Rotaract Malang Kutaraja Sukses Hadirkan Human Library

oleh -73 Dilihat
oleh
Perform team teater Belbaba di acara Human Library 3 di Cafe Kontainer UMM Malang.

BATU, PETISI.CO – Rotaract Malang Kutaraja (MAKARJA) hadirkan 13 buku manusia yang siap untuk dibaca untuk memecahkan stigma dalam masyarakat selama tiga season event Human Library (HL) dari tahun 2020 hingga 2022, Rabu (16/2/2022)

Rotaract adalah organisasi bagi para pemuda pemudi yang berumur 18 – 30 tahun sebagai wujud dari sebuah program internasional dalam membuat perubahan. Sedangkan, Human Library merupakan perpustakaan dengan buku manusia.

Upaya menciptakan perasaan “less different” dengan orang-orang di sekitar. Serta memposisikan diri secara “inklusif” untuk menciptakan gagasan bahwa semua manusia adalah sama, merupakan esensi dari Human Library, yang diprakarsai pertama kali di Copenhagen, Denmark pada tahun 2000 dan telah berkembang ada di hampir 70 negara di dunia.

Selama tiga season, MAKARJA yang aktif membagikan setiap kegiatannya di instagramnya rac_malangkutaraja, berhasil menampilkan 13 buku yaitu Epilepsy, Kerudung Panjang, Schizophreenia, Anorexia, Anxiety Disorder, Orang Timur, Orang Cina, Bipolar, Feminist, Odha, Woman Smoker, Disaster Survivor, Social Activist.

Dinda Ayu Sasmi, S.Psi, Vice President MAKARJA sekaligus Ketua Pelaksana HL Season 3, menekankan hakikat HL ditujukan untuk menghapus doktrin yang telah tertanam di masyarakat tentang orang dengan prasangka buruk.

“Pastinya menghilangkan stigma, prejudice, diskriminasi terhadap kelompok minoritas yang sering mendapatkan perlakuan tidak baik di masyarakat, sehingga pembaca memiliki new mindset terhadap mereka,” tutur Mahasiswi lulusan Sarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ketika ditemui di Janus Cafe.

Di season 3, MAKARJA menggandeng Psychology Club (PC) UMM sebagai rekan untuk mensukseskan HL season 3 dengan tajuk “The Best Way to Learn is From Human”. Dengan lima buku yang dihadirkan seperti Woman Smoker, Disaster Survivor, Social Activist, Anorexia, dan Feminist.

Dinda yang merupakan mahasiswi pendatang asal Lombok, NTB tersebut, sempat menjabat sebagai Direktur Psychology Club (PC) UMM tahun 2019-2021 itu menegaskan, alasan dia menggandeng PC UMM karena dari segi keilmuan akan matching dengan kajian psikologi menthal health orang dengan stigma tersebut.

“PC merupakan organisasi yang secara keilmuan mengkaji mengenai psikologis sehingga kami ingin memberikan perspektif dari segi psikologi bagaimana kondisi orang dengan stigma tersebut,” ungkap mantan mahasiswi UMM yang pernah meraih Juara 2 Program Hibah Bina Desa Rektor Cup tahun 2019 lalu.

Dinda yang juga seorang mantan Wakil Ketua bidang Sosial Kemasyarakatan Bem Fapsi tahun 2018-2019 itu berharap, agar event HL diadakan secara kontinuitas.

“Kami harap HL akan terus dilaksanakan karena ini merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai toleransi. Karena mampu menekan angka diskriminasi, kedepannya agar lebih banyak lagi tema dari book yang dapat digapai, sehingga akan banyak stigma yang bisa kita patahkan juga,”ujar Dinda gadis berusia 23 tahun yang juga aktif menjadi aktivis di Save Street Child Malang dan Rumah Belajar Polehan.

Sementara itu, Muhammad Rahmadhani, Ketua Pelaksana HL season 3 dari pihak PC menyuarakan pengalamannya, bahwa selama 1 bulan persiapan merupakan pengalaman berharga bagi pihak PC karena merupakan kegiatan offline pertama setelah pandemi.

“Sebuah pengalaman berharga, kita pihak PC ikut terlibat karena event ini selama persiapan tentunya mengajarkan kita berempati dan memahami lebih dalam orang dengan mental illness karena stigma yang diterima. Selain itu, kami juga mendapatkan relasi baru,” Ujar Mahasiswa Semester Empat Jurusan Psikologi UMM.

Dhani yang saat ini menjabat sebagai Manager LUKER (Hubungan Luar dan Kerja Sama), PC UMM, memiliki harapan dengan buku yang telah dihadirkan agar mampu memperbaiki stigma salah dimata masyarakat yang sudah tertanam sejak lama.

“Harapannya agar terjadi perubahan persepsi pada masyarakat umum, berharap mereka bisa lebih open minded dengan orang-orang yang berjuang untuk kesembuhan mental mereka atau orang dengan stigma, agar mereka bisa bertumbuh dan berkembang layaknya orang normal pada umumnya, karena sebenarnya mereka butuh support bukan perundungan,” tegas pria umur 21 tahun asal Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. (uni/eka)