Tanpa Konsep dan Jalan Sendiri-sendiri
SURABAYA, PETISI.CO – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata diminta berhati-hati dan bijak dalam mempromosikan destinasi wisata bahari di Jawa Timur. Pasalnya, banyak pulau-pulau kecil dan pesisir yang ekosistimnya rusak karena over eksploitasi akibat gencarnya program destinasi yang dilakukan selama ini. Faktor lainnya, selain ulah wisatawan, kerusakan terumbu karang, lamun juga disebabkan pemanasan global, praktek illegal fishing.
Demikian rangkuman pendapat dua Pakar Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Guru Besar ITS Daiel M Rosyid dan pegiat lingkungan pesisir dan pulau kecil, Sukandar.
Menurut Daniel M Rosyid, kerusakan terumbu karang, lamun di Kepulauan Sumenep sudah lama terjadi karena ulah wisatawan dan praktek ilegal fishing dengan menggunakan bahan peledak semacam potasium. Kegiatan wisata bisa ikut memperparah ekosistem terumbu karang ketika jangkar merusaknya, juga ulah wisatawan.
Padahal, kawasan perairan tertentu sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi menjadi kawasan Taman Laut untuk kegiatan yang sangat terbatas, termasuk budidaya rumput laut dengan sistem MultiTrophic Aquaculture (kombinasi pembesaran kerapu plus rumput laut dan kerang).
“Industri pariwisata penting, tetapi cara mengemas dan mempromosikannya harus dengan konsep, dan Disbudpar tidak bisa jalan sendiri,” tegas Daniel yang mantan Ketua Konsorsium Mitra Bahari dan Himpunan Ahli Pengelola Pesisir Jawa Timur.
Sementara itu Dosen Perikanan Universitas Brawijaya, Malang, Soekandar mengatakan, Gili Labak, Gili Genting, Sepudi, Sepanjang, Pasir Putih dan banyak lagi obyek wisata bahari kondisi lingkungan bawah lautnya sudah rusak. Salah satu penyebabnya antara lain karena gencarnya program destinasi wisata bahari yang tidak terkonsep.
“Disbudpar dan Dinas Kelautan Perikanan seharusnya senafas, seirama dalam memajukan industri wisata bahari di Jawa Timur dan tidak jalan sendiri-sendiri,” ungkap Cak Kandar yang juga aktif membina kelompok masyarakat di pulau-pulau kecil dan pesisir selaku pengawas lingkungan (Pokmaswas).
Cak Kandar juga menyayangkan banyaknya pemandu wisata amatiran yang hanya bermodal bendera, kacamata air dan alat snorkeling, sudah berani mengajak wisatawan. “Berenang di atas terumbu karang itu ada aturannya, ketinggian air harus minimal dua meter agar karang dan lamun tidak terinjak,” jelas Cak Kandar memberi contoh.
Menurutnya, Disbudpar sebaiknya mengajak DKP untuk bersama membuat konsep program destinasi wisata bahari yang ramah lingkungan. DKP mempunyai data lengkap pulau-pulau atau wilayah pesisir di selatan dan utara yang kondisi lingkungannya masih terawat baik karena melibatkan peran aktif masyarakat setempat.
Diberinya contoh, antara lain pulau-pulau cantik di Kecamatan Sapeken Sumenep, pantai Bangsring Banyuwangi, pantai tiga warna Malang Selatan, pantai Wedi Putih, Pantai Dukuh, Pantai Prauremak, Pantai Ciger, Pantai Gemawing, dan Pantai Plembon, Pantai Ngadipurom di Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek.
Sementara itu Kadisbudpar Jatim, Sinarto yang dimintai pendapatnya soal ini mengatakan, konsep promosi wisata bahari sedang dikerjakan oleh pihaknya. “Sabar dulu ya,” jawabnya melalui pesan singkat telpon seluler.(oki)