Perlindungan Hukum bagi Korban Pinjaman Online: Urgensi, Tantangan, dan Perspektif Hukum Pidana Islam

oleh -138 Dilihat
oleh
R Arif Mulyohadi, Dosen Ilmu Hukum, Institut Agama Islam Syaichona Mohammad Cholil Bangkalan, Wakil Ketua Orda ICMI Bangkalan

SEIRING dengan kemajuan teknologi, pinjaman online (pinjol) telah menjadi solusi praktis bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat. Namun, dibalik kemudahan akses tersebut, muncul berbagai permasalahan yang merugikan, terutama terkait dengan pinjaman online ilegal yang membahayakan keamanan finansial serta data pribadi penggunanya. Pinjol ilegal sering kali menghadirkan bunga yang sangat tinggi, intimidasi, hingga penyalahgunaan data pribadi.

Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap korban pinjaman online ilegal sangatlah penting agar kerugian yang ditimbulkan tidak semakin meluas. Artikel ini akan mengkaji urgensi perlindungan hukum bagi korban pinjol ilegal, tantangan dalam penegakan hukum, serta menambahkan perspektif hukum pidana Islam dalam menghadapi permasalahan ini.

Latar Belakang Pinjaman Online dan Dampaknya

Seiring dengan semakin luasnya akses internet di Indonesia, pinjaman online tumbuh pesat sebagai alternatif mudah bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat. Namun, di sisi lain, perkembangan ini turut membawa berbagai risiko, terutama bagi mereka yang terjebak dalam jerat utang tanpa memahami konsekuensi jangka panjang.

Salah satu masalah utama yang muncul adalah banyaknya platform pinjaman online ilegal yang menawarkan pinjaman tanpa batasan yang jelas, bunga yang sangat tinggi, dan transparansi yang minim. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa lebih dari 1.000 platform pinjaman ilegal diblokir pada tahun 2020 hingga 2021, menandakan besarnya ancaman yang ditimbulkan terhadap masyarakat.

Tidak hanya soal bunga tinggi, penyalahgunaan data pribadi pun sering terjadi. Data yang seharusnya dijaga kerahasiaannya justru disalahgunakan oleh penyelenggara pinjol untuk kepentingan pribadi, seperti intimidasi atau bahkan penipuan. Oleh karena itu, penyelesaian masalah ini memerlukan regulasi yang lebih ketat dan penegakan hukum yang lebih tegas untuk melindungi hak konsumen serta menjaga privasi masyarakat.

Perlindungan Hukum bagi Korban Pinjaman Online

Perlindungan hukum bagi korban pinjol ilegal sangatlah mendesak. Indonesia telah memiliki berbagai regulasi yang seharusnya dapat melindungi konsumen, seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 Tahun 2008). Namun, penerapan regulasi ini sering menghadapi kendala dalam hal pengawasan dan penegakan hukum. Banyak korban yang tidak sadar akan hak-hak hukum mereka, dan implementasi hukum yang ada sering kali menemui hambatan, baik dari segi pengawasan maupun penegakan hukum.

Menurut Dr. Siti Aisyah, SH, M.Hum, ahli hukum dari Universitas Indonesia, regulasi yang ada harus diperkuat agar lebih efektif melindungi konsumen. Salah satu rekomendasi yang diberikan adalah perlunya pembentukan regulasi yang lebih ketat untuk mengawasi platform pinjol ilegal serta penerapan sistem pemantauan yang lebih efisien. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki peran sebagai pengawas sektor keuangan, penegakan hukum terhadap pinjol ilegal masih terbatas, mengingat platform-platform tersebut seringkali beroperasi di luar pengawasan yang sah.

Penyalahgunaan Data Pribadi dan Perlindungan Data

Isu penyalahgunaan data pribadi sangat krusial dalam kasus pinjaman online ilegal. Banyak platform pinjol ilegal yang meminta akses berlebihan terhadap data pribadi pengguna, seperti informasi kontak, lokasi, bahkan akun media sosial, untuk melakukan tekanan atau intimidasi. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU No. 27 Tahun 2022) sangat relevan untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam melindungi data pribadi konsumen.

Pakar hukum siber, Dr. Ahmad M. Daud, SH, M.H, dari Universitas Gadjah Mada, menekankan pentingnya penerapan hukum yang lebih ketat dalam perlindungan data pribadi. Meskipun UU ITE telah ada, penerapannya dalam konteks perlindungan data pribadi masih belum optimal. Oleh karena itu, data pribadi yang disalahgunakan oleh platform pinjol ilegal harus menjadi perhatian serius dari pihak berwenang agar tidak terjadi penyalahgunaan yang lebih jauh.

