Pemkot Surabaya Lakukan Pencegahan Covid-19 dengan Terapkan Metode Sarang Tawon

oleh -108 Dilihat
oleh
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Eddy Christijanto.

SURABAYA, PETISI.CO – Dalam upaya melakukan pecegahan dari penularan corona, khusunya di wilayah perkampungan, Pemkot Surabaya menerapkan metode sarang tawon.

Menurut Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Eddy Christijanto, digunakannya metode tersebut bertujuan ketika ditemukan seseorang yang positif terpapar corona di suatu wilayah, maka pemkot akan langsung melakukan rapid test massal di lokasi itu.

“Metode ini (sarang tawon) dilakukan ketika di suatu lokasi ditemukan ada yang terpapar. Jadi di kampung-kampung kita lakukan rapid secara massal,” kata Eddy saat ditemui di Balai Kota Surabaya, Selasa (12/5/2020).

Sampai saat ini pihak Pemkot Surabaya telah menggelar rapid tes massal di lima wilayah perkampungan, diantaranya Manukan Kulon, Bratang Gede, dan Rungkut Lor. Apabila ditemukan seseorang yang reaktif akan langsung dilakukan swab tes.

“Keputusan swab itu kan menunggu empat sampai delapan harian. Sambil tunggu hasil swabnya, Bu Wali mengarahkan supaya orang tersebut diisolasi di salah satu hotel,” jelasnya.

Nantinya, ketika akan dilakukan proses isolasi pihaknya akan menerjunkan petugas yang terdiri dari Satpol PP, Linmas, Dinas Kesehatan, serta jajaran kecamatan yang bertujuan untuk mengajak mereka agar mau diisolasi di hotel. Tujuannya, agar virus tersebut tidak sampai menular kepada anggota keluarga lain ataupun tetangga di sekitar lokasi.

“Kalau hasil swabnya diketahui negatif mereka kita kembalikan ke rumah. Tapi kalau positif akan kita rawat di rumah sakit. Ini dilakukan untuk menekan sejauh mungkin terjadinya pandemi,” ucapnya.

Kepala BPB Linmas Kota Surabaya ini melanjutkan, virus ini bisa diketahui jika telah dilakukan swab. Mengingat beberapa orang yang terkena Covid-19 ini tidak memiliki gejala, seperi batuk, badan lemas dan sesak nafas.

“Maka dari itu, agar tidak menular, kami mohon khususnya bagi yang OTG (Orang Tanpa Gejala) supaya mengikuti kebijakan pemerintah untuk dilakukan isolasi,” ungkapnya.

Ia menerangkan, para OTG memiliki potensi penularan yang berbahaya, dikarenakan orang dengan status tersebut memang positif corona tetapi tidak ada gejala. Sehingga terkadang mereka masih bebas melakukan aktivitas seperti biasa dan berkumpul dengan orang lain.

“Justru mereka yang tanpa gejala itu kan merasa sehat, akhirnya bisa kemana-mana. Kalau orang itu terpapar positif maka medis juga pastinya akan melakukan antisipasi dengan APD,” terang Eddy.

Pelaksanaan rapid test di suatu wilayah harus berdasarkan pada hasil kajian epidemiologi dari Dinkes. Sehingga jika hasilnya memang perlu dilaksanakan, maka pihaknya akan segera melakukan hal itu.

“Jadi rapid test dilakukan di suatu wilayah itu berdasarkan kajian epidemiologi Dinkes,” pungkasnya. (nan)

No More Posts Available.

No more pages to load.