Perikanan Terukur, DKP Jatim Siapkan Empat Pelabuhan

oleh -170 Dilihat
oleh
Kadis Kelautan dan Perikanan Jatim, Diyah Wahyu Ermawati, saat mengunjungi Pelabuhan Tamperan, Pacitan (dok)

SURABAYA, PETISI.CO – Untuk mensukseskan program penangkapan ikan terukur, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim menyiapkan 4 lokasi pelabuhan perikanan yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat sebagai pilot project lokasi penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi.

Satu pelabuhan berada di pantai utara (Selat Madura) yaitu Pelabuhan Perikanan Mayangan (Kota Probolinggo), tiga pelabuhan lainnya berada di pantai selatan (Samudra Hindia) yaitu, Muncar (Kabupaten Banyuwangi), Pondokdadap (Kabupaten Malang) dan Tamperan (Kabupaten Pacitan).

“Keempat pelabuhan andalan Jatim tersebut sudah ditunjang fasilitas dan SDM yang memadai,” jelas Kadis DKP Jatim, Dyah Wahyu Ermawati optimis yang dihubungi via seluler kemarin.

Menurutnya, DKP Jatim telah melakukan rapat pembahasan melibatkan dinas perikanan kab./ kota, kemudian secara bersama sama dengan pemerintah pusat (KKP) melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pihak terkait.

Termasuk diantaranya revitalisasi Tempat Pelalangan Ikan (TPI) dengan melengkapi sarana dan prasarana penunjang PNBP pasca produksi dari anggaran pusat mengingat hal tersebut program pusat.

“Pengelolaan TPI sebagaimana amanat UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah merupakan kewenangan kabupaten, kota. Pemerintah provinsi berkoordinas dengan daerah serta menyiapkan fasilitas berupa gedung dan peralatan lainnya,“ tegas Dyah Wahyu Ermawati yang pernah menjabat Kepala Biro Perekonomian dan Kepala Bakorwil Bojonegoro itu.

Ditanya soal target produksi per tahun soal program tersebut, Erma mengatakan hal itu masih dalam pembahasan dengan KKP mengingat program ini adalah program pemerintah pusat. Dijelaskan, sekarang ijin kapal di atas 30 GT diurus pemerintah pusat dan wajib dikenakan PNBP.

“Di setiap kapal KKP sudah menentukan kuota penangkapan yang dijadikan satu dengan perijinannya,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui KKP akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam rangka tata kelola perikanan tangkap secara lebih baik dengan menyeimbangkan antara ekonomi dan ekologi sebagai panglima.

Kuota tersebut dimanfaatkan untuk nelayan lokal, bukan tujuan komersial (penelitian, diklat, serta kesenangan dan rekreasi), dan industri. Penangkapan ikan terukur dilakukan pada enam zona di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini kepada wartawan mengatakan, nelayan lokal adalah nelayan kecil yang berdomisili di zona penangkapan ikan terukur sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

 

Kuota penangkapan ikan untuk nelayan kecil akan diprioritaskan. Dalam hal ini pemerintah mengalokasikan kuota untuk nelayan kecil terlebih dahulu, kemudian untuk bukan tujuan komersial, dan sisa kuota ditawarkan kepada badan usaha dan koperasi.

“Pemerintah menjamin nelayan kecil pasti akan dapat kuota. Kalau ada yang bilang tidak dapat, ini tidak benar. Perhitungan kuota di tiap zona ini berdasarkan hasil rekomendasi kajian estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) pada WPPNRI dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Rekomendasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan KKP untuk menetapkan kuota penangkapan ikan,” jelasnya.

Zaini juga menjelaskan nelayan kecil di zona penangkapan ikan terukur tidak akan dipungut penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Para nelayan kecil didorong untuk tergabung dalam koperasi sehingga kelembagaan usaha nelayan semakin kuat dan berdaya saing. Hal ini sejalan dengan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

“Jumlah nelayan kecil yang terdata kurang lebih 2,22 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari kuota untuk nelayan kecil ini kita proyeksikan perputaran ekonomi bisa mencapai Rp61,4 triliun/tahun. Nelayan kecil juga berkesempatan untuk menjadi awak kapal perikanan skala industri, sehingga terjadi peningkatan pendapatan,” ungkapnya.

Dengan penangkapan ikan terukur, kualitas pendataan ikan yang didaratkan akan semakin baik karena langsung ditimbang dan dicatat di pelabuhan perikanan secara real time.

Zona penangkapan ikan terukur bukan pengkaplingan laut. Penetapan zona didasarkan WPPNRI yang telah ditetapkan, di mana dalam pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) di zona tersebut juga harus memperhatikan keberadaan kawasan konservasi dan daerah pemijahan ikan dan pengasuhan ikan.

Sebagai contoh penangkapan ikan terukur di WPPNRI 714 pada zona 3 akan dilakukan secara terbatas oleh nelayan lokal, karena daerah ini merupakan tempat pemijahan dan pengasuhan ikan. KKP juga tidak menutup kemungkinan menetapkan kebijakan pembatasan pada daerah pemijahan dan pengasuhan ikan yg ada di zona lainnya, berdasarkan hasil kajian dan penelitian ilmiah.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa era baru penangkapan ikan terukur akan membawa banyak dampak multiplier effect positif. Mulai dari tumbuhnya beragam usaha baru yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja, hingga meratanya pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa. (oki)

No More Posts Available.

No more pages to load.