Pemkot Surabaya Komitmen dalam Pencegahan dan Penanganan Kasus KDRT

oleh -29 Dilihat
oleh
Chandra Oratmangon Kepala DP5A

SURABAYA, PETISI.CO – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyampaikan komitmennya terhadap langkah pencegahan dan meminimalisir kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang kerap terjadi kepada wanita.

Salah satu langkah yang diambil adalah dengan membentuk Kader Pusat Krisis Berbasis Masyarakat (PKBM) di kecamatan dan satgas perlindungan perempuan dan anak di tiap kelurahan.

Chandra Oratmangon  Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya menyatakan,  upaya  Pemkot Surabaya terus melakukan intervensi untuk mengakomodasi renponsif gender. Hal tersebut dilakukan di wilayah tingkat kecamatan, kelurahan hingga ke masyarakat langsung.

“Kegiatannya mulai dari sosialisasi sampai kegiatan capacity building telah kita laksanakan. Intinya penguatan terhadap ketahanan keluarga dan penguatan pengarusutamaan gender,” ucapnya, Rabu (27/11/2019).

Dalam upaya melakukan penguatan pengarusutamaan gender (PUG) tersebut, Pemkot Surabaya bekerja sama dengan tim relawan yang berjumlah sekitar 900 orang, terdiri dari ibu-ibu penggerak PKK, Kader PKBM yang ada di tingkat kecamatan, serta satgas perlindungan perempuan dan anak di keluarahan.

“Tugasnya dari mereka itu melakukan  pengedukasi dan pendampingan. Apa bila ada temuan kasus-kasus segera bisa mereka tangani dan menginfokan kepada kami (dinas), sehingga langsung bergerak bersama-sama,” jelasnya.

Dirinya menyatakan, di tahun 2019 jumlah laporan kasus KDRT yang diterima oleh DP5A berjumlah 21, kasus tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ekonomi, perselingkuhan hingga kurangnya sikap menghargai perempuan.

“Ini semua juga kembali ke ketahanan keluarga. Kalau keluarga tidak kuat ya akhirnya terjadi seperti ini KDRT,” kata dia.

Untuk melakukan langkah mencegah terjadinya KDRT, DP5A intens memberikan proses edukasi dan sosialisasi serta pendampingan kepada masyarakat.

Di sisi lain, Chandra menyebut, pihaknya juga bersinergi dengan psikolog, hingga Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya dan Polres Tanjung Perak dalam upaya menangani kasus-kasus KDRT tersebut.

“Dari sisi psikologinya (korban) kami juga dampingi dari tim psikolog kami, karena ada trauma (psikis) dan lain-lain. Karena untuk mengobati luka batin itu agak lama (bertahap) tidak bisa cepat,” ungkapnya.

Lambat laun masyarakat Surabaya semakin paham dan sadar tentang pentingnya kesetaraan gender tersebut. Apalagi, masyarakat juga semakin kritis untuk melaporkan ketika mengetahui adanya tindakanKDRT di lingkungannya.

“Ibu-ibu ini kan semakin mengerti tentang hak dan kewajiban mereka seperti apa. Masyarakat juga semakin kritis, karena mereka sudah tahu hak-hak mereka,” pungkasnya.(ananto)