ITK itu juga tidak bijaksana. Itu adalah kata-kata yang baik bagi orang beriman, sama dengan ucapan ‘Puji Tuhan, Haleluya, Kersaning Allah,’ dan lain-lain,” ujar  Mahfud MD, dikutip melalui cuitan di akun twitter pribadinya, Rabu (4/5/2022).

Mahfud MD juga menegaskan bahwa model pakaian adalah produk budaya. Maka dari itu, tulisan rektor ITK tersebut secara tidak langsung seolah-olah menuduh seseorang yang memakai penutup kepala seperti jilbab ala Indonesia, Melayu, Jawa, dan lain-lain sebagai manusia gurun adalah salah besar.

Perilaku amoral yang diekspresikan melalui media sosial oleh Budi Santosa sangat tidak mencerminkan dirinya sebagai salah satu reviewer beasiswa yang harusnya mampu bersikap objektif dan profesional. Apalagi beliau juga merupakan seorang guru besar yang seharusnya telah paham betul terkait penerapan etika berbicara di khalayak umum dan hal tersebut sangat melenceng dari nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah negara.

Tidak hanya itu, elemen dari mahasiswa, seperti KAMMI Kaltimtara juga mengecam tindakan Budi, yang mana menurut mereka melanggar Undang – Undang No.  40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis serta Undang – Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Berkaca dari situasi dan konsekuensi yang dialami oleh rektor ITK Budi Santosa, dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman hidup bermasyarakat sangat dibutuhkan dalam kegiatan sehari-hari. Dimana bangsa Indonesia memiliki karakteristik masyarakatnya yang plural dengan terdiri dari beragam budaya, agama, ras, dan etnis, sehingga kita sebagai generasi muda di era digital ini dituntut untuk mampu mengimbangi diri dengan memiliki karakter moralitas yang baik pula.

Tidak hanya generasi muda saja yang harus peka terhadap hantaman dinamika globalisasi yang semakin dinamis, tetapi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah juga bisa hadir saling bersinergi guna mewujudkan atmosfer kehidupan berbangsa yang sejahtera dan damai.

Sebagai generasi muda berintelektual yang telah mendapatkan pendidikan Pancasila, sudah sepantasnya dan wajib menerapkan ilmu tersebut dalam membangun sebuah kehidupan bermasyarakat yang ideal. Bahkan, secerdas apapun seseorang jikalau tidak mempunyai pondasi yang berdasar pada nilai-nilai Pancasila, pasti lambat laun akan tergerogoti dan runtuh juga.

Hal ini dikarenakan tiap sila yang terkandung didalamnya memiliki makna dan tujuan yang sejalan dengan cita-cita bangsa. Maka dari itu, sebagai sebuah bentuk kesadaran, bagi generasi muda penerus memerlukan penanaman pondasi pendidikan karakter, seperti berjiwa toleransi, nasionalis, adaptif, dan mampu mengikuti perkembangan zaman, agar mampu menghindari pergeseran haluan yang dinilai melenceng dari kehendak masyarakat bersama.

Karena pada sejatinya, para generasi muda-lah yang nantinya akan menduduki posisi strategis yang setiap gerakan atau kebijakannya akan membawa dampak dan pengaruh bagi orang banyak demi mencapai kebaikan bersama.(#)

*)penulis adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga

No More Posts Available.

No more pages to load.