BONDOWOSO, PETISI.CO – Fenomena penjualan kembali bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina oleh masyarakat dengan harapan ingin mendapatkan untung bukan hal baru di Indonesia.
Hampir di setiap wilayah, khususnya di Kabupaten Bondowoso sering kita jumpai penjual bensin eceran. Namun, kegiatan menjual kembali BBM milik Pertamina ini sebenarnya dilarang.
Hal ini dicetuskan oleh Kabag Administrasi dan Perekonomian Pemkab Bondowoso, Haris Wasiyanto, Kamis (21/11/2019).
Menurutnya, dalam Pasal 53 Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas dijelaskan, barang siapa yang tidak memiki izin usaha pengolahan BBM maka dipidana penjara maksimal enam tahun, dan denda paling tinggi Rp30 miliar.
“Berdasarkan UU tersebut, dan didukung Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, dimana titik serah akhir BBM itu di SPBU, jadi tidak ada disitu disebut pengecer. Di luar itu adalah ilegal,” urai Haris.
Disebutkan pula, UU migas No 22 tersebut mengatur operator migas. Sehingga, siapa saja yang ingin berniaga migas harus memiliki izin usaha niaga migas.
Sejauh ini, Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Premium dan Jenis BBM Tertentu (JBT) bersubsidi diberikan kepada Pertamina.
“Mengacu UU tersebut, titik serah akhir adalah di SPBU/APMS yang memiliki izin menyalurkan dari BPH Migas atau Badan Pengawas Hilir Minyak dan Gas Bumi. Otomatis, semua yang di luar itu artinya beroperasi tanpa izin negara,” tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa keberadaan penjual bensin eceran semacam Pertamini atau Pom mini dengan desain SPBU itu ilegal.
“Sepemahaman kami, tidak ada izin resmi dari BPH Migas kepada Pertamini. Khusus Premium bersubsidi, izin penyaluran hanya diberikan kepada Pertamina dan AKR,” katanya.
Mengenai Pertamini, lanjut dia, yang banyak ditemui di pinggir-pinggir jalan itu, tidak memperhitungkan faktor keamanan. Mengapa demikian, karena jarak antara dispenser dengan penampungan BBM yang ada berdekatan.
“Ketentuan jarak antara dispenser dengan penampungan minimal 7,5 meter itupun harus dibawah tanah. Selain itu, pemilik Pertamini tidak pernah memperhitungkan dengan tiang listrik dan juga tak ada pengawasan yang ketat bagi pembeli BBM yang merokok,” jelasnya.
Seraya menambahkan, harga BBM yang dijual di Pertamini per- liternya tidak sama dengan harga di SPBU. Sebab, alat pencatat liter tidak pernah dikalibrasi atau di tera ulang seperti SPBU sehingga merugikan konsumen.
“Untuk itu, kami dalam waktu dekat akan mengadakan rapat kerja dengan Polri, TNI, Satpol PP dan Pertamina serta pengusaha SPBU guna mengatasi kelangkaan BBM bersubsidi dan juga maraknya Pertamini,” pungkasnya.(tif)