Pengamat : Jokowi Pilih Cawapres dari Sosok Teknokrat Independen Berpaham Ekonomi

oleh -161 Dilihat
oleh
Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Gigih Prihantono

SURABAYA, PETISI.CO – Dukungan Menko Perekonomian Darmin Nasution menjadi pasangan Calon Presiden (Capres) Jokowi Widodo (Jokowi) mulai mengalir. Komposisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono dapat menjadi inspirasi ke depan Jokowi agar memilih sosok ekonom yang berpaham ekonomi inklusif dan berkelanjutan. “Cawapres Jokowi sebaiknya berasal dari sosok teknokrat independen yang memahami ekonomi secara lengkap, teruji dan bervisi kerakyatan. Sosok tersebut antara lain terdapat pada diri Darmin Nasution dan Gubernur Jatim Soekarwo,” kata pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Gigih Prihantono kepada wartawan di Hotel Ibis Surabaya, Selasa (10/7/2018). Menurutnya, Indonesia saat ini dan lima tahun ke depan isunya adalah ekonomi. Tantangan bangsa Indonesia secara khusus adalah situasi ekonomi dunia dan ketimpangan sosial. “Penting bagi bangsa ini untuk melihat bahwa stagnasi ekonomi saat ini harus dijawab dengan sebuah formula kebijakan dan proyeksi kepemimpinan yang paham bagaimana menjaga dan memajukan ekonomi nasional,” ujarnya. Ketua Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Kota Surabaya, Dimas Kholilur Rahman, berharap diskursus politik nasional jangan hanya didominasi oleh isu politik identitas dan pertarungan antar kekuatan. “Isu ekonomi kembali menjadi sentral pertimbangan dan pilihan-pilihan kebijakan, khususnya untuk Pilpres 2019 mendatang,” tandasnya. Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Surabaya mengadakan forum diskusi bertema: Diskursus Ekonomi Kerakyatan dan Pilpres 2019. Sebagai pembicara adalah Gigih Prihantono, pengajar ekonomi FEB Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Airlangga Pribadi Kusman, pengamat politik Unair Surabaya. Politik Fisip Unair, Airlangga Pribadi Kusman menilai Calon Wakil Presiden (Cawapres) menjadi tantangan politik yang dihadapi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke depan. Jokowi harus mencari pasangan wapres yang dapat menyumbang dukungan elektoral. Selain itu, cawapres tersebut harus dapat membangun kolaborasi kepemimpinan yang sejalan dengan style maupun visi kepemimpinan Presiden ke depan maupun tantangan yang dihadapi oleh Indonesia selama lima tahun ke depan. “Ada tiga problem tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Pemerintahan Jokowi, sehingga harus memilih pasangan yang tepat,” ucapnya. Secara rinci, Angga-sapaan akrabnya-menjelaskan pertama, adalah menjaga ketahanan ekonomi ditengah dinamika geo-politik yang bergerak dinamis (perang dagang China Versus AS), mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang mampu menjawab persoalan kemiskinan dan pengangguran, menata proses kelembagaan ekonomi seperti birokrasi yang lebih cepat melayani kesempatan berusaha dan sektor perbankan yang ramah terhadap pemberian kredit bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Kedua, faktor keseimbangan politik dalam kerangka membangun titik temu dan konsensus politik antara kekuatan politik nasionalis dan kekuatan politik Islam. Perhatian terhadap agenda Islam peradaban yang akrab dengan aspirasi dan ekspresi kultural kalangan milenial (sebagai target utama yang rentan terpapar radikalisme) dan politisi yang mengenal dan mampu berkomunikasi dengan sektor pelaku ekonomi. Ketiga, tantangan membangun praktik good governance (tata kelola kepemimpinan yang baik) dengan kemampuan membangun pola kerjasama antara pusat dan daerah, mampu menjaga harmonisasi antara eksekutif dan legislatif serta memiliki jejak langkah yang jelas dalam membangun komunikasi dan mendorong partisipasi dengan kelompok CSO. (bm)