SURABAYA, PETISI.CO – Notaris Eny Wahyuni yang berkantor di Jalan Kertajaya Surabaya, dihadirkan pada sidang lanjutan perkara penipuan penjualan rumah bersertifikat hak milik No. 04275 Kelurahan Gunung Anyar. Khilfatil Muna dan Yano Oktavianus Albert, duduk di kursi Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (20/5/2021).
Notaris Eny dan para saksi, pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, diambil keterangannya sekaligus dikonfrontir. Persidangan yang dipimpin majelis hakim diketuai Martin Ginting, sesekali diwarnai sorak kegembiraan pengunjung ketika Notaris Eny terpojok.
Dari persidangan itu pula, akhirnya terkuak adanya ketidak beresan sejak awal. Yakni, dari pembuatan akta akta di kantor Notaris perempuan itu. Bahkan, bisa berbuntut panjang. Muncul terdakwa lain dalam kasus ini.
Rahardi, selaku kuasa hukum saksi korban Nasuchah menyebut, rekayasa penjualan rumah kliennya kepada Joy Sandjaja Tjwa di Notaris Eny Wahyuni di Jalan Kertajaya IXC No 40 Surabaya terungkap.
Dikatakan, salah satunya pada saat penandatangan tidak ada yang namanya Joy, yang dikatakan sebagai pembeli itu tidak ada.
“Menurut keterangan prinsipal saya, apa yang dikatakan notaris banyak yang tidak benar. Karena memang faktanya pada saat penandatanganan tidak ada yang namanya Joy,” kata Rahadi usai, dikonfirmasi wartawan.
Dijelaskan, yang dikatakan pembeli itu tidak ada saat berada di kantor Notaris Eny. Yang ada hanya korban, ibu Nasuchah bersama suaminya dan notaris. Harinya pun berbeda.
Rahadi juga mendengarkan banyak keterangan di dalam persidangan, tidak sinkron dengan keterangan korban.
“Termasuk fakta-fakta dan bukti formilnya yang bila disinkronkan dengan keterangan korban,” kata Rahardi.
Terhadap keterangan keterangan di bawah sumpah yang tidak benar itu, Rahadi selkau kuasa hukum Nasucah akan melanjutkan, baik ke ranah perdata maupun pidana.
“Terhadap keterangan yang di bawah sumpah oleh pihak-pihak yang jadi saksi, banyak yang tidak benar akan kami tempuh secara hukum pidana,” papar dia.
Ditanya awak media, apakah berkaitan dugaan memberikan keterangan palsu seperti yang dikatakan majelis hakim tadi?
“Ya, benar. Tadi kan teman-teman sudah tahu. Hakim hakim anggota (Hakim Johanes Hehamony) sudah memberikan peringatan atau warning,” tegas Rahadi.
Namun, kata Rahadi, jauh sebelum itu pihaknya sudah ancang-ancang melaporkan Notaris Eny Wahyuni. Diduga sudah menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan Joy yang menggunakan akta otentik itu.
Diakhir wawancaranya advokat Rahardi, menandaskan bahwa Notaris Eny Wahyuni dan Joy Sandjaya pada 2018 sudah dia laporkan ke Polda Jatim. “Kemudian dilimpahkan ke Polrestabes Surabaya,” tandas dia.
Sebelumnya Yohanes Hehamony, memberondong pertanyaan pada Notaris sekaligus Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Eny Wahyuni. Ini terkait penerbitan akta jual beli rumah Nasuchah.
Notaris Eny Wahyuni dinilai Yohanes menyalahi prosedur, karena pada tanggal 17 Desember 2016 sudah menerbitkan akta otentik.
Yaitu Akta Perjanjian Ikatan Jual Beli nomor 27, Surat Kuasa Menjual nomor 28 dan Perjanjian Pengosongan Rumah nomor 29. Dengan menyatakan bahwa Akta-Akta tersebut sebagai tanda terima sejumlah uang yang sah atau sebagai kuitansi.
Padahal, untuk penjualan rumah tersebut Nasuchah tidak pernah menerima uang sepeserpun dari Joy Sandjaya
Mengenai nilai uang dalam akta juga sempat dipertanyakan hakim. Dalam akta jual beli, tertulis nilai sebesar Rp 200 juta. Padahal rumah Nasuchah dibeli Joy Sandjaya dengan harga Rp 400 juta. Hakim mencurigai nilai dalam akta jual beli karena akan berpengaruh terhadap pembayaran pajak. (pri)