KEKERASAN dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah sosial yang masih sangat relevan di Indonesia, dengan dampak yang signifikan terhadap korban, baik fisik maupun psikologis. Data yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan menunjukkan tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga, yang menimbulkan kekhawatiran di berbagai lapisan masyarakat dan lembaga negara. Untuk mengatasi permasalahan ini, Indonesia memiliki dua pendekatan hukum yang berbeda, yakni hukum nasional dan hukum agama, yang masing-masing berusaha memberikan perlindungan dan keadilan.
Hukum Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), memberikan perlindungan yang tegas terhadap korban dan menetapkan sanksi yang jelas terhadap pelaku. Sementara itu, hukum pidana Islam juga mengatur perlindungan terhadap anggota keluarga, khususnya perempuan dan anak-anak, yang sering kali menjadi korban KDRT. Artikel ini akan mengulas bagaimana hukum pidana Islam diterapkan dalam kasus KDRT di Indonesia dan perbandingannya dengan hukum nasional yang berlaku.
Hukum Pidana Islam dalam Kekerasan Rumah Tangga
Hukum pidana Islam yang mengatur masalah kekerasan dalam rumah tangga bisa ditemukan dalam berbagai sumber hukum utama Islam, seperti Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma’ (kesepakatan ulama). Islam mengajarkan prinsip perlindungan terhadap anggota keluarga, khususnya dalam hubungan antara suami dan istri. Surat An-Nisa’ ayat 34 sering dikutip dalam pembahasan mengenai perlakuan suami terhadap istri, yang mengharuskan suami untuk bertindak dengan kasih sayang dan adil. Ayat tersebut mengingatkan suami agar bersikap bijaksana dalam menghadapi masalah rumah tangga dan menyarankan penyelesaian secara damai.
Beberapa pandangan dalam fikih Islam memperbolehkan tindakan kekerasan ringan terhadap istri yang dianggap membangkang, tetapi hal ini tidak dianggap sebagai solusi ideal. Prinsip dasar ajaran Islam mengenai rumah tangga adalah kasih sayang, dan tindakan kekerasan tidak dianjurkan. Dalam pandangan sebagian ulama, kekerasan terhadap anggota keluarga, baik fisik maupun psikis, melanggar hak asasi manusia dan bisa dikenakan sanksi hukum, yang lebih menekankan pada rehabilitasi dan perbaikan moral pelaku daripada semata-mata pemberian hukuman.
Hukum Nasional Indonesia tentang Kekerasan Rumah Tangga
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang secara spesifik mengatur mengenai kekerasan dalam rumah tangga, memberikan dasar hukum yang kuat untuk perlindungan korban dan pengenaan sanksi terhadap pelaku. UU PKDRT mengidentifikasi berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kekerasan fisik, psikologis, dan seksual. Hukum ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada korban, tetapi juga menyediakan mekanisme bagi korban untuk mendapatkan akses terhadap keadilan, melalui pengadilan atau lembaga perlindungan sosial lainnya.
Menurut Dr. Maria Farida Indrati, seorang ahli hukum pidana, UU PKDRT sangat penting dalam memberikan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap korban kekerasan rumah tangga. Namun, ia juga mencatat bahwa sering kali faktor budaya yang menganggap masalah rumah tangga sebagai urusan pribadi menghambat korban untuk melapor, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih terbuka dan edukatif. Advokasi hukum untuk korban KDRT pun menjadi hal yang sangat penting dalam konteks ini.
Perbandingan Penerapan Hukum Pidana Islam dan Hukum Nasional
Penerapan hukum pidana Islam dan hukum nasional dalam kasus kekerasan rumah tangga memiliki perbedaan yang signifikan dalam pendekatannya. Hukum pidana Islam lebih menekankan pada nilai kasih sayang, perbaikan perilaku, dan penghormatan terhadap hak individu dalam keluarga. Dalam perspektif hukum Islam, kekerasan dalam rumah tangga tidak dianjurkan dan penyelesaian masalah sebaiknya dilakukan dengan cara damai dan penuh pengertian.
Sementara itu, hukum nasional Indonesia melalui UU PKDRT memberikan sanksi yang lebih jelas dan konkret terhadap pelaku kekerasan. Sanksi ini bisa berupa hukuman penjara, pembatasan hak tertentu, atau kewajiban ganti rugi. Pendekatan hukum nasional ini lebih menitikberatkan pada perlindungan korban secara langsung dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku.
Namun, meskipun hukum nasional lebih memberikan sanksi tegas, hukum pidana Islam dapat memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kesadaran moral dalam keluarga. Prinsip kasih sayang dan keadilan dalam hukum Islam bisa memperkaya pemahaman dalam penanganan KDRT, terutama dalam upaya rehabilitasi pelaku dan menciptakan suasana rumah tangga yang harmonis.
Pendapat Ahli
Prof. Dr. A. Latif, seorang pakar hukum keluarga Islam, mengungkapkan bahwa hukum pidana Islam seharusnya tidak hanya dianggap sebagai alat penghukuman, tetapi juga sebagai sarana untuk memperbaiki moral individu dalam masyarakat, khususnya dalam konteks keluarga. Hukum Islam menekankan pentingnya rehabilitasi dan pembinaan akhlak, yang dapat menjadi pelengkap bagi pendekatan hukum nasional yang lebih formal.
Sejalan dengan itu, Dr. Siti Aminah berpendapat bahwa meskipun UU PKDRT memberikan perlindungan yang lebih tegas terhadap korban, pendekatan berbasis agama dalam penanganan KDRT dapat memperkuat upaya rehabilitasi pelaku dan membantu menciptakan kesadaran moral tentang pentingnya kesejahteraan dalam rumah tangga.
Penutup
Perbedaan antara penerapan hukum pidana Islam dan hukum nasional dalam kasus kekerasan rumah tangga menawarkan pendekatan yang saling melengkapi. Hukum Islam dengan prinsip kasih sayang dan keadilan memberikan dasar moral yang kuat dalam mengelola masalah rumah tangga, sementara hukum nasional menyediakan perlindungan yang lebih konkret bagi korban dengan sanksi yang jelas terhadap pelaku. Keduanya memiliki peran penting dalam mewujudkan masyarakat yang bebas dari kekerasan dalam rumah tangga, dan penting bagi praktisi hukum, untuk memahami dan mengintegrasikan keduanya dalam memberikan solusi hukum yang lebih komprehensif dan adil.
*penulis adalah: R. Arif Mulyohadi, Dosen Prodi Hukum Pidana Islam, Institut Agama Islam Syaichona Mohammad Cholil Bangkalan dan Anggota Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) Orwil Jatim, Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum ARIF JAMACO & ASSOCIATES dan Pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Surabaya Jawa Timur