Praperadilan JE Lawan Polda, Tiga Ahli Beberkan Soal Barang Bukti, Hakim Menilai

oleh -89 Dilihat
oleh
Sidang praperadilan yang diajukan JE, terkait statusnya sebagai tersangka terkatung-katung.

SURABAYA, PETISI.COSidang lanjutan praperadilan antara JE melawan Polda Jatim, makin menarik. Para ahli memberi kesaksian seputar pasal 184 KUHAP tentang barang bukti yang dimiliki penyidik. Pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (21/1/2022), giliran kriminolog dari Universitas Brawijaya Prija Djatmika.

Di hadapan hakim tunggal Martin Ginting, saksi Prija Djatmiko memberi keterangan berdasarkan keilmuannya. Seperti yang sudah diberikan dua ahli sebelumnya, Nur Basuki Winarno dari Unair dan Prof Sudjijono dari Ubhara.

Selain mendengarkan keterangan ahli kriminal, sidang praperadilan hari ke-enam ini mengagendakan pembuktian akhir.

Para pihak yang berperkara juga diberi kesempatan oleh Martin Ginting untuk mengajukan bukti tambahan. Berikut materi kesimpulan dari seluruh rangkaian fakta persidangan.

Di dalam persidangan, Prija Djatmika menerangkan hal yang tidak jauh berbeda dengan keterangan para ahli sebelumnya. Yakni soal barang bukti dimiliki penyidik dalam menangani suatu perkara pidana, akan dinilai oleh hakim sesuai dengan ketentuan KUHAP.

“Keterangan saksi, bukti surat, keterangan ahli, ini petunjuk saja, nanti hakim yang menilai, sesuai pasal 184 KUHAP,” terang Djatmika.

Untuk saksi berantai atau lebih dari dua orang, lanjut Djatmika, keterangan yang dia sampaikan haruslah berkesesuaian, dengan perkara yang sedang diperiksa oleh penyidik.

“Rangkain saksi saksi yang mengarah pada perbuatan materiil. Apabila saksi-saksi itu tidak berkesesuaian, itu tidak masuk dalam kategori alat bukti petunjuk,” kata ahli dari Universitas Brawijaya itu.

Kuasa hukum JE, Jefry Simatupang, mempertanyakan adanya saksi yang disebut sebagai saksi Testimonium De Auditu. Atau saksi yang kesaksiannya atau keterangannya hanya mendengar dari perkataan orang lain. Bukan mengetahui secara langsung suatu perbuatan tindak pidana.

Djatmika lantas menegaskan, saksi yang demikian itu berada di luar kategori yang dibenarkan. Sebab hukum pidana itu wajib berdasarkan kebenaran yang riil.

“Hukum pidana itu berdasarkan kebenaran materiil. Berdasarkan kebenaran yang sebenar-benarnya,” katanya.

Pertanyaan Jefry tersebut bukan tanpa alasan, sebab dari 22 orang saksi yang di BAP oleh penyidik dalam perkara dugaan pencabulan di Sekolah SPI, adalah saksi yang dikategorikan sebagai saksi Testimonium De Auditu. Yaitu saksi yang kesaksiannya atau keterangannya hanya mendengar dari perkataan orang lain.

Di akhir persidangan, kuasa hukum JE mengajukan beberapa tambahan alat bukti. Diantaranya bukti tambahan yang diberi nomor P 46, mengenai berkas tahap 1 penyidikan Polda Jatim yang dikembalikan oleh Kejati Jatim.

Selain itu terdapat juga tambahan bukti P 51, berupa video isi wawancara dari Kasi Penkum Kejaksaan Tiggi Jatim. Mengenai alasan-alasan dikembalikannya berkas atau disebut P-19.

Penyerahan bukti tambahan itu sempat dipersoalkan oleh Bidkum Polda Jatim. Namun oleh hakim tetap menerima dengan alasan, bahwa persidangan memerlukan bukti sebagai penilaian dalam menjatuhkan putusan nantinya.

Martin Gintinh menjelaskan, barang bukti yang telah diterima, baik dari pemohon maupun termohon praperadilan, tidak semuanya akan diterima sebagai bukti dalam pertimbangan putusan. Bukti-bukti itu nantinya dapat dinilai atau pun juga dikesampingkan.

“Sebelum persidangan ditutup kita tetap terima (penyerahan bukti), karena sidang itu memerlukan bukti,” tandas Martin Ginting.

Diketahui, JE yang merupakan pendiri Sekolah SPI melayangkan gugatan praperadilan kepada Polda Jatim, untuk mentukan status hukumnya yang masih terkatung-katung. JE ditetapkan tersangka oleh Penyidik Polda Jatim atas tuduhan pencabulan terhadap SDS (28), alumni sekaligus pegawai di yayasan Sekolah SPI Kota Batu.

Pada 16 September 2021, berkas pemeriksaan JE oleh penyidik dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jatim. Akan tetapi, pada 23 September 2021, berkas dikembalikan lagi ke penyidik karena belum memenuhi pasal sangkaan.

Berkas kedua kembali diterima pihak kejaksaan untuk diteliti pada tanggal 3 Desember 2021, namun setelah diteliti kembali masih ditemukan sejumlah petunjuk yang belum dipenuhi oleh penyidik Polda Jatim.

Berkas ke dua itu pun dikembalikan kepada penyidik atau di P-19 pada 17 Desember 2021. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.