Penyelesaian Sengketa dan Akses terhadap Keadilan

Salah satu tantangan utama dalam kasus pinjol ilegal adalah penyelesaian sengketa yang sering kali buntu. Banyak korban pinjol ilegal yang tidak tahu bagaimana cara mengajukan gugatan atau mencari bantuan hukum yang tepat. Selain itu, lembaga penyelesaian sengketa konsumen seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sering kali menghadapi keterbatasan dalam menangani kasus yang lebih kompleks. Hal ini menyebabkan proses penyelesaian sengketa menjadi terhambat, sehingga merugikan korban.

Prof. Dr. H. Sudiarta, SH, M.H, seorang guru besar hukum perdata dari Universitas Diponegoro, menyarankan agar penyelesaian sengketa dalam kasus pinjol ilegal melibatkan kolaborasi antara lembaga penegak hukum dan regulator. Dengan proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan transparan, korban bisa lebih mudah mendapatkan ganti rugi yang adil, serta memastikan hak-hak konsumen tetap terlindungi.

Tantangan dalam Penegakan Hukum

Meski banyak regulasi yang mengatur pinjaman online, penegakan hukum masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah sulitnya melacak dan menindak pelaku pinjol ilegal yang sering beroperasi secara anonim di dunia maya. Mereka sering mengganti nama platform atau menggunakan identitas palsu untuk menghindari deteksi.

Meskipun OJK dan Kominfo telah memblokir ribuan platform pinjol ilegal, munculnya platform baru yang sulit dideteksi masih menjadi tantangan besar. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi lebih erat antara sektor publik dan swasta dalam mengembangkan teknologi untuk mendeteksi dan memblokir platform pinjol ilegal secara lebih efektif.

Perspektif Hukum Pidana Islam terhadap Pinjaman Online

Hukum pidana Islam memandang praktik pinjaman online dengan sangat kritis, terutama dalam hal riba, penipuan, dan penyalahgunaan data pribadi. Dalam Islam, riba (bunga) dilarang karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi terhadap pihak yang membutuhkan. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2:275) mengingatkan bahwa “Orang-orang yang makan riba tidak akan dapat berdiri kecuali sebagaimana berdirinya orang yang disingkirkan oleh syaitan karena sentuhan (penyakit).” Ayat ini menunjukkan bahwa riba adalah perbuatan yang sangat buruk dan dilarang dalam Islam, serta membawa dampak negatif bagi pelakunya.

Selain itu, penipuan dalam Islam juga sangat dilarang. Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menyatakan, “Siapa yang menipu kami, maka dia bukanlah bagian dari kami” (HR. Muslim). Praktik pinjol ilegal yang menawarkan pinjaman palsu atau tidak jelas sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Penyalahgunaan data pribadi juga dianggap sebagai pelanggaran serius dalam Islam. Dalam Surat Al-Hujurat (49:12), Allah SWT berfirman, “Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu menghendaki memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentulah kamu merasa jijik.” Ayat ini mengingatkan kita untuk menghormati hak pribadi orang lain, termasuk data pribadi yang harus dijaga kerahasiaannya. Pelaku pinjol ilegal yang mengakses data pribadi tanpa izin patut mendapat hukuman sesuai dengan ketentuan hukum pidana Islam.

Kesimpulan

Perlindungan hukum terhadap korban pinjaman online ilegal di Indonesia harus menjadi prioritas utama. Meskipun sudah ada berbagai regulasi, penegakan hukum masih menemui banyak hambatan. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih holistik dan kolaborasi antara pemerintah, lembaga penegak hukum, serta sektor swasta sangat dibutuhkan.

Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, memperkuat regulasi, dan mempercepat penyelesaian sengketa agar kerugian akibat pinjol ilegal dapat diminimalkan. Perlindungan hukum yang lebih kuat, termasuk dari perspektif hukum pidana Islam, dapat membantu menciptakan lingkungan keuangan digital yang lebih aman dan adil. (*)

*penulis adalah: R. Arif Mulyohadi, Dosen Prodi Hukum Pidana Islam, Institut Agama Islam Syaichona Mohammad Cholil Bangkalan dan Anggota Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) Orwil Jatim

No More Posts Available.

No more pages to load.