Surabaya, petisi.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan berbagai cara untuk pemberantasan korupsi di tanah air.
Di Jawa Timur sendiri, beberapa hari ini KPK kembali mengobok-obok kantor serta rumah pejabat pemerintah.
Diantaranya melakukan penggeledahan di rumah La Nyalla Mahmud Mattalitti, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI).
Semua yang dilakukan KPK ini sebagai bagian dari penyidikan terkait dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) yang menyeret mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, sebagai salah satu tersangka.
Menurut Fitroh Rohcahyanto, Wakil Ketua KPK, bahwa penggeledahan ini berkaitan dengan jabatan La Nyalla saat menjabat sebagai Wakil Ketua KONI Jawa Timur.
Dikatakannya, pada masa itu, diduga terdapat aliran dana hibah yang tidak sesuai peruntukannya.
Kata Fitroh, pihaknya sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait pengelolaan dana hibah selama periode tersebut.
Sayangnya, upaya KPK menggeledah ini memicu spekulasi publik, terutama mengenai adanya kemungkinan keterkaitan antara La Nyalla dan Kusnadi.
Seperti diketakan tim kuasa hukum Kusnadi, Marthin Stiabudi, S.H., M.H., dari firma hukum Adam & Associates, dengan tegas membantah adanya hubungan apa pun antara kliennya dan La Nyalla.
Dikatakan Marthin Stiabudi, dari awal hingga akhir, tidak pernah ada komunikasi maupun pertemuan antara kedua belah pihak..
“Kasus yang menyeret Kusnadi berjalan secara terpisah dari penyidikan terhadap La Nyalla,” ujarnya.
Kata Marthin, bahwa perbedaan jabatan dan institusi memperkuat argumentasi bahwa tidak ada kaitan dalam kasus yang kini sedang diselidiki oleh KPK.
“Posisi Pak Kusnadi sebagai mantan Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024. Sedangkan posisi Pak La Nyalla sebagai Ketua DPD RI periode yang sama. Jadi tidak ada korelasi atau hubungan,” tegasnya lagi.
Seperti diketahui, hingga kini, KPK telah menetapkan 21 orang tersangka dalam kasus dugaan suap dana hibah Jatim.
Dari jumlah tersebut, empat orang merupakan penerima suap, termasuk tiga penyelenggara negara dan satu staf.
Tujuh belas lainnya berasal dari kalangan swasta dan pejabat, yang diduga menjadi pemberi suap.
Perkembangan ini memperlihatkan kompleksitas jaringan dugaan korupsi dana hibah, yang masih terus ditelusuri oleh KPK.
Walau demikian, kuasa hukum Kusnadi berharap agar publik tidak mengaitkan kasus yang menimpa kliennya dengan nama-nama besar lain seperti La Nyalla, tanpa bukti yang jelas.
Sedang KPK menegaskan, bahwa setiap proses hukum yang berjalan akan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berdasarkan asas praduga tak bersalah.(kip)