Surabaya, petisi.co – Pengamat dan peneliti berharap pembuat undang-undang yakni pemerintah bersama DPR tak membuat intrik, patgulipat serta tafsir dalam UU Pemilu yang menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Enika Maya Oktavia dkk., menguji materi tentang presidential threshold, Pasal 222 UU Pemilu. Dalam putusannya, MK menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional.
Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam menyampaikan, putusan MK ini sifatnya final dan mengikat. Sebagai institusi penjaga konstitusi, putusan ini harus dihormati, dihargai, disambut baik dan bijaksana oleh pemerintah dan DPR.
“Mereka harus bisa mengembangkan nalar sehat, jangan sampai salah respons dengan kontraproduktif melawan putusan, apalagi emosional menanggapi putusan ini yang kemudian melahirkan tindaklanjut yang sifatnya melemahkan dan melawan putusan ini,” ujar Surokim kepada petisi.co, Selasa (7/1/2025).
Kata Surokim, Pemerintah dan DPR harus benar-benar melihat situasi batin dari putusan ini agar tidak mematik respons negatif dari publik.
Untuk itulah, kata Surokim, semua ini harus dilakukan untuk menjaga nalar sehat bernegara. “Jangan main patgulipat regulasi, baik di level fundamental maupun fungsional,” pesan Peneliti Senior Surabaya Survey Center (SSC) ini.
Selain itu, menurut Surokim, pemerintah dan DPR segera menindaklanjuti, menyiapkan regulasi untuk perbaikan pemilu yang sesuai dengan semangat putusan tersebut agar selaras.
“Pemerintah dan KPU harus menyiapkan mekanisme pemilu yang lebih baik, karena penyelenggaraan Pilpres dan Pileg ke depan akan semakin kompleks,” ujar Wakil Rektor III UTM ini.
Bagaimanapun putusan ini, kata Surokim, akan punya implikasi pada kompleksitas teknis pemilu, diantaranya dengan hadirnya banyak paslon. Kemungkinan besar akan terjadi banyak paslon, sehingga perlu kesiapan penyelenggaraan di level teknis.
“Partai-partai besar yang selama ini punya privellege tentu harus legowo dan realistis merespons putusan ini dan bisa menyiapkan segala sesuatunya dengan baik dan bijak,” ujar Surokim.
Secara substantive, menurutnya, putusan ini memang sangat progfresif. Pilpres menjadi lebih kompleks dan tidak sesederhana yang kita dibayangkan.
“Bisa saja terjadi paslon yang diusung partai minoritas, partai kecil asal paslonnya kuat secara elektoral bisa memenangkan pilres nanti. Situasi ini bisa ‘ngeri-ngeri sedap’ ini menyangkut relasi eksekutif dan legislative,” ujarnya.
Di balik semua itu, kata Surokim, daulat publik kali ini benar-benar diberi ruang oleh MK dan semoga parpol besar, DPR, pemerintah tidak ngambek dan bisa dewasa merespons putusan ini.
Bagaimanapun publik patut menyambut baik putusan ini, daulat publik dikembalikan dalam posisi semestinya.
“Beragam intrik, patgulipat, dominasi, darkzone parpol akan hilang dengan sendirinya dan kuasa parpol dalam pencalonan pilpres tidak lagi menentukan, semua punya peluang yang sama, pencalonan dalam pilpres akan lebih demokratis,” tambah Surokim.(kip)