PMII Tuntut Kasus Korupsi Diselesaikan

oleh -26 Dilihat
oleh
Mahasiswa saat melakukan aksi demo di Kejaksaan.

Demo di Kejari Bojonegoro

BOJONEGORO, PETISI.CO –  Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bojonegoro menggelar aksi demo terkait kasus korupsi di Bojonegoro, Selasa (13/12/2016). Aksi yang berlangsung di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, para mahasiswa meminta pihak Kejari segera menyelasikan kasus korupsi yang masih belum selesai yakni kasus Bimtek DPRD Bojonegoro pada tahun 2012, yang mencatut nama beberapa pimpinan dewan.

Dalam kasus tersebut, proses penghukumannya tidak sesuai dengan Undang-undang Tipikor dan masih ada pimpinan DPRD yang luput dari jeratan hukum terlibat kasus tersebut. Kordinator Aksi Amir syahid mengatakan, Penanganan Kasus korupsi di Kabupaten Bojonegoro terkesan lambat. Dari berbagai kasus yang telah diproses secara hukum, masih ada kasus yang sampai saat ini belum terselesaikan.

“Kejari Bojonegoro terkesan masih tebang pilih dan tidak tegas dalam menyelesaikan kasus-kasus korupsi,” katanya.

Korlap aksi mengungkapkan, tidak seharusnya dilupakan. Kasus pelanggaran perjanjian PT Surya Energi Raya (SER) dan PT. Asri Dharma Sejahtera (ADS) dalam pengelolaan Participating Interest (PI) Blok Cepu di Bojonegoro dan dugaan keterlibatan Santoso Bupati Bojonegoro periode 2003-2008, Suyoto yang menjabat Bupati Bojonegoro periode 2008-2013 dan 2013-2018, serta Ketua DPRD Bojonegoro periode 2004-2009 dan 2009-2014, Tamam Syaifuddin dalam kasus tersebut. Sampai sekarang, kasus yang telah merugikan keuangan negara hingga Rp 190 triliun ini masih tidak ada kejelasan penuntasannya.

Belum lagi, Kabupaten Bojonegoro dengan  kemampuan fiskalnya yang di atas rata-rata daerah di Jawa Timur, tak heran apabila hal ini menjadikan Pendapatan Daerah Kabupaten Bojonegoro termasuk tertinggi nomor 5 dari Kabupaten/kota se-Jatim. Kondisi ini menjadikan Bojonegoro yang juga mempunyai hasil produksi Minyak dan gas (Migas) dan mempunyai APBD sangat besar, mencapai Rp. 3.7 Triliun. Kondisi fiskal ini, tentu saja apabila tidak mendapat pengawasan dan pengawalan publik bisa menjadi ancaman berkembang suburnya Bojonegoro sebagai lumbung korupsi.

Pembangunan besar mega proyek sejak 2014-2016 yang menghabiskan anggaran untuk gedung Pemkab 92 Milyar, GOR  28 Milyar, Gedung Dinas Pendidikan 12 Milyar, Taman Rajekwesi 7 Milyar, Gedung GDK 8,5 Milyar, Masjid  Darussalam 7 Milyar, RSUD Sosodoro Djatikoesoemo 30 Milyar, RSUD Padangan 27 Milyar, jembatan Padangan-Kasiman 30 Milyar, dan terakhir Jembatan Trucuk- Kota 57 Milyar. Pembangunan tersebut tentu harus mendapat pengawasan yang ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar tidak menjadi lahan tumbuh kembang korupsi para pejabat publik.Yang terbaru, keterbukaan yang digadang-gadang Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ternyata tidak sepenuhnya berjalan lancar. Pada prakteknya, masih ada beberapa kebijakan yang keluar dari regulasi yang ada dan tidak ada sanksi hukum yang dijatuhkan.

Kasus ketidakjelasan status kampus PDD Polinema/ rintisan AKN sampai sekarang masih menjadi polemik. Temuan yang ada, proses hibab tanah dan penganggaran gedung Pusdiklat ternyata tidak melalui mekanisme yang ada. Hal ini tentu menjadikan pembangunan kampus tersebut bermasalah dan berindikasi sarat korupsi. Maka, pada momen peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, PMII BOJONEGORO menuntut agar lembaga Negara mengusut tuntas kasus-kasus berikut, yakni Bimtek DPRD 2012, adili seluruh pimpinan dan anggota DPRD yang menerima cash back sesuai Pasal 4 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor,  Participating Interest (PI) Blok Cepuo. Adili Pelanggaran Perjanjian antara PT ADS dan PT SER yang merugikan Negara 190 T. Usut keterlibatan Bupati dalam perjanjian tersebut, Rintisan AKN/ PDD Polinemao Status Tanah AKN yang proses hibahnya tidak melalui sidang paripurna. Anggaran Pusdiklat dibangun diatas tanah AKN.

Proses penganggaran tidak melalui mekanisme yang seharusnya (Tidak ada di KUA PPAS). Selain itu, kami juga menuntut untuk dilakukan Audit penyalahgunaan wewenang Pimpinan DPRD dalam kasus pendirian rintisan AKN (Pasal 3 UU Tipikor) dan Audit Pembangunan Mega Proyek 2016.(gal)