Sidoarjo, petisi.co – Berawal dari kegelisahan para petani bakau di Sidoarjo yang mengaku kesulitan mendapatkan kepiting ukuran besar demi bisa memenuhi permintaan pasar. Problematika itu, kemudian ditangkap sebagai peluang bisnis oleh Samsul Arifin, Pemuda asal Desa Kedungpeluk, Candi Sidoarjo dengan membuat usaha pembesaran sekaligus penggemukan kepiting bakau sistem tower.
“Awal mula di tahun 2021, saya eksperimen mendirikan tower mini yang tersusun dari tumpukan 70 jirigen bekas. Setiap jirigen saya isi masing-masing satu kepiting bakau kiriman dari petani tambak. Setelah melewati 10 hingga 17 hari, saya lihat kepiting sehat dan padat berisi. Bahkan diantaranya ada beberapa yang berhasil membesar dari sisi sizenya,” ungkap Samsul menceritakan pengalamannya, Minggu (4/5/2025).

Sejak itu, ia makin giat dan semangat dalam menekuni usaha pembesaran sekaligus penggemukan kepiting bakau. Terlebih pasar menyambut positif, atas kreatifitas terobosan yang telah dibuatnya hingga mampu menghasilkan kepiting bakau ukuran jumbo.
“Alhamdulillah, kepiting bakau setelah melewati masa pembesaran di dalam tower jirigen ukurannya menjadi besar-besar. Termasuk dagingnya juga padat serta gemuk dengan ditandai bagian atas cangkang makin melengkung ke atas dan kalau ditekan terasa padat,” akunya penuh syukur.
Usaha penggemukan dan pembesaran kepiting bakau menggunakan susunan jirigen bekas menjadi sistem tower diklaim sebagai yang pertama di Indonesia. Metode sederhana dari bahan barang bekas ini mampu menghasilkan kepiting bakau jumbo jantan hingga bobot maksimal mencapai hampir 1 kilogram.
“Saya belajarnya otodidak. Kalau di luar umumnya menggunakan sistem apartemen, maka budidaya penggemukan kepiting di tempat saya menerapkan metode sederhana berupa susunan jirigen utuh menjadi tower. Setahu saya, ini yang pertama di Indonesia, dengan hasil kepiting bakau jantan pernah ada yang berbobot 910 gram atau hampir 1 kilo,” bebernya.
Dalam 1 bulan, imbuhnya, mampu di produksi hingga 3 kali, dengan berar total sekali panen berkisar antara 50 kg – 90 kg. Jika hari biasa per kg kepiting bakau dijual antara Rp. 180.000 – Rp. 250.000, maka untuk momen tertentu harganya bisa naik 3x lipat.
“Khusus momen spesial seperti perayaan Imlek hingga cap go meh, harga kepiting bisa melonjak tajam mencapai 3x lipat menjadi Rp. 500.000 – Rp. 550.000 perkilonya. Dari penjualan ini, satu bulan bisa mengantongi rata-rata pendapatan jutaan rupiah,” terangnya dengan senyum merekah.
Setelah usaha berjalan 4 tahun terakhir, jumlah pelanggan meningkat signifikan. Selain diminati konsumen lokal, kepiting bakau jumbo milik Samsul dengan kategori grade A berbobot per ekor kisaran 400 gram – 900 gram, milik Samsul menjadi makanan favorit orang – orang luar negeri.
“Pembeli sementara ini masih sekitar Sidoarjo. Namun diantara para konsumen itu, ada satu pelanggan yang sering datang kemari ambil banyak untuk dikirim ke pengepul dan selanjutnya di ekspor. Mereka yang beli, umumnya mengatakan kepiting bakau jumbo di tempat saya, dagingnya lebih tebal dan juga rasanya sangat manis,” imbuhnya.
Saat ini, Samsul telah memiliki 2 tower dengan total 200 jirigen. Tingginya permintaan memaksa ia untuk menambah 1 tower lagi. Namun rencana itu sementara ditangguhkan, karena masih terkendala supply daya listrik.
“Sementara ini pasokan listrik untuk menghidupkan pompa air di tower masih mengandalkan cabang pararel dari rumah. Namun karena daya kecil, listrik sering padam dan ini mengganggu kelangsungan hidup kepiting. Jika aliran air tidak lancar sampai 3 jam berhenti akibat listrik mati, maka kepiting bakau bisa stres dan berakibat kematian,” tuturnya.
Samsul berharap ada pendampingan dari pemerintah daerah atau instansi swasta terkait ketersediaan listrik demi kelangsungan usahanya.
“Rencana menambah 1 tower baru sementara baru akan dijalankan setelah ada peningkatan daya dari PLN atau inovasi panel Surya. Semoga ada bantuan dan perhatian dari pemkab Sidoarjo atau instansi lain terkait kendala ini,” ulasnya penuh harap. (luk)