SURABAYA, PETISI.CO – Wali Kota Surabaya menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomor 003.2/ 6362/436.8.4/2020, Jumat (17/7). SE tersebut mengatur tentang pedoman pelaksanaan kegiatan Iduladha 1441 Hijriah di tengah situasi pademi Covid-19.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto mengatakan, dalam SE tersebut mengatur lima poin penting yang harus menjadi acuan dalam pelaksanaan Iduladha di tengah kondisi pandemi.
Kelima poin yang dimaksud di dalam SE tersebut, meliputi pelaksanaan takbir, sholat Iduladha, penjualan hewan kurban, pemotongan hewan kurban, dan pendistribusian daging kurban.
“Pertama, takbir dapat dilaksanakan di masjid, musholla, kantor, dan rumah. Kegiatan takbir keliling atau kegiatan takbir cukup dilakukan di masjid dengan menggunakan pengeras suara dan harus selalu memperhatikan protokol kesehatan,” kata Irvan di kantornya, Selasa (21/7/2020).
Sementara itu, petugas harus melakukan pengawasan pada penerapan protokol kesehatan di tempat pelaksanaan Salat Iduladha. Petugas juga harus memastikan seluruh area dalam kondisi yang bersih dan higienis, melakukan pembatasan jumlah akses masuk dan keluar. Kemudian menyediakan wastafel lengkap dengan sabun cuci tangan serta hand sanitizer, dan screening suhu tubuh pada jemaah Salat Iduladha.
“Jika suhu tubuh terdeteksi lebih dari 37,5 derajat celcius, dianjurkan untuk untuk ke dokter dan sholat di rumah,” jelas dia.
Menerapkan physical distancing minimal dengan jarak satu meter dengan memberikan tanda khusus. Hingga menyerukan kepada khatib salat Iduladha dimanapun saja untuk membacakan doa dalam khutbahnya, memohon kepada Allah SWT agar segera dibebaskan dari wabah Covid-19.
“Tidak mewadahi sumbangan atau sedekah jamaah dengan cara menjalankan kotak, karena akan berpindah-pindah tangan rawan terhadap penularan penyakit,” ungkap dia.
Saat pelaksanaan sholat, jamaah juga harus membawa sajadah, menggunakan masker sejak keluar rumah dan selama berada di area tempat pelaksanaan sholat.
“Kami juga mengimbau untuk tidak mengikuti Salat Iduladha berjamaah bagi anak-anak yang berusia di bawah dari lima tahun dan jamaah lanjut usia (lansia) di atas 65 tahun yang rentan tertular penyakit,” jelasnya.
Pelaksanaan salat di masjid juga akan dilakukan pembatasan jumlah jemaah sebesar 50 persen atau separuh kuota dari daya tampung. Sedangkan untuk salat di ruang terbuka, seperti lapangan bakal dilaksanakan dengan pengaturan jarak antar jemaah minimal satu meter.
Di poin ketiga mengatur tentang penjualan hewan kurban dengan menerapkan syarat ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu harus memperhatikan keamanan dan kesehatan lingkungan.
Para pelaku pedagang hewan kurban juga harus menempatkan lapaknya di tempat yang sesuai dengan izin dari pihak kecamatan dan berdasarkan rekomendasi lurah di wilayah tersebut. Begitupun juga dengan metode penjualan dianjurkan melalui jalur online atau daring.
Tak sampai di situ saja, Irvan juga mengatakan jika luas tempat untuk hewan juga turut dibedakan, seperti sapi dengan ukuran 2×1 meter dan kambing 1,5×1 meter. Waktu penjualan juga turut dilakukan pengaturan, yaitu mulai pukul 07.00-22.00 WIB.
“Pintu masuk dan keluar harus satu arah dan jarak antar orang di dalam lokasi penjualan paling sedikit satu meter,” kata Irvan.
Pedagang diwajibkan menyediakan fasilitas cuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer. Bagi para penjual dan pembeli juga wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) selama berada di tempat.
Irvan menekankan, kepada seluruh pedagang untuk memastikan hewan dagangannya sudah menjalani tes kesehatan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya. “Setiap hewan kurban yang dijual sudah dilakukan cek kesehatan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP),” jelasnya.
Keempat, kegiatan penyembelihan atau pemotongan harus dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH), masjid, dan musholla dengan memperhatikan protokol kesehatan.
“Pemotongan dilakukan selama hari tasyrik (3 hari setelah Salat Iduladha),” ujar dia.
Pembatasan jumlah petugas sendiri juga diatur dengan menerapkan 5-7 orang untuk satu ekor sapi dan 2-3 untuk satu ekor kambing. Jarak antar petugas yang melakukan pengulitan, pencacahan, dan pengemasan daging juga diatur sedemikian rupa untuk menerapkan protokol kesehatan.
“Petugas harus mengenakan APD, berupa masker, face shield dan sarung tangan sekali pakai,” lanjut dia.
Kepala BPN Linmas Kota Surabaya ini juga menegaskan, bahwa setiap petugas pemotongan atau penyembelihan hewan kurban harus mematuhi protokol yang sudah ditentukan, seperti etika batuk, meludah, membersihkan diri seusai kegiatan kurban berjalan.
“Setiap penanggung jawab kegiatan harus membentuk kepanitiaan dan bertanggungjawab penuh,” tegas Irvan.
Dan poin terakhir mengatur perihal distribusi daging hewan, panitia dilarang menggunakan kupon ketika pengambilan daging kurban untuk mencegah terjadinya kerumunan. Daging kurban juga harus dikemas dalam bungkusan daun atau besek.
“Petugas pendistribusian wajib memakai masker, face shield bila diperlukan, dan sarung tangan serta tidak boleh bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban,” lanjutnya.
Sedangkan jika penerima daging kurban itu adalah OTG, ODP, atau PDP dengan gejala ringan serta orang konfirmasi positif dengan gejala ringan atau tanpa gejala, maka petugas pembagian daging kurban menempatkan pada lokasi yang aman.
“Tujuannya untuk menghindari bersentuhan langsung dengan penerima daging kurban,” pungkasnya. (nan)